Jokowi Ngotot Kejar Target, Padahal Banyak Daerah Kekurangan Stok Vaksin Covid-19, Birokrasi Ini Disebut Buat Rumit Vaksinasi

Selasa, 27 Juli 2021 | 16:13
Dok. South Shore via Kompas.com

Sentra vaksinasi di South Shore

Gridhot.ID - Pemerintah kini memang sedang berusaha menggalakkan vaksinasi covid-19.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Pemerintah bahkan berusaha membawa pulang vaksin dari berbagai merek ke Indonesia agar segera bisa digunakan.

Kendati demikian, praktik vaksinasi Covid-19 di lapangan kini terhambat lantaran pemerintah belum mampu mencapai target suntikan harian.

Dikutip Gridhot dari Kontan, mulanya, pemerintah menargetkan 1 juta suntikan vaksin Covid-19 per harinya. Target tersebut pernah tercapai pada 26 Juni tepatnya sebanyak 1,3 juta suntikan vaksin Covid-19.

Baca Juga: Tangis Duka Bella Saphira, Kehilangan Sosok Penting di Hidupnya, Sudah Dianggap Kakak dan Sahabat: Rest in Peace Kekasih Tuhan...

Presiden Jokowi lantas meningkatkan target menjadi 2 juta suntikan per hari untuk mempercepat terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) guna memutus penularan Covid-19. Tak tanggung-tanggung, Jokowi bahkan menginginkan vaksin harian mencapai 5 juta suntikan.

Namun, sejak rekor 1 juta suntikan vaksin tercapai, jumlah penyuntikan kembali menurun di bawah 1 juta. Bahkan hingga kini jumlah penyuntikan juga belum pernah mencapai angka 2 juta sebagaimana yang dicanangkan pemerintah.

Adapun dari target 208.265.720 orang, baru 18.129.878 yang telah mendapat dosis lengkap vaksinasi Covid-19 atau setara dengan 8,7%.

Stok vaksin kurang

Terhambatnya vaksinasi Covid-19 terjadi karena stok vaksin yang kurang di sejumlah daerah. Hal itu diakui Kepala Dinas Kesehatan Sumsel, Lesty Nuraini. Ia mengatakan, sejak Januari sampai Juli 2021 mereka hanya mendapatkan sebanyak 1,6 juta dosis vaksin Covid-19.

Baca Juga: Kalina Ocktaranny Hanya Bisa Gigit Jari, Rahasia Vicky Prasetyo Satu Per Satu Mulai Terungkap, Ayah Tiri Azka Ternyata Punya Hubungan Spesial dengan Artis Ini

Dari total jumlah tersebut hanya tersisa 100.000 dosis untuk tahap kedua.

"Sisa vaksin tidak ada lagi, bisa dikatakan habis. Kalau pun ada itu untuk dosis dua," kata Lesty dalam pemberitaan Kompas.com, Rabu (21/7).

Lesty menerangkan, setiap bulan, Sumatra Selatan hanya mendapatkan 150.000 vial vaksin. Sementara, idealnya, untuk mengejar target percepatan vaksin Covid-19 mencapai 70% yakni 300.000 setiap bulannya.

Meski demikian, kelangkaan vaksin Covid-19 ini menurut Lesty bukan hanya terjadi di Sumatra Selatan.

Stok vaksin Covod-19 habis atau menipis juga terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. "Karena memang vaksin ini terbatas, jadi kita maklum juga," ujarnya.

Baca Juga: Innalillahi Wa Innailaihi Rajiun, 9 Hari Koma, Presenter Cantik Ini Hembuskan Napas Terakhirnya Saat Sedang Berada di Puncak Karirnya, Kejadian Ini Buat Kepalanya Harus Dibedah

Hal senada dilontarkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ia mengeluhkan kurangnya stok vaksin yang dialokasikan oleh Kementerian Kesehatan. Kurangnya stok vaksin mengakibatkan jumlah cakupan vaksinasi di Jawa Tengah masih rendah.

