GridHot.ID - Kasus guru bejat yang merudapaksa para santriwatinya di Pesantren Manarul Huda Antapani jadi pembicaraan masyarakat.
Melansir Grid.id, dikenal sebagai guru di Pesantren Manarul Huda Antapani, Herry Wirawan justru mencerminkan sikap tak terpuji.
Sebagai guru, Herry Wirawan seharusnya membimbing dan melindungi murid-murid, terlebih di pesantren.
Sayangnya, Herry Wirawan justru bersikap sebaliknya dengan melecehkan para santri.
Ironisnya, aksi bejat Herry Wirawan ini sudah berjalan sejak 2016 hingga 2021 ini.
Dikutip Grid.id dari Kompas TV, Minggu (12/12/2021), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut mengungkapkan, korban pemerkosaan bertambah menjadi 21 santriwati.
Ya, jumlah korban yang semula 12 orang, kini bertambah menjadi 21.
Mirisnya lagi, 8 dari korban disebutkan hamil dan satu korban lagi sudah memiliki 2 anak.
Dilansir dari tribunwow.com, nasib anak yang dilahirkan oleh sejumlah santriwati korban rudapaksa HW, pemimpin pondok pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat menuai sorotan.
Satu di antaranya, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Mudzakkir ikut menyoroti hal tersebut.
Menurut Prof Mudzakkir, nasib anak tersebut merupakan tanggung jawab HW, tetapi dalam bentuk putusan di pengadilan.
Misalnya, anak tersebut dibesarkan dengan harta kekayaan dari pelaku pemerkosaan.
"Terkait dengan bayi-bayi yang dilahirkan, itu juga tanggung jawab terdakwa tapi itu harus dalam bentuk putusan pengadilan."
"Jadi misalnya keputusan pengadilan wajib memelihara anak yang diambilkan dari harta kekayaan terdakwa," kata Prof Mudzakkir, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Minggu (12/12/2021).
Prof Mudzakkir juga menyebut, tanggung jawab soal anak bisa disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kepada jaksa penuntut umum.
Nantinya, koordinasi dari kedua belah pihak bisa meminta agar anak yang lahir menjadi tanggung jawab HW yang diambil dari harta kekayaannya.
"Saya kira itu bisa dihubungkan melalui LSPK atau jaksa penuntut umum juga bisa."
"Mungkin bisa koordinasi agar anak yang lahir nanti itu menjadi tanggung jawab terdakwa yang diambil dari harta kekayaan terdakwa," jelasnya.
Di sisi lain, Prof Mudzakkir juga menyoroti soal kerugian psikis dan materiil para santriwati yang menjadi korban pemerkosaan HW sejak 2016 hingga 2021ini.
Menurutnya, para korban bisa menuntut ganti rugi tersebut melalui harta kekayaan pelaku.
"Menurut saya lihat kekayaan yang dimiliki oleh terdakwa, kalau misal terdakwa punya harta kekayaan itu bisa dibebankan kepada terdakwa yang namanya disebut sebagai ganti kerugian yang diderita oleh para korban-korban itu."
"Jadi (ganti rugi, red) terhadap korban di satu sisi, dan kedua terhadap anak korban di sisi yang lain," ungkapnya.(*)