Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Belum lama ini drone tempur Bayraktar TB2 buatan Turki beberapa kali dapat meredam serangan pasukan militer Rusia di Ukraina.
Beredar pula beberapa video memperlihatkan aksi drone Bayraktar saat menyerang para tentara Rusia.
Dikutip dari Tribunwow.com pada 28 Juni 2022, kini era kejayaan Bayraktar telah usai.
Seorang pilot pasukan militer Ukraina yang menggunakan nama panggilan Moonfish berbicara ke media tentang peran drone di perang Ukraina-Rusia.
Moonfish mengakui drone Bayraktar memang sangat berguna dan berpengaruh di awal-awal konflik terjadi.
Namun kini drone tersebut dapat dikatakan hampir tidak berguna karena pasukan Rusia telah meningkatkan pertahanan udara mereka.
Moonfish menjelaskan, saat ini pasukan militer Ukraina telah membatasi penggunan Bayraktar.
Bayraktar kini hanya digunakan dalam misi-misi tertentu saja.
Sementara itu, pihak Rusia mengklaim Bayraktar tidak lagi digunakan karena telah banyak yang hancur ditembak.
Moonfish mengatakan, cara paling efektif untuk melawan pasukan militer Rusia dari udara adalah menggunakan pesawat jet tempur seperti F-15 dan F-16.
Sebelumnya, rekaman video menunjukkan Bayraktar berhasil menyerang barisan pasukan Rusia.
Tembakan drone tersebut meledakkan kendaraan personel lapis baja Rusia dan membuat pasukan Presiden Vladimir Putin tunggang langgang.
Bahkan, tank-tank dan senjata thermobaric Rusia terpaksa balik arah menghadapi serangan udara tersebut.
Mengingat peristiwa kacau di lapangan, sejauh ini hampir tidak mungkin untuk menilai seberapa sering dan seberapa sukses Ukraina telah menggunakan drone tersebut.
"Ada beberapa rekaman video yang diduga menunjukkan penggunaan TB2. Tentu saja, informasi pada titik ini terfragmentasi, dan perlu diambil dengan hati-hati," kata Gilli.
Menurut Gilli, memang ada kerjasama antara Ukraina dan Turki dalam pembelian dan rencana produksi Bayraktar TB2.
"Kami tahu bahwa Ukraina membeli beberapa TB2 selama beberapa tahun terakhir dan bahwa Turki dan Ukraina menandatangani perjanjian untuk produksi TB2 di dalam perbatasan Ukraina. Tetapi, sejauh yang saya tahu, produksi belum dimulai," tutur Gilli.
"Diduga, beberapa pesawat angkut sudah mengirimkan sejumlah drone sesaat sebelum dimulainya permusuhan dengan Rusia."
Dikutip dari Tribunnews pada 28 Juni 2022, sejak 2019, Kiev telah membeli puluhan drone dari Ankara.
Gilli pun menuturkan keunggulan drone tempur tersebut dan membandingkannya dengan buatan Amerika.
"TB2 yang diproduksi oleh perusahaan Bayraktar adalah salah satu dari dua drone bersenjata terkemuka yang diproduksi oleh Turki (Yang lainnya adalah Anka yang diproduksi oleh Industri Dirgantara Turki)," sebut Gilli.
"Drone ini lebih murah daripada model Barat lainnya, tetapi memiliki kinerja yang baik dalam parameter utama seperti jarak, ketinggian serta sensor dan sistem komunikasi."Tetapi mengingat kekuatan pasukan Rusia, drone Ukraina tersebut dinilai relatif bisa mengimbangi.
Hanya saja, diperlukan strategi matang lantaran drone tersebut bisa dengan mudah dijatuhkan menggunakan sistem pertahanan udara.
Apalagi pasukan Rusia telah menemukan cara untuk melawan drone tersebut saat ikut turun tangan dalam perang di Libya.
"Itu akan sangat tergantung pada pertahanan udara Rusia. Drone seperti TB2 rentan terhadap sistem pertahanan anti-udara. Agar efektif, mereka perlu digunakan dengan cara yang cerdas, berkoordinasi dengan sistem peperangan elektronik lainnya yang 'membutakan' radar musuh dan melalui taktik yang tepat," beber Gilli.
"Namun, melawan musuh yang cakap, teknologi dan taktik ini mungkin tidak cukup. Di Libya, pasukan Rusia menemukan cara efektif untuk melawan taktik Turki dan menembak jatuh drone mereka. Hal yang sama telah diamati di Suriah dan Nagorno-Karabakh,” tambahnya.
Menurut Gilli, barisan tank Rusia yang berhasil dipukul mundur tersebut tak memiliki dukungan dari udara.
Namun Gilli masih skeptis dengan efektifitas drone tersebut jika Rusia nantinya mengerahkan seluruh kekuatan militernya.
"Bahwa Ukraina dapat menyerang beberapa pasukan darat Rusia dengan TB2 menunjukkan bahwa pasukan Rusia maju tanpa pertahanan udara – yang sangat mungkin terjadi, mengingat masalah logistik dan organisasi yang dihadapi Rusia sejauh ini," tutur Gilli.
"Atau bahwa pasukan Ukraina juga memperoleh sistem peperangan elektronik canggih. Apakah mereka akan memiliki efek sistematis pada hasil perang, sulit untuk dikatakan, tetapi saya cenderung skeptis."
(*)