GridHot.ID - Seorang mahasiswi asal Indonesia--sebut saja W--menjadi wanita simpanan di Jepang.
Melansir tribunnews.com, mahasiswi tersebut mengaku punya penghasilan 300.000 yen sebulan atau setara Rp 33,3 juta dari kegiatan papa katsu (wanita simpanan di Jepang).
Dari penghasilannya itu, dia bisa membayar utang ayahnya sebesar 2 juta yen.
Dilansir dari tribunjateng.com, kisah mahasiswi Indonesia yang menjadi wanita simpanan om om di Jepang telah menghebohkan dan tak patut untuk ditiru.
Mahasiswi berusia 21 tahun ini mengaku mendapatkan uang minimal Rp 33 Juta per bulan setelah menjadi simpanan om-om Jepang atau dikenal Papa Katsu.
Mahasiswi asal Indonesia--sebut saja W-- mengaku telah menjadi wanita simpanan di Jepang karena terpaksa.
Mahasiswi ini tersebut mengaku punya penghasilan 300.000 yen sebulan atau setara Rp 33,3 juta dari kegiatan papa katsu (wanita simpanan di Jepang).
Dari penghasilannya itu, dia bisa membayar utang ayahnya sebesar 2 juta yen.
"Papa katsu mulai marak belakangan ini. Meski sempat disinyalir bahwa situasi sebenarnya adalah prostitusi pribadi yang telah berganti nama, perempuan asing mulai memasuki pasar papa katsu.
Melihat situs Papa Katsu yang terkenal, kira-kira satu dari 20 hingga 30 wanita mengaku sebagai orang asing di profil mereka," tulis Okukubo Yuuki, Sabtu (7/5/2022) di ZakZak Fuji yang berhasil mewawancarai mahasiswi Indonesia tersebut.
W berusia 21 tahun dan tinggal di Kanto, dengan ciri-ciri kulit eksotis yang menonjol.
"Saya seorang siswa internasional dari Indonesia. Saya sedang mencari seorang papa (red: papa katsu)," demikian postingan W di situs tersebut.
"Ketika saya mengirim pesan yang meminta liputan di situs, dia bersedia menerimanya," tulis Okukubo.
Keduanya pun melakukan transfer pertukaran lewat aplikasi obrolan dan ditutup dengan panggilan suara.
Hanya tiga tahun setelah tiba di Jepang, W terdaftar di Fakultas Ekonomi di sebuah universitas swasta di Kanto (Tokyo dan sekitarnya).
"Ayah saya meminjam sekitar 2 juta yen dan mengirim saya untuk belajar di luar negeri. Jadi saya bekerja setiap hari selama tahun pertama untuk membayarnya kembali, tetapi karena Corona, pergeserannya menurun dari dua tahun lalu," ungkap W.
Selain itu menurut W, nilai mata uang yen Jepang telah melemah sehingga menjadi lebih murah selama setahun terakhir ini.
"Jadi saya tidak dapat membayar utang saya kecuali saya mendapatkan lebih banyak uang lagi.
Ketika saya dalam kesulitan, seorang gadis Jepang di universitas mengajari saya tentang situs aktivitas papa katsu tersebut," papar W lebih lanjut.
Karena perlu tambahan dana, W berpikir untuk menceburkan dirinya ke dalam kegiatan papa katsu.
Ternyata mendapatkan lebih dari yang diharapkan.
"Saya bertemu tiga pria di situs dalam "hubungan dewasa" secara teratur, dan tunjangan bulanan sekitar 250.000 hingga 300.000 yen.
Ini lebih dari dua kali lipat pendapatan klub kabaret.
Dari jumlah tersebut, saya mengirim sekitar 100.000 yen ke Indonesia ke keluarga setiap bulan untuk pembayaran utang dan biaya hidup keluarga," ujarnya.
W sebelumnya ternyata pernah bekerja di klub kabaret (kyabakura) di Jepang.
Tidak hanya itu, dia mengatakan bahwa dia memulai bisnis dengan uang yang dia dapatkan dari ayahnya.
"Sebenarnya, saat ini saya menjalankan dua toko pupuk di daerah pedesaan dekat Jakarta.
Jumlah investasi masing-masing sekitar 700.000 yen, tetapi keuntungan gabungan dari kedua toko tersebut stabil sekitar 80.000 yen setiap bulan.
Omong-omong, ini dua kali lipat dari awal," ungkap lulusan sebuah universitas di Indonesia itu.
"Ke depan, saya ingin mengembangkan bisnis saya dan membuat ayah dan ibu saya menjalani kehidupan yang baik," katanya.
"Apa artinya menggunakan dana bisnis sebagai ayah? Saya hanya berdoa agar faktanya tidak diungkapkan kepada orang tua saya."
Papa katsu mengacu pada pencarian lelaki dewasa oleh wanita muda, biasanya melalui media sosial, untuk menjadikan lelaki itu "seorang ayah".
Kemudian wanita itu menerima bantuan hadiah dan uang sebagai imbalan atas kegiatan seksual yang diterima sang pria.
Penulis Yuuki Okukubo Lahir di Prefektur Ehime pada tahun 1980.
Dia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Sophia.
Setelah drop out dari City University of New York, melakukan wawancara di China.
Setelah kembali ke Jepang pada tahun 2008, ia telah melakukan wawancara dengan tema
"Dampak kebijakan nasional dan acara internasional pada pengguna akhir dan masyarakat bawah tanah."
"Masalah penyalahgunaan asuransi kesehatan publik oleh orang asing" diangkat dalam "SPA Mingguan!"
Pada tahun 2016 dibahas dalam Diet dan mengarah pada revisi Undang-Undang Asuransi Kesehatan.
Buku-bukunya termasuk "Lupo New Corona Scam" (Fusosha Publishing Co., Ltd.).
Sementara itu beasiswa (ke Jepang), belajar gratis di sekolah bahasa Jepang di Jepang, serta upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif.
Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang. (*)