Moskow Tak Mau Kalah, Rusia Resmi Ganti Nama Kedutaan Besar AS, Politisi Hadir di Lokasi Pekerja Ganti Rambu Jalan

Jumat, 24 Juni 2022 | 16:25
tribunnews.com

Otoritas Moscow Mengganti Nama Kedubes di AS Menjadi DPR

Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar

Gridhot.ID -Otoritas berwenang di Rusia mengubah nama Kedutaan Besar AS di Moskow.

Otoritas Moskow telah mengumumkan, bahwa nama Kedubes AS di Moskow kini bernama "Lapangan Republik Rakyat Donetsk (DPR)."

Dilansir dari tribunnews pada 24 Juni 2022, DPR secara resmi diakui independen oleh Rusia, tetapi masih dianggap sebagai bagian dari Ukraina oleh AS dan sebagian besar negara lain.

Sebuah pernyataan yang memberi tahu orang-orang Moskow tentang perubahan itu diterbitkan di situs web resmi Walikota Sergey Sobyanin Mos.ru pada hari Rabu 22 Juni 2022

Di dalamnya, otoritas Moskow juga mengklarifikasi bahwa nama kedutaan sebelumnya telah “dibatalkan.”

Menurut dokumen itu, nama baru alun-alun bersama dengan beberapa alternatif telah dipilih wargamelalui platform online. Sebanyak 278.684 warga Moskow ambil bagian, kata pernyataan itu.

Opsi alun-alun Republik Rakyat Donetsk mengumpulkan dukungan 45 persen pemilih.

"Proposal yang menyerukan agar alun-alun diganti namanya awalnya telah dilayangkan oleh anggota parlemen Moskow, segera setelah Rusia melancarkan serangannya terhadap Ukraina" ucap perwakilan otoritas kota

Wakil ketua majelis parlemen Rusia, Petr Tolstoy, hadir di lokasi sementara para pekerja mengganti rambu jalan.

Baca Juga: Video Dramatis Serangan Drone Pasukan Ukraina Hancurkan Kilang Minyak Rusia

“Ini adalah isyarat simbolis merayakan perjuangan warga DPR,” kata politisi itu kepada wartawan.

Dalam waktu dekat, alun-alun atau jalan lain di Moskow juga akan dinamai untuk menghormati Republik Rakyat Lugansk.

Kedua Republik Donbass mendeklarasikan kemerdekaan kembali pada tahun 2014 setelah kudeta Maidan di Kiev.

Kedua wilayah yang didominasi penutur bahasa Rusia ini menyatakan keprihatinan bahwa pemerintah Ukraina yang baru, yang mencakup nasionalis terkenal, akan menginjak-injak minoritas linguistik dan memaksa mereka untuk berbicara bahasa Ukraina.

Baik Lugansk maupun Donetsk menolak untuk mengakui legitimasi otoritas baru.

Untuk memadamkan gerakan separatis, Kiev mengerahkan polisi bersenjata lengkap, pasukan keamanan dan akhirnya militer negara itu ke Donbass.

Separatis, pada gilirannya, menyita senjata dari militer lokal dan persediaan penegak hukum.

Pemerintah Ukraina meluncurkan apa yang disebutnya "operasi anti-teroris," menggunakan artileri dan jet tempur.

Hal ini mengakibatkan konflik berdarah yang berlangsung selama delapan tahun, yang berusaha diselesaikan oleh perjanjian Minks yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis tanpa hasil. Kedua republik menjadi de facto merdeka.

Baca Juga: Tidur-tiduran di Lantai, Pria Berkacamata di Video Viral Miliki Kisah yang Menyayat Hati, Pacaran Sejak SMP Hingga Nyicil Rumah untuk Menikah Tapi Berujung Hal Ini

Dikutip dari kompas.com pada 24 Juni 2022, selama dua bulan pertama tahun 2022 pihak berwenang di DPR dan LPR melaporkan peningkatan penembakan Ukraina.

Akhirnya, kedua republik mengumumkan evakuasi massal penduduk sipil ke Rusia, mengklaim bahwa Ukraina siap untuk merebut kembali wilayah tersebut dengan paksa.

Beberapa hari kemudian, pimpinan DPR dan LPR meminta Rusia untuk secara resmi mengakui mereka.

Kedua parlemen Rusia mengadopsi undang-undang yang meminta Presiden Vladimir Putin untuk melakukannya.

Pada 21 Februari, kepala negara Rusia menandatangani dokumen pengakuan.

Moskow bukanlah kota pertama yang memberi nama atau mengganti nama alun-alun atau jalan di luar kedutaan kekuatan asing secara simbolis.

Kembali pada Februari 2018, otoritas Washington menamai alun-alun di luar kedutaan Rusia setelah politisi oposisi Rusia yang terbunuh, Boris Nemtsov.

Upacara tersebut dihadiri oleh beberapa anggota Kongres AS, staf Departemen Luar Negeri, serta pemerintah kota.

Dewan Kota Washington yang telah membuat keputusan, yang katanya melambangkan dedikasi kota untuk demokrasi.

Seorang kritikus terkemuka dari pemerintah Rusia dan Presiden Putin secara pribadi, Nemtsov ditembak mati di luar Kremlin pada 27 Februari 2015.

Penegakan hukum Rusia kemudian menangkap para pembunuh bayaran yang terlibat dalam kejahatan itu, yang dijatuhi hukuman penjara yang lama.

Namun, orang-orang yang melakukan serangan terhadap Nemtsov belum diidentifikasi hingga saat ini.

(*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber tribunnews, KOMPAS.com