Tanpa Bedug dan Kubah, Ini Sejarah Masjid Agung Sunda Kelapa yang Memiliki Atap Perahu Terbalik Bagaikan Orang Duduk Bersila Dengan Tangan Menengadah

Kamis, 21 April 2022 | 19:42
Kompas.com/Ihsanuddin

Masjid Agung Sunda Kelapa

Gridhot.ID-Masjid Agung Sunda Kelapa merupakan masjid yang dibangun pertama kali di daerah Menteng dengan memadukan berbagai fungsi untuk masjid Seperti sebagai tempat ibadah, pendidikan, sosial, maupun perekonomian.

Dikutip Gridhot.ID dari Tribun Travel, Masjid Agung Sunda Kelapa beralamat di Jalan Taman Sunda Kelapa Nomor 16, Menteng, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

Masjid ini dibangun pertama kali pada 1960-an dengan gagasan yang berasal dari Ir. Gustaf Abbas, kemudian gagasan tersebut didukung oleh para Jenderal yang juga tinggal di daerah Menteng dengan memberikan berbagai sumbangan dana untuk penyelesaian masjid ini.

Masjid Agung Sunda Kelapa dirancangan Ir. Gustav Abbas.

Arsitektur masjid ini menganut konsep yang fleksibel tanpa terpaut dengan simbol-simbol masjid pada umumnya, seperti kubah, menara, maupun simbol-simbol ornamen seperti bulan & bintang.

Sementara itu, dikutip Gridhot.ID dari Kompas.com, Masjid yang terletak di Jalan Taman Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, ini sengaja dibangun tanpa kubah.

Mengutip laman Sistem Informasi Masjid Kementerian Agama, Masjid Sunda Kelapa dibangun atas prakarsa Ir Gustaf Abbas pada tahun 1960-an.

Abbas adalah arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mematahkan arsitektur masjid di Tanah Air pada umumnya.

Alhasil, desain interior dan eksterior Masjid Sunda Kelapa dipenuhi simbol-simbol yang fleksibel, tidak kaku dengan simbol Timur Tengah yang kerap menjadi harga mati untuk arsitektur masjid.

Baca Juga: Amal Jariyah Dunia Akhirat, Joko Suranto si Crazy Rich Grobogan Ternyata Juga Bangun 30 Masjid, Tak Disangka Dulu Jualan Koran Kini Bos Properti di Perantauan

Alih-alih berbentuk kubah, atap Masjid Sunda Kelapa berbentuk layaknya perahu.

Bentuk perahu itu adalah sebagai simbol Pelabuhan Sunda Kelapa, tempat saudagar muslim berdagang dan menyebarkan syariat Islam di masa lalu.

Selain itu, bentuk perahu adalah makna simbolik kepasrahan seorang muslim.

Bagaikan orang duduk bersila dengan tangan menengadah, berdoa mengharap rahmat dan kasih sayang-Nya.

Masjid Agung Sunda Kelapa juga tak memiliki beduk, simbol bintang-bulan, dan sederet simbol yang umumnya ada dalam sebuah masjid.

Dalam merancang dan membangun masjid ini, Abbas tak sendirian.

Ia didukung para jenderal di Menteng yang menyumbangkan dana awal untuk pembangunan masjid tersebut.

Para jenderal merasa harus meluruskan kekeliruan sejarah atas G30S/PKI dengan membangun sebuah masjid yang nyaman untuk pelaksanaan ibadah.

Karena pembangunan tak kunjung selesai, Pemda DKI Jakarta semasa Ali Sadikin merasa harus turun tangan untuk merampungkan pembangunannya.

Baca Juga: Niat Bangun Masjid di Afrika, Ini Alasan Ivan Gunawan Gagal Dirikan Masjid Mega Bintang yang Sudah Dia Rencanakan Sejak Lama

Akhirnya, pada tahun 1970, masjid itu selesai dibangun.

Kehadiran Masjid Sunda Kelapa ini menjadi angin segar bagi masyarakat muslim yang tinggal di wilayah Menteng dan sekitarnya.

Sebab, saat itu rumah ibadah di sekitar Menteng didominasi oleh gereja bekas peninggalan Belanda.

Sudah lebih dari 50 tahun berdiri, Masjid Agung Sunda Kelapa kini tak sekadar jadi tempat ibadah bagi muslim.

Tempat ini juga menjadi ruang bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan positif lewat organisasi Remaja Islam Sunda Kelapa (Riska).

Muhammad Irfanuddin (31) sudah empat tahun terakhir aktif sebagai pengurus Riska.

Menurut dia, sebelum pandemi Covid-19, remaja masjid terlibat berbagai kegiatan.

Ada yang masih berkaitan dengan keagamaan seperti kajian Al-Quran, tadarus, itikaf, buka puasa bersama.

Namun, ada juga kegiatan umum seperti les vokal, panahan, olahraga voli, hingga pembuatan film.

Baca Juga: Pilar Pemberian Sunan Kalijaga Konon Masih Ada Hingga Sekarang, Ini Sejarah Masjid Jami Kalipasir Tangerang, Berdiri Kokoh Sejak 1576

Anggota Riska pun terus bertambah tiap tahunnya.

Irfan sendiri adalah warga Ciledug, Tangerang.

Namun ia sehari-harinya bekerja di kawasan Manggarai sehingga cukup sering berkunjung ke Masjid Sunda Kelapa.

"Banyak warga dari jauh-jauh yang bergabung karena kami juga kan melakukan sosialisasi mengenai kegiatan kami lewat Instagram," ujar Irfan.(*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber Tribun Travel, kompas