Gridhot.ID - Presiden pertama Indonesia yaitu Ir Soekarno dikenal dengan kharismanya yang mampu memikat masyarakat Indonesia.
Pidato dan cara kepemimpinannya kerap menjadi inspirasi banyak orang.
Selain itu dilansir dari intisari-Online, sosok yang akrab disapa Bung Karno itu memiliki banyak istri.
Selama hidupnya, Soekarno pernah menikah sebanyak sembilan kali.
Setiap istri Soekarno pun masing-masing memiliki kisah cinta yang menarik dengan sang Proklamator.
Salah satu yang mencuri perhatian adalah Ratna Sari Dewi.
Istri ke-5 Soekarno ini banyak disorot karena kecantikannya.
Berdarah Jepang, wanita yang juga dikenal sebagai Dewi Soekarno itu menikah dengan Soekarno pada 1962.
Tak lama setelah menikah, Dewi Soekarno dihdapkan pada pergolakan politik dan kekuasaan Soekarno pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Kekuasan Soekarno saat itu mulai melemah.
Terutama pasca-peristiwa Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret.
Soekarno “dikabarkan” memberi mandat kepada Soeharto untuk memulihkan stabilitas politik nasional yang goyah akibat Gerakan 30 September 1965.
Kata “dikabarkan” sebenarnya untuk menunjukkan mengenai polemik yang terjadi seputar Supersemar.
Banyak yang meragukan adanya pemberian mandat itu.
Apalagi, hingga saat ini naskah asli Supersemar tidak pernah ditemukan.
Aiko Kurasawa dalam bukunya berjudul Peristiwa 1965: Persepsi dan Sikap Jepang, menulis, Dewi melakukan berbagai upaya rekonsiliasi antara Soekarno dan Angkatan Darat.
Dalam diskusi di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (10/3/2016), Aiko menuturkan, Dewi rela pergi ke Jepang Pada 6 Januari 1966.
Dewi bertemu dengan Perdana Menteri Sato agar memberikan dukungan bagi Soekarno.
"Namun, saat itu, Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk berada di sisi Soeharto, dan secara bertahap meninggalkan Soekarno," ujar Aiko.
Dalam periode tahun 1965, Jenderal M Jusuf sempat mendatangi Dewi sambil menyampaikan dirinya diutus oleh Soeharto.
Jusuf prihatin dengan posisi Soekarno yang selalu dikelilingi oleh Soebandrio dan Hartini yang dianggap pro-PKI.
Atas dasar itu, Jusuf minta Dewi untuk membujuk suaminya agar menyerahkan kekuasaan politik kepada Soeharto secara damai, dengan sepenuhnya tetap menyandang status sebagai presiden.
Jusuf mengatakan, hanya Dewi yang mampu membujuk Soekarno.
Menurut Aiko, pasca-Supersemar Dewi belum menyadari dampak serius Supersemar terhadap suaminya.
Dewi juga disebut sangat gembira dengan pelarangan PKI dan penahanan Soebandrio.
Pada 15 Maret 1966, Dewi merencanakan jamuan makan malam untuk merayakan pelarangan terhadap PKI.
Namun, acara dibatalkan karena Soekarno marah besar ketika mendengar rencana itu.
Kemudian pada 20 Maret 1966, menurut Aiko, Soeharto pernah bermain golf dengan Dewi.
Dalam pemberitaan media Jepang, Asahi Shimbun, tanggal 23 Maret 1966, saat bermain golf, Soeharto memberikan tiga opsi kepada Dewi sehubungan dengan nasib suaminya.
Pertama, pergi ke luar negeri untuk beristirahat.
Kedua, tetap tinggal sebagai presiden sebulan saja.
Ketiga, mengundurkan diri secara total.
Soeharto mengusulkan Dewi memilih opsi pertama dan menyarankan Jepang atau Mekkah sebagai tempat peristirahatan.
"Belakangan, Dewi memberikan kesaksian kepada saya bahwa begitu mendengar tiga opsi saran Soeharto itu, Dewi menyadari bahwa ia dan suaminya telah kalah dalam pertandingan ini," tulis Aiko.
(*)