Yotam Bugiangge Kabur dari Kesatuannya Bawa SS2-V1 Demi Membelot ke Kubu Egianus Kogoya, Pengamat Intelijen Singgung Bahaya Pecatan TNI Gabung ke KKB Papua hingga Soal Tactical Gap: Bisa Tahu Titik Lemahnya

Senin, 25 Juli 2022 | 16:13
kolase serambinews/istimewa

Egianus Kogoya (kanan) dan Yotam Bugiangge pecatan TNI (kiri) yang otaki tragedi pembantaian warga sipil di Nduga

GridHot.ID - Akhirnya terungkap siapa otak dari pembantaian belasan orang yang dilakukan KKB di Nduga, Papua.

Melansir tribun-medan.com, dalang pembantaian tersebut ternyata mantan prajurit TNI.

Ialah Yotam Bugiangge. Dulu anggota TNI berpangkat Prajurit Dua ( Prada ).

Kini Yotam Bugiangge dikabarkan menjadi anggota KKB Papua dan saat ini dalam perburuan pihak aparat.

Dilansir dari Surya.co.id, membelotnya pecatan TNI Yotam Bugiangge ke KKB Papua akan menimbulkan potensi bahaya yang mengancam kedamaian di bumi cenderawasih.

Seperti diketahui, setelah membelot ke KKP Papua, pecatan TNI Yotam Bugiangge bersama Egianus Kogoya mendalangi pembantaian 11 orang di Kampung Nogolait, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga.

Peranan Pecatan TNI Yotam Bugiangge di KKB Papua ini lah yang menjadi sorotan Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta.

Menurut Stanislaus, bergabungnya Yotam dengan KKB Papua ini bisa menimbulkan potensi bahaya.

"Yang jadi masalah ketika KKB menggalang orang TNI atau Polri, ini bisa berbahya," ungkapnya kepada Kompas.com, Kamis (21/7/2022).

Baca Juga: Tiarap di Tengah Berondongan Peluru KKB Papua, Ini Kesaksian Korban Selamat dari Insiden Berdarah Nduga, Pj Bupati Kutuk Aksi Egianus Kogoya: Jiwa Manusia Tak Bisa Digantikan!

Potensi bahaya yang dimaksud adalah saat ia membocorkan strategi maupun teknik bertempur TNI. Selain itu, anggota KKB juga bisa lebih terlatih.

"Ketika melakukan serangan, ia bisa mengetahui titik lemahnya," tuturnya.

Apalagi, saat Yotam kabur dari kesatuannya pada Desember 2021, dia membawa satu pucuk senapan SS2-V1.

"Sangat berbahaya. Ini bisa digunakan untuk menyerang TNI-Polri," jelasnya.

Di samping itu, Stanislaus memandang ada tactical gap antara aparat keamanan dengan KKB.

"Ini menjadi berat ketika banyak situasi yang menguntungkan KKB. Ada tactical gap namanya. KKB lebih kenal medan, mereka menguasi hutan, geografis. Perlu usaha lebih keras agar aparat keamanan memenangkan tactical gap ini," sebutnya.

Supaya mempersempit ruang gerak Yotam, Stanislaus memandang aparat perlu menguatkan intelijen, sehingga memperoleh data yang akurat.

Tak hanya itu, dia menilai aparat perlu bekerja sama dengan masyarakat sekitar.

"Selain itu, aparat juga perlu lebih melakukan pendekatan ke masyarakat, dialog ke masyarakat. Aparat perlu menggalang masyarakat," terangnya.(*)

Tag

Editor : Desy Kurniasari

Sumber Tribun-Medan.com, SURYA.co.id