Gridhot.ID - Kopassus memang bukanlah pasukan sembarangan.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, tak terhitung sudah berapa misi besar negara yang berhasil dituntaskan Kopassus.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman mengakui bahwa tidak mudah menjadi seorang prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Hal itu disampaikan setelah dirinya menjalani tahap latihan anti-teror dari Kopassus untuk bisa mendapatkan brevet dan baret Korps Baret Merah.
"Ini sudah sebagian saya lewati dan memang latihan sangat berat. Ini menunjukkan tidak mudah menjadi prajurit Kopassus," ujar Dudung kepada awak media di Mako Kopassus, Jakarta, Selasa (21/12/2021).
Oleh sebab itu kemampuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) memang tak bisa dianggap enteng.
Pasalnya, pasukan baret merah itu menjadi salah satu pasukan elit yang paling berbahaya.
Dikutip Gridhot dari Intisari, salah satu prestasi Kopassus adalah berhasil mengalahkan pemberontak Kongo.
Strategi Kopassus kalahkan ribuan pemberontak Kongo menunjukkan kecerdikan pasukan baret merah andalan TNI.
Kopassus kala itu hanya menggunakan strategi sederhana yang membuat ribuan pemberontak Kongo menyerah tanpa adanya baku tembak.
Kesuksesan misi Kopassus kala itu menunjukkan jika Kopassus tak hanya ahli dalam bertempur, tapi juga ahli dalam mengatur strategi.
Dilansir dari Kompas dalam artikel 'Dari RPKAD ke Kopassus, Ini Perjalanan Pasukan Baret Merah TNI AD', Kopassus saat itu jadi bagian dari Kontingen Garuda III di Kongo 1962-1963.
Kala itu, Kongo tengah dilanda konflik mencekam akibat adanya pemberontak.
Suatu ketika markas pasukan Garuda III diserang para pemberontak yang merasa terusik terhadap kehadiran pasukan Garuda III.
2000 pemberontak menyerang secara tiba-tiba markas Garuda III yang hanya dihuni 300 orang.
Baku tembak yang cukup sengit membuat sejumlah pasukan Garuda III mengalami cedera ringan.
Menjelang subuh, para pemberontak pun mengehentikan serangannya.
Namun, pasukan Garuda III justru tak tinggal diam, 30 anggota Kopassus pun diturunkan menjadi tim paling depan.
Pagi hari, 30 anggota Kopassus ini memulai perjalanan menuju lembah mematikan, disebut 'no man's land' atau kawasan tak bertuan di atas kekuasaan pemberontak.
30 anggota Kopassus ini menyamar menjadi warga Kongo dengan membawa bakul sayuran, kambing, dan sapi.
Mereka berjalan menyusuri danau. Setelah matahari terbenam, mereka memantapkan strategi penyerangan sambil beristirahat di tepi danau.
Strategi cerdik Kopassus pun dilakukan tanpa diawali gempuran bom.
Tepat pukul 12 malam, mereka membungkus diri menggunakan kain putih di atas kapal hitam.
Kain putih itu pun melayang-layang terterpa angin malam.
Semerbak bawang putih tercium dari sosok mereka yang melayang-layang bak hantu gentayangan.
Mereka sengaja menyamar menjadi hantu untuk menundukkan pasukan pemberontak itu.
Pasalnya, pemberontak itu percaya dan sangat takut pada hantu putih.
Hal itulah yang dimanfaatkan anggota Kopassus untuk memberikan serangan ampuh.
Terbukti, saat 'hantu putih' itu mendekat menerobos pintu masuk, para pemberontak gemetar ketakutan.
Dalam waktu 30 menit saja, markas pemberontak pun terkuasai. Sebanyak 3.000 pemberontak menyerah tanpa adanya baku tembak.
Memang terlihat mustahil, Panglima PBB Kongo Letjen Kadebe Ngeso pun seakan tak percaya dengan strategi cerdik prajurit Kopassus itu.
(*)