Gridhot.ID - Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah resmi disahkan.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan UU tersebut pada Selasa, 12 April 2022.
Dilaporkan tepuk tangan membahana di DPR saat UU tersebut resmi disahkan.
Diketahui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang baru disahkan menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat turut mengatur tentang jerat pidana bagi korporasi yang melakukan TPKS.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com yang menilik dari dokumen draf UU TPKS yang baru disahkan, Selasa (12/4/2022), jerat pidana bagi korporasi yang melakukan TPKS diatur dalam Pasal 18.
Dalam Pasal 18 Ayat (1) UU TPKS disebutkan, Korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 5 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp 15 miliar.
Kemudian dalam Ayat (2) disebutkan jika kekerasan seksual dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemilik manfaat Korporasi, dan/atau Korporasi.
"Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya restitusi pelaku Korporasi," demikian bunyi Ayat (3) UU TPKS.
Dalam UU TPKS disebutkan, restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiel dan/atau imateriel yang diderita Korban atau ahli warisnya.
Sedangkan pada Ayat (4) disebutkan hukuman pidana tambahan bagi korporasi yang melakukan kekerasan seksual. Pidana tambahan itu berupa:
1. perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual; 2. pencabutan izin tertentu; 3. pengumuman putusan pengadilan;4. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu; 5. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan Korporasi; 6. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha Korporasi; dan/atau 7. pembubaran Korporasi. Definisi korporasi yang dimaksud tercantum dalam Pasal 1 tentang ketentuan umum UU TPKS.
Yang dimaksud korporasi dalam beleid itu adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Ada 9 jenis perbuatan kekerasan seksual yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) UU TPKS, yaitu pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selain itu, tindak pidana kekerasan seksual juga meliputi perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak, perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban, pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga, tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(*)