Gridhot.ID - Sertifikat Vaksin covid-19 kini mendapatkan sorotan tajam.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, sertifikat vaksin covid-19 kini menjadi syarat berbagai agenda seperti perjalanan jarak jauh bahkan sampai masuk ke Mall.
Namun aturan tersebut kini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Dikutip Gridhot dari Kontan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan memperkuat aplikasi PeduliLindungi sebagai skrining di mal yang akan terhubung dengan sistem di Kementerian Kesehatan (Kemkes) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sehingga bisa diketahui soal status vaksinasi pengunjung tersebut.
Rencana ini juga diperkuat dengan usulan dari Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid. Arsjad Rasjid bilang karena PPKM diperpanjang, maka agar mal dan pusat perbelanjaan bisa dibuka secara normal perlu adanya kebijakan baru mewajibkan pengunjung mal untuk menunjukan sertifikat vaksin.
Pemerintah sendiri memang tengah mengadopsi kebijakan sejumlah negara yang mulai membuka akses masyarakat ke fasilitas umum dan layanan publik dengan cara menunjukkan sertifikat vaksin korona. Namun, rencana ini langsung mendapat pro dan kontra dari berbagai pihak.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyambut baik rencana ini.
Menurutnya, kebijakan ini dapat mendorong percepatan vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity. "Ini langkah yang positif karena bisa mendorong orang untuk vaksin," ujar dia, Selasa (27/7).
Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais menilai, rencana ini memungkinkan untuk dilaksanakan dengan alasan untuk mencegah penularan Covid-19. "Namun, perlu ada pengecualian bagi orang yang belum divaksinasi karena akses vaksinasi yang belum merata dan akan menimbulkan diskriminasi," katanya.
Vaksin belum merata
Sementara Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo tidak sepakat dengan usulan kebijakan ini. Ia menilai syarat menunjukkan sertifikat vaksin untuk mengakses layanan publik, seperti masuk ke mal atau pusat perbelanjaan belum tepat jika diterapkan saat ini.
Menurutnya, jika melihat praktik di negara lain seperti di Singapura ketentuan tersebut memang sudah diterapkan. Namun bagi Indonesia yang angka vaksinasinya masih rendah belum tepat dilakukan. Apalagi, akses vaksinasi yang sudah cukup baik baru di DKI Jakarta dan Bali.
"Ketentuan vaksin sebagai syarat akses pelayanan publik hanya bisa diterapkan kalau rasio jangkauan vaksinasinya (dosis lengkap) sudah di atas 50%," ujar dia.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio tak sependapat dengan hal ini. Dia menilai kebijakan ini bertentangan dengan upaya pembatasan kegiatan yang dilakukan pada saat ini. Alhasil, rencana ini justru berpotensi kembali meningkatkan kasus Covid-19.
"Kalau karantina (pembatasan) setengah-setengah mending tidak usah, dibuka saja semua," ujar Agus.
Agus menuding berbagai rencana pelonggaran ini merupakan hasil lobi dari pihak tertentu, sehingga penanganan Covid-19 tak pernah tegas.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga pesimistis bila benar kebijakan sertifikat vaksin jadi syarat masuk ke mal atau pusat perbelanjaan bisa mengangkat penjualan ritel yang saat ini anjlok. Pasalnya, jumlah vaksinasi masih sangat rendah di Indonesia.
"Progress vaksinasi lengkap atau dua kali dosis baru mencapai 6.6% dari total populasi penduduk," ujar dia.
Dus, dia mewaspadai potensi rugi mal dan pusat perbelanjaan bila dipaksa buka saat PPKM masih berjalan.
(*)