Rogoh Kocek Negara Rp 3,6 Triliun, Subsidi dari Pemerintah Tetap Buat Minyak Goreng Mahal dan Langka, Pakar Duga Bio Diesel dan Bingungnya Penjual Jadi Alasan

Minggu, 20 Februari 2022 | 18:13
KOMPAS.COM/FADLAN MUKHTAR ZAIN

Bupati Banyumas Achmad Husein sidak penjualan minyak goreng di Moro Ritel dan Grosir Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (19/2/2022).

Gridhot.ID - Minyak goreng hingga detik ini masih membawa masalah terkait harga dan kelangkaannya.

Dikutip Gridhot dari Tribunnews, harga minyak goreng memang sempat mencapati Rp 40 ribu per 2 liter pada November 2021 lalu.

Meski sudah ada beberapa solusi dari pemerintah, tetap saja hingga kini minyak goreng masih bermasalah.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, program minyak murah pemerintah justru menimbulkan masalah baru, yakni kelangkaan.

Padahal, subsidi yang dikeluarkan pemerintah tidak sedikit, mencapai Rp 3,6 triliun.

Di berbagai daerah, masyarakat justru mengeluh kesusahan mendapatkan minyak goreng.

Di ritel modern misalnya, rak-rak yang biasanya jadi etalase produk minyak goreng, lebih sering terlihat kosong.

Pedagang pasar tradisional maupun warung-warung juga mengaku tak menjual minyak goreng murah sesuai program pemerintah.

Kalaupun ada stok minyak goreng, itu pun masih dibanderol dengan harga mahal.

Baca Juga: Kelewat Baik Jadi Bos, Raffi Ahmad Sempat Beri Merry Upah Utuh Selama Berbulan-bulan Meski Sudah Resign dari Pekerjaannya: Satu Tahun Kamu Masih Saya Gaji

Lantas, mengapa minyak goreng masih langka dan mahal?

Penyebab minyak goreng langka dan mahal

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menjelaskan, ada sejumlah masalah yang menyebabkan minyak goreng masih mahal dan langka.

Masalah yang pertama, kata Bhima, yakni suplai penggunaan CPO untuk pangan khususnya pada minyak goreng yang terbatas.

"Minyak goreng kan bahan dasarnya CPO, sementara dalam kurun waktu empat tahun terakhir, pemakaian CPO terbagi dalam bio diesel, dan bio diesel memakan porsi yang cukup banyak," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (20/2/2022).

Kebingungan retailer

Kemudian, permasalahan kedua dikarenakan adanya kebingungan dari sisi retailer.

Walaupun pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET), imbuh dia, dalam penerapannya retailer masih menjual minyak goreng dari stok yang lama.

"Mereka tidak sanggup apabila stok minyak goreng yang sudah ada dijual dengan HET yang terbaru. Sementara kalau misalkan mereka ketahuan menjual stok lama dengan harga tinggi, mereka akan kena sanksi dari kepatuhan HET. Ini kan membingungkan," katanya.

Baca Juga: 'Salahnya Fatal!' Arya Saloka Ketawa Ngakak, Begini Reaksi Babe Cabita Dikira Menikah dengan Indah Permatasari, Arie Kriting Merasa Gagal

Pemerintah pun diminta bertanggung jawab untuk mengganti selisih harga minyak goreng stok lama para pedagang dengan HET terbaru.

Pemerintah terlambat mengantisipasi

Bhima menambahkan, permasalahan berikutnya lantaran terlambatnya antisipasi dari pemerintah.

Kelangkaan minyak goreng juga semakin diperparah oleh ketidaksiapan pemerintah karena harga CPO di level internasional masih mengalami kenaikan.

"Selain CPO-nya naik, juga untuk pemenuhan pasokan di dalam negerinya masih terbatas, harusnya diantisipasi sejak awal 2021. Jadi kepanikan ini, kelangkaan, juga disebabkan pemerintah yang salah," jelas dia. B

Penimbunan minyak goreng

Permasalahan keempat adalah faktor permainan berupa penimbunan minyak goreng.

Pemerintah disarankan untuk menindak para penimbun dengan sanksi pidana atau pencabutan izin usaha agar menimbulkan efek jera.

"Karena penimbunan ini kan artinya menyengsarakan para konsumen, masyarakat, dan pengusaha di sektor agro industri misalnya jadi terkena dampaknya," ucap Bhima.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, tribunnews