Gridhot.ID - Pemerintah memang menyediakan berbagai aplikasi untuk kepentingan lembaga dan pelayanannya.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, beberapa aplikasi milik pemerintah yang masih sering dipakai adalah Pedulilindungi, Info BMKG, BPOM Mobile dan beberapa layanan lain dari Kepolisian untuk masyarakat.
Namun adapula beberapa aplikasi yang kini sudah jarang dan bahkan tak dipakai lagi.
Hal ini langsung menyita perhatian Sri Mulyani.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah memiliki sekitar 24.000 aplikasi yang tersebar di seluruh kementerian dan lembaga (K/L).
Namun, aplikasi-aplikasi itu tidak beroperasi secara multifungsi, sehingga tidak efisien sehingga membuat boros anggaran negara.
"Bayangkan kita punya 24.000 aplikasi dan setiap kementerian/lembaga itu punya 2.700 data base sendiri-sendiri," ujar Sri Mulyani dalam side event G20: Festival Ekonomi Keuangan Digital di Bali pada Senin (11/7/2022).
Oleh sebab itu, pemerintah akan melakukan intergovernmental connection atau integrasi data yang akan disederhanakan dalam satu database.
Integrasi ini diyakini akan dapat menghemat biaya operasi pemerintah secara lebih efisien, efektif, dan mengurangi risiko serangan cyber security.
"Jadi nggak setiap kementerian/lembaga semua membuat aplikasi sendiri-sendiri yang tidak interoperable (dapat dioperasikan), melainkan mereka akan lebih terkoordinasi. Itu yang disebut digitalisasi government dan juga supaya seluruhnya itu bisa jauh lebih efisien," jelas Sri Mulyani.
Respons Menkominfo
Merespons hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate memastikan, pihaknya bakal penutup aplikasi-aplikasi tersebut secara bertahap dan menggantinya dengan aplikasi super (super app).
"Dari 24.000 aplikasi itu, kami pelan-pelan mulai lakukan shutdown atau ditutup, dan pindahkan pelan-pelan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, penggunaan aplikasi pemerintah saat ini memang tidak efisien, lantaran masing-masing aplikasi bekerja sendiri, tidak terintegrasi.
Bahkan, setiap kementerian/lembaga serta pemerintah daerah memiliki aplikasi yang berbeda-beda setiap unitnya.
Di sisi lain, pemerintah juga menggunakan 2.700 pusat data dan hanya 3 persen yang berbasis cloud.
Sisanya bekerja sendiri-sendiri yang mengakibatkan sangat sulit untuk terintegrasi guna menghasilkan satu data sebagai implementasi dati data driven policy di Indonesia.
Oleh sebab itu, kata Johnny, pemerintah tengah menyiapkan super apps yang nantinya hanya akan mencakup sekitar 8-10 aplikasi saja untuk kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.
"Jadi ini memang perlu disiapkan dengan benar karena sangat tidak efisien. Paling tidak hanya 8 aplikasi. Ini sedang kami siapkan dalam roadmap kami," tutup dia.
(*)