GridHot.ID - Menjelajahi masjid bersejarah memang tak ada habisnya di Indonesia.
Pasalnya, masjid-masjid bersejarah di Indonesia menjadi salah satu tempat berkembangnya agama Islam.
Salah satu masjid bersejarah yang dapat kamu kunjungi sebagai destinasi wisata religi adalah Masjid Raya Sultan Riau.
Menjadi salah satu peninggalan sejarah dari Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang, Masjid Raya Sultan Riau telah didirikan sejak tahun 1832 M diPulau Penyengat Indera Sakti, Kecamatan Tanjung Pinang Barat, Kepulauan Riau.
Sejarah berdirinya Masjid Raya Sultan Riau ini terbilang unik, pasalnya bangunan berwarna kuning itu didirikan menggunakan bahan-bahan yang tidak biasa.
Sejarah Masjid Raya Sultan Riau
Dikutip GridHot.ID dari Kompas.com, masjid ini dibangun saat Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman memerintah.
Pada awalnya, dinding masjid masih berupa kayu.
Namun oleh Raja Abdurrahman, para masyarakatsekitar diminta untuk menyumbang dana dan tenaga agar bisa memperbaiki masjid ini mengganti dinding bangunan dengan beton.
Banyak dari wargayang menyumbang telur mentah.
Karena terlalu banyak telur mentah, para pekerja lantas memanfaatkan putih telur sebagai bahan perekat yang dicampur dengan semen dan batu.
Pasalnya di daerah mereka, putih telur memang lazim digunakan untuk bahan perekat.
Selain bahan perekatnya yang unik, Masjid Raya Sultan Riau ini juga memiliki bentuk arsitektur yang khas loh.
Arsitektur Masjid raya Sultan Riau
Dikutip GridHot.ID dari Tribunbatam, Masjid ini memiliki 13 kubah dengan sepuluh kubah berbentuk bulat dan tiga berbentuk persegi panjang.
Jika dilihat, Masjid Raya Sultan Riau ini memiliki filosofi tersendiri dalam setiap sudutnya.Ada 4 menara yang dibangun di setiap sudut masjid.
Menara itu beratap kerucutdengan balutan warna hijau dan menjulang setinggi 18,9 meter.
Jika dijumlahkan hasilnya menunjukkan jumlah rakaat dalam salat fardu lima waktu, yakni 17.
Terdapat pula tujuh pintu yang ada di masjid ini melambangkan jumlah ayat dalam surah Alfatihah yang artinya pembukaan.
Jendelanya berjumlah enam buah melambangkan Rukun Iman.
Masjid ini memiliki lima ruangan utama, dari ruangan ini sampai ke ruangan mimbar.
Lima ruangan utama ini seperti jumlah Rukun Islam.
Luas keseluruhan kompleks masjid ini sekitar 54,4 x 32,2 meter.
Bangunan induknya berukuran 29,3 x 19,5 meter, dan ditopang oleh empat tiang.
Adapun empat tiang utama masjid tersebut menunjukkan jumlah Khulafaur Rasyidin atau sahabat Nabi.
Tak hanya itu, menariknya lagi di kanan dan kiri halaman depan masjid terdapat bangunan panggung tanpa dinding yang disebut balai-balai.
Tempat tersebut digunakan untuk menunggu waktu salat atau pada saat bulan ramadan menjadi tempat untuk buka puasa bersama.
Ada puladua rumah sotoh di bagian kiri dan kanan halaman depan masjid.
Rumah sotoh yang kini tertutup inidulunya terbuka dan digunakan sebagai tempat belajar ilmu agama dan musyawarah.
Selain itu, rumah sotoh juga menjadi tempat istirahat para musafir.
Menariknya, di depan pintu masuk utamamasjidterdapat lampu kristal hadiah dari Raja Prusia karena terkesan oleh kebaikan Kesultanan Riau-Lingga yang telah menerimaEberhardt Herman Rottger, yang menjalankan misi gereja, sebagai warga di kesultanannya.
Di sini juga terdapat Al-Qur’an tulisan tanganAbdurrahman Stambul yang ditempatkan dalam kotak kaca.
Namun peninggalan paling berharga dimasjidini ada di dalam lemari yang terdapat di ruangan depanmasjid.
Lemaritersebut bertuliskan kaligrafi di bagian depannya.
Usut punya usut, lemariberkaligrafi itu milik Yang Dipertuan Muda XRaja Muhammad Yusuf Al Ahmadi.
Di dalam lemari tersebut terdapat ratusan kitab dan buku yang dikumpulkan oleh Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi,nama yang diabadikan menjadi nama Gedung Perpustakaan dan Arsip DaerahKepulauan Riau.
Bagaimana?. Masjid Raya Sultan Riau sangat cocok bukan dijadikan tempat berwisata religi dan sejarah. (*)