Find Us On Social Media :

Dunia Tak Perlu Khawatir, Rusia Tak Akan Menyerang Terlebih Dahulu Menggunakan Senjata Nuklir, Doktrin Militer Ini yang Jadi Pedomannya

Ilustrasi uji coba senjata nuklir

GridHot.ID - Ancaman serangan nuklir oleh Rusia menjadi perbincangan hangat di media dan jaringan sosial.

Beberapa negara dan analis Barat khawatir tentang kemungkinan Rusia menggunakan senjata nuklir dalam perang di Ukraina.

Menjawab kekhawatiran itu, melansir newsweek.com, Rusia mangatakan tak akan menyerang terlebih dahulu menggunakan senjata nuklir.

"Kami memiliki doktrin militer, semuanya tertulis di sana. Tidak memberikan interpretasi lain, kecuali apa yang ada di sana dalam warna hitam dan putih," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Grushko kepada kantor berita milik negara Rusia RIA Novosti.

Di bawah prinsip-prinsip penyebaran militer resmi Rusia, negara tersebut diizinkan untuk menggunakan senjata nuklir ketika dalam kondisi:

1. Musuh Rusia menggunakan senjata nuklir atau jenis senjata pemusnah massal lainnya di wilayah Rusia dan/atau sekutunya.

2. Rusia menerima data yang dapat dipercaya tentang peluncuran rudal balistik yang menyerang wilayahnya atau wilayah sekutu Rusia.

3. Situs pemerintah atau militer penting Rusia diserang oleh musuh dengan cara yang akan melemahkan tindakan respons pasukan nuklir.

4. Negara menghadapi ancaman eksistensial melalui penggunaan senjata konvensional.

Baca Juga: Sekutu Rusia Rapatkan Barisan, Padahal Perang Ukraina Belum Juga Selesai, Ancaman Baru dari Afghanistan Bikin Ketakutan

Salah satu dari empat kondisi yang didefinisikan dalam doktrin militer Rusia yang mengizinkan penggunaan senjata nuklir oleh Moskow sangat mirip dengan ungkapan yang sebelumnya digunakan Putin untuk menggambarkan permusuhan Barat terhadap Rusia.

"Ancaman mendasar yang diciptakan oleh politisi Barat yang tidak bertanggung jawab untuk Rusia secara konsisten, kasar dan tidak resmi dari tahun ke tahun. dengan memperluas NATO lebih dekat ke Rusia," kata Putin dalam pidatonya kepada bangsa pada 24 Februari.