Punya Arsitektur Khas Melayu, Begini Sejarah Masjid Agung Keraton Sambas, Tak Bisa Dilepaskan dari Kesultanan Brunei

Senin, 07 Maret 2022 | 05:13
Kompas.com

Masjid Agung Keraton Sambas

GridHot.ID - Mengunjungi masjid bersejarah saat Ramadhan tiba adalah ide yang menarik.

Selain dapat beribadah di bulan Ramdhan, masjid bersejarah juga dapat dikunjungi sebagai destinasi wisata religi untuk melihat langsung bukti nyata sejarah perkembangan Islam di Indonesia.

Salah satu masjid bersejarah tersebut terdapat di Sambas, Kalimantan Barat.

Masjid bersejarahyang diberi nama Masjid Agung Keraton Sambas initerletak sejauh224 km dari Pontianak.

Tentu, berdirinya masjid bersejarah di wilayah Kalimantan Barat ini tak bisa lepas dari Kesultanan Sambas.

Lantas, bagaimana asal muasal dibangunnya masjid yang satu ini?.

Sejarah Masjid Keraton Sambas

Dikutip GridHot.ID dari Kompas.com, berdirinya Masjid Keraton Sambas bermula dari didirikannya Kesultanan Sambas.

Cikal bakal Kesultanan Sambas sendiri bermula dari Kesultanan Brunei.

Baca Juga: Berdiri Kokoh Sejak Tahun 1414 M, Begini Uniknya Sejarah Masjid Wapauwe, Jadi Bukti Sejarah Penyebaran Agama Islam di Maluku

Saat diperintah oleh Sultan Abdul Jalilul Akbar, terdapat isu bahwa Pangeran Muda Tengah akan merebut takhta.

Untuk menghindari perebutan wilayah itu, Sultan Abdul Jalilul Akbar memberikan wilayah Serawak kepada Pangeran Muda Tengah.

Mulai tahun 1629 M, Pangeran Muda Tengah menjadi Sultan di Serawak dengan gelar Sultan Ibrahim Ali Omar Shah, yang kemudian dikenal dengan Sultan Tengah.

Suatu ketika, Sultan Tengah, yang melakukan perjalanan dari Johor, terdampar di pantai yang masuk wilayah Kesultanan Sukadana.

Sultan Tengah kemudian mengunjungi istana Sukadana dan mendapat sambutan yang hangat dari rajanya, Sultan Muhammad Shafiuddin (Digiri Mustika) dan diijinkan untuk tinggal dalam waktu yang lama.

Setelah saling mengenal, Sultan Muhammad Shafiuddin menikahkan Sultan Tengah dengan putrinya yang bernama Putri Surya Kesuma.

Dari pernikahan itu, Sultan Tengah dan Putri Surya Kesuma dikarunai anak laki-laki yang diberi nama Sulaiman.

Setelah beberapa tahun menetep di Sukadana, Sultan Tengah bersama pengikut setianya pindah ke sekitar Sungai Sambas pada tahun 1638, yang saat itu terdapat Kerajaan Panembahan Sambas.

Begitu sampai, Sultan Tengah mendapat sambutan dari Ratu Sapudak, yang berkuasa di Panembahan Sambas.

Baca Juga: Dibangun Sebelum Era Walisongo, Ini Sejarah Berdirinya Masjid Saka Tunggal Banyumas, Punya Sederet Tradisi Unik

Ratu Sapudak pun mengijinkan rombongan Sultan Tengah mendirikan perkampungan di sebuah tempat tidak jauh dari pusat pemerintahannya.

Ketika putranya, Sulaiman, beranjak dewasa, Sultan Tengah menikahkannya dengan putri bungsu Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu.

Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Bima.

Tidak lama kemudian, Raden Sulaiman diangkat untuk menjabat sebagai Menteri Besar Panembahan Sambas bersama Raden Arya Mangkurat.

Setelah Sultan Tengah meninggal, Raden Sulaiman mendapat tekanan dan ancaman dari Raden Arya Mangkurat.

Demi keselamatannya dan keluarganya, Raden Sulaiman memutuskan mundur dan pindah ke Kota Bandir.

Sekitar empat tahun menetap di Kota Bandir, tiba-tiba para petinggi dan penduduk Panembahan Sambas mencari tempat menetap yang baru di wilayah Sungai Selakau.

Hal ini dilakukan karena mereka tidak tahan menghadapi Raden Arya Mangkurat.

Raden Sulaiman kemudian diminta untuk memulai pemerintahan baru.

Baca Juga: Simbol Toleransi Umat Beragama di Pulau Dewata, Begini Sejarah Berdirinya Masjid Ibnu Batutah, Jadi Destinasi Wisata Religi Menarik

Oleh karena itu, Raden Sulaiman akhirnya mendirikan kerajaan baru pada 1671, yang bernama Kesultanan Sambas.

Raden Sulaiman menjadi pendiri sekaligus raja pertamanya dengan gelar Sultan Muhammad Shafiuddin I.

Kemudian, pada tahun 1702 - 1727 M pemerintahan Kesultanan sambas dipimpin oleh Sultan Umar Aqomuddin, yang kemudian mendirikan Masjid Agung Keraton Sambas.

Sebenarnya, Masjid Agung Keraton Sambas merupakan rumah sultan yang kemudian di jadikan mushalla.

Lalu,mushalla tersebut direnovasi oleh putraSultan Umar Aqomuddin yaitu Sultan Muhammad Saifuddin dan dikembangkan menjadi sebuah masjid besar.

Masjid Agung Keraton Sambas itu akhirnya diresmikan pada tahun 1885 M.

Lantas, bagaimana arsitektur bangunan masjid yang satu ini?.

Arsitektur Masjid Keraton Sambas

Dikutip GridHot.ID dari Kompasiana.com,Masjid Agung Kraton Sambas yang memiliki nama resmi Masjid Sultan Muhammad Syafi'oeddin II ini didominasi dengan warna kuning.

Warna kuning yang mendominasi Masjid Agung Keraton Sambas, menunjukkan ahwa masjid ini kental dengan budaya Melayu.

Baca Juga: Arsitekturnya Kaya Akan Nilai Filosofis, Ini Sejarah Masjid Jami Palopo, Simbol Awal Peradaban Islam di Kawasan Indonesia TimurKayu Ulin menjadi bahan pokok penyusun bangunan Masjid Agung Keraton Sambas.

Oleh karena itu, tak heran jikamasjid yang telah berdiri ratusan tahun ini tetap berdiri kokoh sampai sekarang.

Tentu, masjid ini cocok untuk dijadikan sebagai destinasi wisata religi.

Terlebih bagi wisatawan yang penasaran dengan bangunan masjid khas melayu ini.

Tak perlu khawatir, Masjid Agung Keraton Sambas ini terletak di pusat kota yang dapat dengan mudah di jangkau.

Masjid Agung Keraton Sambas terletak di sisi kiri dari Alun-alun Keraton Sambas yang dikenal dengan nama Istana Alwatzikhoebillah , di Desa Dalam Kaum, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.Menariknya lagi, lokasi Masjid Agung Keraton Sambas ini terletak di pertigaan Sungai Sambas atau yang lebih dikenal dengan Muare Ulakan. (*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber Kompas.com, Kompasiana.com