Hal itu ia ungkapkan saat rapat koordinasi (Rakor) terkait penanganan Covid-19 di Jawa Tengah dengan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin, Jumat (23/7).

Ganjar mengatakan, suntikan vaksin dosis pertama di Jawa Tengah baru sebesar 16,16% dan dosis kedua 8,28%.

"Saya laporkan Pak Wapres, masyarakat ini di Jawa Tengah berebut untuk divaksin. Kawan-kawan Bupati/Walikota itu semua rindu vaksin," kata Ganjar dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (24/7).

Adapun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, stok vaksin Covid-19 yang saat ini dimiliki pemerintah sebanyak 22 juta dosis. Sedianya, stok yang dimiliki sebanyak 85 juta dosis vaksin.

Tetapi, dari jumlah itu yang telah disuntikkan kepada masyarakat sebanyak 63 juta dosis hingga kemarin. "Jadi ada stok pusat, provinsi, kabupaten/kota sekitar 22 juta dosis. Itu stok enggak sampai satu bulan," kata Budi dalam konferensi pers secara virtual, Senin (26/7).

Baca Juga: Dituduh Serakah Karena Tuntut Rezky Aditya Rp 17,5 Miliar, Wenny Ariani Meradang Hingga Ungkit Momen Tak Bisa Beli Susu Anak: Semua Ninggalin...

Budi mengatakan, 132 juta dosis yang telah didatangkan ke Tanah Air merupakan dalam bentuk bahan baku dan baru 80% dosis yang menjadi vaksin jadi. "Jadi, vaksin jadinya sekitar 105 juta dosis cuma jadinya 1,5 bulan sejak bahan bakunya datang. Itu sebabnya kenapa kalau kita sekarang baru ada 85 juta karena sisanya 20 juta masih dalam proses di pabrik sedang dibikin," ujarnya.

Lebih lanjut, Budi memahami semangat masyarakat di daerah untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. Oleh karenanya, ia mengatakan akan berusaha memenuhi stok vaksin untuk kebutuhan dalam negeri.

"Kita akan berusaha memenuhinya sampai sekarang sampai akhir bulan Juli akan datang sekitar 8 juta vaksin Sinovac dan 4 juta vaksin AstraZeneca. Jadi 12 juta akan datang mulai tanggal 25 sampai tanggal 31. Nanti akan kita kirimkan," pungkasnya.

Rumitnya proses administrasi

Tak hanya kekurangan stok, proses vaksinasi di lapangan juga terkendala masalah birokrasi. Melalui media sosial Twitter, sejumlah warga mengaku sulit mendapatkan vaksin karena persoalan birokrasi.

Seorang warganet bercerita soal kerabatnya yang gagal mengikuti vaksinasi karena kartu tanda penduduk (KTP) barunya hilang dan hanya memiliki KTP yang lama. Ironisnya, tak lama setelah gagal mendapat vaksin, kerabat warganet itu disebut terpapar Covid-19 kemudian meninggal dunia.

Baca Juga: Bahagia Lihat Rizki DA dan Nadya Mustika Rukun Lagi, Ridho Berikan Pesan Ini dan Ungkap Harapannya Soal Jodoh, Bakal Susul Kembaran Nikah?

Warganet lain bercerita, ia dan keluarganya sudah menjalani proses screening dan dinyatakan dapat menerima vaksin. Namun, hal itu gagal karena mereka tidak membawa fotokopi KTP.

Menyikapi itu, anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menyatakan, warga yang ingin mendapatkan vaksin hendaknya tidak dipersulit oleh persoalan-persoalan birokratis. "Berulang kali saya sampaikan bahwa vaksinasi tidak boleh birokratis, apalagi dipersulit. Target penyuntikan 2-5 juta ini harus dipermudah dengan berbagai pendekatan," kata Netty.

Netty mengatakan, masyarakat yang memiliki KTP atau nomor induk kependudukan (NIK) semestinya dapat ikut vaksinasi tanpa dibatasi lokasi atau domisili. "Pemerintah harus mempermudah mekanismenya," ujarnya.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang