GridHot.ID - Egianus Kogoya, panglima perang KKB Papua di Nduga disebut marah besar pada sosok ini.
Melalui video yang kini beredar di dunia maya, Egianus Kogoya tampak murka.
Dilansir dari PosKupang, dengan suara lantang dan tangan diacung-acungkan, Egianus Kogoya melontarkan pernyataan pedas yang ditujukan kepada orang-orangnya yang hidup luar negeri.
Orang-orang yang dimaksud Egianus Kogoya adalah mereka yang selama ini mengaku sebagai diplomat dan berjuang untuk Papua merdeka.
Bahkan dalam video tersebut, Egianus Kogoya secara blak-blakan menyebut nama satu per satu yang memang selama ini berada di luar negeri.
Nama-nama yang disebutkan itu, antara lain Benny Wenda, Sebby Sambom, Viktor Yemu dan Jefri Pagawa.
Keempat sosok ini dituding sebagai pihak yang hanya menumpang hidup dari keganasan KKB yang berperang di Papua.
"Kami berjuang setengah mati di hutan untuk Papua merdeka, tapi kalian yang hidup di luar negeri, mengaku sebagai diplomat, tapi hanya untuk kepentingan mencari keuntungan dari kami," tandas Egianus Kogoya.
Seperti dilansir dari Pos Kupang dalam artikel 'Egianus Kogoya Murka: Benny, Kalian Enak Tinggal di Luar Sana, Apa Kamu Tahu Susahnya Kami Di Papua?'.
Egianus Kogoya memang marah besar.
Dengan nada bicaranya yang melengking tinggi, ia menuding para figur tersebut tak optimal berjuang untuk Papua merdeka.
Akan tetapi tak diketahui persis faktor apa yang memicu, sehingga emosi panglima perang di Ndugama itu sama sekali tak terkendali.
Dia mengatakan: "Saudara Benny Wenda, tahukah kalian bagaimana perjuangan di Tanah Papua?"
"Saudara Sebby Sambom, apakah kalian rasakan bagaimana susahnya para pejuang kemerdekaan di Papua?"
"Kalian enak tinggal di luar sana, tapi kami di sini, siang malam berperang untuk Papua merdeka."
"Pernahkah kalian merencanakan bagaimana merekrut anak-anak untuk jadi anggota supaya berperang?" kata Kogoya.
"Pernahkah kalian pikirkan bagaimana anak-anak Papua bisa sekolah, supaya nantinya mereka bisa membangun Papua?"
Dalam video yang viral tersebut, putra Silas Kogoya juga menandaskan, bahwa selama ini mereka terus berperang tanpa henti.
Sosok Egianus Kogoya
Egianus Kogoya memang bukanlah sosok asing di kalangan KKB Papua, khususnya wilayah Nduga.
Terbaru, ia dan anak buahnya menyerang Pos Satgas Mupe Marinir III di Nduga.
Tak lama kemudian, beredar sebuah video yang menunjukkan drone TNI telah menemukan tempat yang diduga markas KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya.
Lantas, siapa sebenarnya Egianus Kogoya?
Dilansir dari Surya.co.id, jurnalis senior Papua, Victor Mambor mengaku sempat bertemu dengan Egianus Kogoya pada Januari 2019 di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga
Ia pun membeberkan sosoknya. Berikut sosok Egianus Kogoya yang diungkapkan Victor Mambor:
1. Usianya masih 17-an tahun
Victor menggambarkan sosok Egianus seperti remaja.
Begitu pun anak buahnya yang dinilai masih tergolong muda.
"Usianya sekitar 17-18 tahun, yang ada di sekitar Egianus juga masih remaja, usia belasan tahun," ucap Victor dikutip dari kompas.com, Rabu (31/7/2019).
2. Ayahnya Tokoh OPM
Dari informasi yang ia dapat, Victor menyebut ayah Egianus bernama Silas Kogoya yang juga merupakan salah satu tokoh OPM.
Namun, kini ayahnya sudah meninggal.
3. Terpelajar
Dari pembicaraan selama 15 menit, Victor menilai Egianus merupakan sosok terpelajar, berbeda dengan masyarakat lain yang ada di pegunungan.
Namun, Egianus yang mengetahui bahwa ia sedang berbicara dengan seorang Jurnalis meminta agar hasil pembicaraan mereka tidak diberitakan.
4. Keberadaannya di Tempat Terpencil
Egianus Kogoya yang disebut-sebut sebagai otak aksi KKB Papua ini berada di sebuah daerah terpencil.
Untuk bertemu dengan Egianus, Victor menyebut ada pihak lain yang tidak bisa ia sebutkan membantu untuk membuatkan janji.
Pertemuan pun diatur pada tengah malam.
Sebelum bertemu, Victor Mambor memperkirakan, saat itu ia harus berjalan kaki sekitar 2 jam sebelum tiba di lokasi Egianus.
"Jalan gelap, saya ikut arahan saja. Saya tidak tahu itu kami jalan ke arah mana, sampai tiba di perkampungan," kata Victor
Rupanya, Egianus sudah menunggu Victor di dalam sebuah honai (rumah adat suku pegunungan).
Pertemuan pun berlangsung hanya sebentar, sekitar 15 menit.
(*)