GridHot.ID - Polymerase Chain Reaction (PCR) menjadi salah satu metode untuk memeriksa kondisi pasien positif covid-19.
Saat ini, PCR masih menjadi metode paling valid untuk tes Covid-19.
Dilansir dari situs The Guardian, metode PCR dapat menemukan partikel virus pada tubuh setiap individu dan menempatkan urutan gen virus Corona tertentu.
Dikutip dari Kompas.com, pada masyarakat umum, tes ini lebih populer dengan nama swab test.
Metode PCR dilakukan oleh para petugas kesehatan dengan menyeka bagian hidung atau belakang tenggorokan.
Hal ini sebagai upaya mengambil sampel air liur atau mengumpulkan sampel cairan dari saluran pernapasan bawah.
Pemeriksaan PCR membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan hasil karena hanya dapat dilakukan di laboratorium yang sudah ditunjuk pemerintah.
Namun, harga tes PCR di Indonesia kini justru menjadi sorotan.
Mengutip TribunSolo.com, sebagai pembandingnya tarif tes PCR di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan di India.
Diberitakan India Today, 4 Agustus 2021, India memangkas harga tes PCR yang sebelumnya 800 Rupee menjadi 500 Rupee atau setara Rp 96.000 berdasarkan kurs saat itu.
Sementara itu bagi mereka yang ingin melakukan tes PCR di rumah, biayanya 700 Rupee per tes. Sebelumnya tes PCR di rumah dihargai 1.200 Rupee.
Selain itu harga rapid tes antigen di India juga turun menjadi 300 Rupee.
Dilansir dari TribunNews, satu diantara sosok yang menyoroti hal ini adalah Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay.
Saleh mendorong agar pemerintah melakukan perbandingan harga PCR dengan negara lain.
Satu di antaranya dengan negara asal aktor ternama Shah Rukh Khan, India.
"Dari pemberitaan yang ada, harga PCR di negara Shah Rukh Khan itu jauh lebih murah dari harga yang ada di Indonesia. Kalau dibandingkan, hampir mencapai 1 banding 10," ujar Saleh kepada Tribunnews.com, Sabtu (14/8/2021).
Di India tes PCR dipatok Rp 96 ribu saja atau hanya sekitar 10 persen dari tarif batas atas yang ditentukan Pemerintah RI, yakni sekira Rp 900 ribu.
Sementara itu, Wakil ketua DPD RI, Sultan B Najamudin angkat bicara mengenai persoalan ini. Menurutnya tes PCR adalah alat tes yang seharusnya dapat terjangkau oleh seluruh masyarakat. Sebab akurasi alat deteksi infeksi virus tersebut sangat berpengaruh terhadap tindakan kepada si pasien hingga perlakuan kebijakan terhadap penyebaran Covid-19.
"Yang pertama ingin saya sampaikan bahwa cara pandang utama dalam menghadapi pandemi pada saat ini adalah dengan menggunakan kacamata kemanusiaan. Dan untuk mewujudkannya diperlukan kehadiran negara", ujar Sultan.
Sultan juga menambahkan bahwa selama ini banyak sekali kasus terinfeksi Covid-19 yang tidak terdeteksi dikarenakan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri. Baik karena tidak memahami pentingnya mendeteksi dini kondisi kesehatan ataupun ketidak mampuan dikarenakan akses dan biaya.
"Kita semua yakin banyak sekali masyarakat yang tidak melakukan tes padahal dia telah tertular dan terinfeksi virus, sehingga penyebaran terjadi diluar pantauan pihak pemerintah", tandasnya.
Lalu menurutnya, tidak boleh ada pihak manapun yang "berbisnis" mengambil keuntungan sedikitpun dengan memanfaatkan situasi bencana saat ini.
"Maka saya meminta agar pemerintah dapat membuat kebijakan ulang untuk menurunkan biaya tes tersebut ke limit yang paling minimum," tegasnya.
Mantan Wakil Gubernur Bengkulu tersebut juga mengimbau kepada klinik dan rumah sakit yang menyediakan tes PCR agar lebih menggunakan pendekatan manusiawi dalam menerapkan biaya kepada masyarakat.
"Bicara pelayanan kesehatan bagi masyarakat dalam konteks apapun tidak bisa ditinjau dari untung-rugi. Yang menjadi tugas utama kita semua adalah memastikan keselamatan seluruh rakyat Indonesia," tutupnya.
Penjelasan Kemenkes
Dilansir dari Kompas.com, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa saat ini Indonesia masih terkendala karena impor.
"Karena tes PCR kita masih impor ya termasuk bahan bakunya juga, sebagian besar juga impor," kata Nadia, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (14/8/2021).
Ketika ditanya apakah Indonesia memiliki rencana untuk membuat PCR sendiri, dia menjawab bahwa produksi dalam negeri sudah ada, tapi masih ada bahan baku yang diimpor.
"Kita sudah ada produksi dalam negeri, tapi masih ada bahan baku yang tetap harus impor," ujar dia.
(*)