Gridhot.ID - Kondisi krisis akibat badai covid-19 rupanya turut dirasakan oleh mahasiswa asal Indonesia yang masih bertahan di negeri Bollywood.
Seperti dilansir dari Kompas.com, badai tsunami Covid-19 di India semakin hari semakin mengerikan.
Awal Mei ini saja, India sudah mencatatkan rekor kenaikan harian kasus infeksi virus corona ini mencapai 401.993 kasus baru.
Dilansir Reuters, Sabtu (1/5/2021), angka kasus Covid-19 baru yang melonjak drastis ini terjadi di saat India membuka upaya vaksinasi corona besar-besaran untuk populasi orang dewasa.
Ini adalah pertama kalinya jumlah kasus harian Covid-19 di India mencapai 400.000 kasus, setelah selama 10 hari berturut-turut mencatatkan infeksi harian 300.000 kasus.
Bahkan, kematian akibat Covid-19 di India juga melonjak menjadi 3.523 kasus selama 24 jam terakhir.
Akibat lonjakan kasus Covid-19 yang tidak terkendali juga telah menyebabkan berbagai kekacauan di India.
Tak cuma bagi warga negara India, mahasiswa Indonesia yang kini masih bertahan untuk menimba ilmu di India pun turut merasakan dampaknya.
Adalah Ahmad Mujtaba, mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di University of Mumbai, Maharashta, India, ikut terkena dampak lockdown di India.
Menurut Mujtaba, dia sudah 2 tahun di India sejak tahun 2019 untuk menjalani program beasiswa dari Pemerintah India untuk meraih master bidang sosiologi.
"Untuk tahun 2019 saya datang Alhamdulillah masih dalam kondisi normal. Jadi waktu itu kami datang ke Mumbai, India 4 Juni 2019," ucap Mujtaba melalui sambungan telepon, Sabtu (1/5/2021) seperti dikutip dari Wartakotalive.com.
"Kurang dari setahun Mujtaba tinggal di India, kabar buruk datang dari Tanah Air berupa pandemi Covid-19 yang telah melanda sebagian wilayah di Indonesia," ujarnya lagi.
Saat itu, dia sudah khawatir perkembangan penyebaran pandemi virus corona yang akan menyentuh India.
"Ini di Mumbai, India sendiri itu mulai lockdown hampir sama dengan Indonesia sekitar bulan Maret 2020. Maret itu sudah lockdown total dan itu luar biasa. Jadi semua toko total lockdown 24 jam," ujarnya.
Mujtaba yang tinggal di asrama khusus mahasiswa asing di kawasan Navi, Mumbai, Maharashta, terimbas kebijakan lockdown tersebut.
Perkuliahan yang biasa digelar dengan cara tatap muka menjadi pertemuan secara daring atau online.
"Saya tinggal di hostel semacam asrama, Ini hostel utk mahasiswa asing, alhamdulillah kami berkumpul dengan mahasiswa Afganistan, Afrika, Kamboja, dan juga dari Kenya," ujarnya.
Setelah lockdown Covid-19 pertama, mereka berharap bisa menjalani kuliah tatap muka kembali. Sebab, saat itu kasus virus corona sudah mulai menurun.
Pemerintah setempat pun membuka angin segar untuk mahasiswa tentang rencana membuka kembali perkulian secara tatap muka.
"Alhamdulillah pada covid-19 pertama itu masyarakat benar-benar mematuhi prokes (protokol kesehatan) dan manut betul pada pertauran pemerintah."
Bahkan, kata dia, akhir tahun 2020, Menteri Kesehatan India menyampaikan bahwa kondisinya negara dan penanganan pemerintah India terhadap pandemi virus corona cukup baik.
"Itu terbukti kurang lebih ada 1,3 juta masyarakat India sudah divaksin," ucap Mujtaba.
Perkuliahan pun direncanakan dibuka kembali pada 14 Februari 2021 secara offline atau tatap muka langsung.
Akan tetapi harapan tersebut sirna karena India kembali diterjang badai pandemi Covid-19 untuk kedua kalinya.
Virus varian barunya lebih berbahaya dalam penularan maupun infeksinya ketimbang badai pertama virus corona.
Kasus infeksi Covid-19 yang meninggi disertai angka kematian secara signifikan memaksa pemerintah setempat kembali mengambil kebijakan lockdown.
Menurut dia, pemerintah setempat memberlakukan lockdown dari tanggal 13-30 April 2021.
"Untuk saat ini yang kami dapatkan dari informasi media setempat kemungkinan (lockdown) akan diperpanjang," katanya.
Mujtaba menuturkan, kali ini pembatasan kegiatan yang diberlakukan Pemerintah India berbeda dengan penanganan saat badai pertama pendemi Covid-19.
Kala itu seluruh kegiatan masyarakat dibatasi dalam waktu hampir 24 jam.
Sedangkan, lockdown kali ini aktivitas ekonomi masyarakat masih diperbolehkan dengan batasan-batasan waktu operasionalnya.
Langkah itu terbukti dapat menurunkan secara perlahan kasus infeksi Covid-19 di India.
"Artinya ada jam pembatasan dari jam 7 pagi sampai jam 11 pagi masyarakat diperbolehkan untuk beraktivitas seperti berbelanja sembako, dan untuk mengurusi hal-hal yang lain juga itu diperbolehkan."
"Setelah itu semua wajib tutup kecuali bagian esensial seperti apotek, rumah sakit, dan tim medis yang melaksanakan tugas covid-19," kata Mujtaba.
Dia mendapat kabar dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Mumbai, tren kesembuhan baik dan kasus terus menurun.
Menurutnya, kasus Covid-19 di India meningkat kembali disebabkan karena masyarakat lalai terhadap protokol kesehatan.
Kelalaian prokes covid-19 di masyarakat terjadi setelah pemerintah setempat mengumumkan kasus infeksi Covid-19 mulai pasif.
(*)