Gridhot.ID - Penyanyi Denada tinggal di Singapura bersama buah hatinya, Aisha sejak 2018.
Ia menemani anaknya menjalani pengobatan kanker darah atau leukemia di rumah sakit Singapura.
Dikutip Kompas.com dariYouTube MAIA ALELDUL TV, Denada menceritakan perjuangannya bertahan hidup di Singapura.
"Iya emang kami dikasih tahu dokter ada di sini, sudah tahu ingat ya kalau di Singapura berarti akan dua sampai tiga kali lipat lebih mahal dari treatment di Indonesia. Jadi itu diingetin dulu, kami sudah tahu," ujar Denada, Minggu (2/1/2022).
"Dan memang 2 tahun ini berat banget, sebelumnya sih masih gampang karena dari sana ke sini penerbangan banyak. Aku dulu sering pulang ke Indonesia dari sana subuh, sampai sini kerja seharian, flight terakhir aku pulang ke Singapura," lanjut Denada.
Namun, ketika pandemi Covid-19 merebak pada2 tahun terakhir ini, Denada merasa sangat kesulitan.
Sebab, Denada menjadi berhenti bekerja.
Alhasil ia menjual aset dan bareng-barang berharganya untuk biaya hidup dan pengobatan sang anak.
"Waktu pandemi ini, jual jual semua yang ada. Rumah, rumah yang di sini masih on sale ya belum ketemu jodohnya. Rumah yang sekarang kami tempati, aku kan sekarang tinggal di Bintaro, kami juga lagi iklankan untuk dijual," ucap Denada.
"Mobil (juga dijual), sekarang aku pakai punya mama. Jadi semua apa pun yang aku jual, tas branded, perhiasan, kebetulan yang posisinya ada di Indonesia," sambung Denada.
Meski begitu, Denada tak pernah menyesal sudah menjual barang-barang berharganya untuk biaya hidup dan pengobatan putrinya.
"Seperti yang aku bilang ini buat aku tidak ada kepahitan, dalam hatiku 'Alhamdulillah ada barang-barang itu.' Kalau enggak ada barang-barang itu yang bisa dijual aku enggak tahu lagi deh gimana caranya bisa survive dua tahun belakangan ini," tuturnya.
Ketika hadir di acara Rumpi Trans TV, Denada sempat menceritakan ketika uang di rekeningnya hanya tersisa Rp 200 ribu.
Denada menyadari pandemi Covid-19 membuat keuangan semua orang dari sektor apapun cukup terhambat.
"Ya aku enggak bisa dapat pekerjaan apa pun dari pekerjaan aku selama ini, enggak bisa dapat pendapatan dan penghasilan apa pun. Aku berusaha mencari cara bagaimana aku bisa menghasilkan walaupun yang sifatnya sampingan," ucap Denada dikutip dari YouTube TRANS TV Official, Rabu (22/12/2021).
"Dan aku akhirnya ambil sertifikasi kelas zumba, aku mengajar, dan akhirnya aku benar-benar tekuni dengan jiwa dan raga," ujar nya.
Denada kemudian menceritakan momen tersulit ketika uangnya hanya tersisa Rp 200 ribu.
Uangnya terkuras karena kebutuhan sehari-hari dari mulai biaya tinggal di apartemen hingga rental mobil untuk pulang-pergi Aisha ke rumah sakit.
Denada tidak mau mengambil risiko untuk naik kendaraan umum mengingat situasi pandemi Covid-19.
"Listrik, belum lagi untuk biaya segala macam. Apalagi, pada saat itu kita juga lagi siap-siap untuk mempersiapkan Aisha sekolah. Jadi memang kesulitannya itu ya kesulitan sekali," ucapnya.
Meski dalam keadaan seperti itu,ia sangat bersyukur kepada Tuhan karena diberi daya juang yang tinggi dan tak mudah putus asa.
Ia juga mengungkapkan bagaimana campur aduk perasaannya karena terpaksa meninggalkan Aisha di Singapura.
Sebagai informasi, Denada harus kembali ke Indonesia untuk bekerja. Sebab, di Singapura dia hanya bekerja sampingan menjadi instruktur zumba.
Ketika meminta izin ke Aisha, Denada berusaha memberi pengertian dan mengungkapkan alasan kembali ke Indonesia.
Menurut Denada, Aisha mengakui sebenarnya keberatan sang ibu pulang. Namun pada akhirnya dia memberi izin.
"Beberapa hari yang lalu, aku zoom sama dia, dia bilang, 'dua malam lalu aku nangis sendiri malam-malam. Because I miss you'," tutur Denada.
Dikatakan Denada, kondisi kesehatan terkini Aisha mulai membaik. Bahkan sudah dibolehkan masuk sekolah.
"Anakku alhamdulillah baik. Alhamdulillah anakku sudah bisa sekolah sama dokternya itu alhamdulillah aku bersyukur," ujar Denada.
Denada mengatakan, ini tahun pertama anaknya masuk ke sekolah.
Sebab selama tiga tahun belakangan ini, Aisha hanya berdiam di rumah dan sekitaran rumah sakit.
"Baru Agustus lalu, bayangin ya kami kan masuk tahun 2018 masuk tahun keempat di Singapura. Tiga tahun di Singapura Aisha hanya di rumah, rumah sakit. Kalu aku ajak supermarket, perginya pun ke supermarket di rumah sakit," ucap Denada.
"Dia tidak pernah ada di ruang lingkup (sekolah) itu. Dia tidak pernah bersosialisasi, berteman dengan anak-anak lain di luar dari pasien-pasien itu," lanjutnya.
Namun, ketika Aisha mulai bersosialiasi, ada hal yang dikhawatirkan juga oleh Denada.
Sebab sepulang sekolah, ada beberapa bagian tubuh Aisha yang kerap terluka karena keasyikan bermain.
"Tiba-tiba dia sekolah, bersosialisasi, berteman baik, main perosotan, main sama teman-temannya. Jadi hari pertama ke sekolah benjol karena dia tidak biasa beraktivitas di lingkungan lain selain rumah dan rumah sakit," kata Denada.
"Jadi dia begitu ada di lingkungan baru dia enggak tahu bagaimana ngejaga dirinya, menavigasi dirinya di sebuah tempat baru dia enggak bisa," tutur Denada.
(*)