Dibangun Saudagar Arab untuk Memperluas Ajaran Islam, Ini Sejarah Lengkap Masjid As Said Makasar, Masjid Tua Tanpa Jamaah Wanita

Rabu, 16 Maret 2022 | 14:00
TribunTimur.com

Masjid As Said, Makasar, Sulawesi Selatan.

GridHot.ID - Mengunjungi masjid bersejarah sebagai salah satu destinasi wisata religi merupakan salah satu kegiatan yang cocok dilakukan saat bulan Ramadhan.

Tak hanya untuk beribadah saja, mengunjungi masjid bersejarah di bulan Ramadhan juga dapat dijadikan salah satu ide menarik untuk berwisata religi melihat langsung bukti perkembangan ajaran Islam di Indonesia.

Salah satu masjid bersejarah yang dapat dikunjungi sebagai destinasi wisata religi saat bulan Ramadhan adalah Masjid As Said di Makasar, Sulawesi Selatan.

Masjid As Said dikatakan bersejarah karena merupakan salah satu bangun tertua di kota Makasar.

Uniknya, masjid yang satu ini dibangun oleh orang-orang Arab.

Lantas, seperti apa sejarah lengkap pendirian Masjid As Said?.

Sejarah Masjid As Said

Dikutip GridHot.ID dari TribunTimur.com,masjid yang terletak di Jl Lombok atau kawasan Pecinan ini dibangun sejak tahun 1905 dan mulai digunakan tahun 1907 Masehi.

Masjid yang memiliki luas lahan 2100 meter persegi ini dibangun oleh pendatang arab asal Yaman.

Baca Juga: Arsitekturnya Bergaya Spanyol, Ini Sejarah Berdirinya Masjid Raya Makasar, Punya Al-Quran Raksasa Sebagai Daya Tarik

Pendatang arab asal Yaman tersebut mendirikan Masjid As Said dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Makasar.

Selain untuk tempat beribadah, masjid ini juga menjadi tempat pertemuan para keluarga keturunan arab yang datang dari berbagai daerah.

Mereka pun bertindak sebagai imam di masjid tersebut secara turun temurun hingga saat ini.

Hingga kini masjid As Said telah memasuki generasi ke-12 yang bertindak sebagai imam masjid.

Imam masjid yang saat ini menjalankan tradisi peninggalan keluarga besar saudagar arab itu yakni Habib Alwi Bufaqih.

Beliau melanjutkan tugas dari pendahulunya yang juga warga keturunan yakni Habib Ali Al Habsyi sejak tahun 1998 lalu.

Habib Alwi Bufaqih lahir 46 tahun silam di Desa Pambusuang, Polewali Mandar (Polman).

Desa Pambusuang sendiri dikenal sebagai salah satu desa santri dan merupakan kampung halaman dari berbagai ulama besar dan cendekiawan muslim Nusantaran.

Sebut saja diantaranya KH. Muh. Tahir, atau Imam Lapeo dan Annangguru Shaleh, Prof. Dr. Baharuddin Lopa (mantan Jaksa Agung/Dubes RI untukArabSaudi), Prof. Basri Hasanuddin (mantan Menkesra, mantan Rektor Unhas), Prof. Mochtar Husain (IAIN Alauddin Makassar), Prof. DR. Ahmad Sewang (Purek IAIN Alauddin Makassar), dan beberapa cendikiawan lainnya.

Namun, sebelum menginjakkan kaki di kota Makassar, Habib Alwisempat menimbah ilmu agama di Pesantren Bangil, Jawa Timur.

Baca Juga: Demi Ajarkan Islam di Sulawesi, Sultan Alauddin Dirikan Masjid Katangka di Kabupaten Gowa Tahun 1603, Begini Sejarah Lengkapnya

Ia menimbah ilmu sejak tahun 1987 hingga enam tahun berikutnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren, Habib Alwi lantas masih merasa minim pengetahuan soal agama. Terutama dalam metode ceramah atau Syiar.

Sehingga pada tahun 1995 hingga 1997, ia memutuskan berangkat ke Madinah dan mengikuti program Halaqah (pendidikan) Syiar agama.

Barulah pada awal tahun 1998 ia menetap di kota Makassar dan menjadi imam masjid As'Said.

Menggantikan Habib Ali Al Habsyi dan mencatatkan dirinya sebagai imam ke-12 sejak masjid tersebut berdiri.

Arsitektur Masjid As Said

Selain kaya akan nilai sejarahnya, bangunan masjid As Said juga terbilang unik.

Dikutip GridHot.ID dari Kompas.tv, bangunan masjid ini berbentuk persegi empat dan hanya memiliki satu lantai dengan tinggi plafon yang lapang.

Masjid yang memiliki arsitekturkhas timur tengah ini memiliki kubah masjid yang terinspirasi dari Masjid Demak.

Baca Juga: Jadi Cagar Budaya, Begini Sejarah Berdirinya Masjid Cipaganti di Bandung, Punya Arsitektur Khas Bangunan Eropa dan Jawa

Di dalam masjid terdapat empat pilar penyangga yang memiliki filosofi empat pilar utama dalam ajaran islam yakni Al-Quran, hadist, qiyas, dan itjma ulama.

Tulisan lafaz Allah juga terdapat di beberapa bagian bangunan masjid.

Menariknya lagi, di masjid As Said terdapat banyak pintu, yang dimaksudkan sebagai kesinambungan jamaah yang ada di luar dan di dalam.

Tak hanya itu, sisi menarik masjid ini juga terlihat di halaman masjid.

Pasalnya, pada halaman tersebut terdapat pohon kurma yang tumbuh besar, namun tidak pernah berbuah sekalipun.

Meski berulang kali direnovasi, masjid ini tetap mempertahankan bentuk awalnya yang memadukan arsitektur arab dan nusantara.

Budaya di dalam Masjid As Said

Masjid kebanggaan kota Makasar ini memiliki budaya khusus, terutama saat bulan Ramadhan tiba.

Pasalnya, saat Ramadhan, Masjid As Said memiliki kekhususan tersendiri yakni amalan dzikir ratibul haddad.

Baca Juga: Jadi Cagar Budaya, Begini Sejarah Berdirinya Masjid Cipaganti di Bandung, Punya Arsitektur Khas Bangunan Eropa dan Jawa

Pembacaan dzikir dimulai setelah adzan salat isya.

Dzikir rattibul haddad, merupakan peninggalan keluarga para sayyid Bani Alwi dari Hadramaut, dan di susun oleh Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al Haddad.

Dzikir di susun berlandaskan dari hadis, kemudian dikumpulkan dalam suatu bingkai dzikir.

Masjid As Said ini juga memiliki ke khususan dibanding masjid lain pada umumnya, dimana jamaahnya hanya laki-laki saja.

Meski begitu, pihak masjid tidak melarang jika kaum perempuan ingin singgah untuk beribadah.

Mengunjungi Masjid As Said memang sangatlah menarik, selain bisa belajar mengenai sejarah perkembangan Islam di tanah sulawesi, para pengunjungi juga dapat melihat langsungcerminan toleransi antar budaya dan umat beragama di daerah tersebut.

Pasalnya, kawasan pecinan yang menjadi tempat berdirinya Masjid As Said ituberdampingan denganpermukiman etnis tionghoa. (*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber Tribuntimur.com, Kompas.tv