Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Viral lagi di media sosial video yang merekam pernyataan KKB Papua memberikan ancaman kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam video tersebut, tampak seorang pria diduga panglima tinggi KKB Papua bernama Damianus Magai Yogi menginginkan perundingan dengan pemerintah Indonesia.
Mereka juga ingin agar perundingan tersebut diawasi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB.
Dilansir dari TribunPalu pada 27 Juli 2022, dalam artikel 'Panglima KKB Papua Kirim Permintaan Khusus kepada Jokowi, Perang Berlanjut Jika Tak Dipenuhi'.
"Kami sudah tegaskan berulangkali bahwa tetap menolak dialog Jakarta-Papua versi Indonesia dari LIPI maupun Komisi Nasional HAM.
Kedua lembaga itu menawarkan dialog dengan kelompok bersenjata Papua Barat selama ini," kata Damianus Magai Yogi.
Menurut Damianus Magai Yogi, PNPB-OPM bersama Tentara Revolusi West Papua (TRWP) dan West Papua Army menginginkan perundingan damai, bukan dialog.
"Tapi perlu diawasi UN Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau negara-negara anggota PBB yaitu Melanesia Sport Group (MSG), Pasifik Island Froum (PIF) dan Afrika Carabia Pasifik (ACP)," katanya.
Damianus Magai Yogi mengatakan, yang terjadi di Papua merupakan masalah politik sehingga harus diselesaikan secara politik.
"Tidak bisa masalah politik diselesaikan dengan pembangunan atau kesejahteraan diselesaikan dengan undang-undang, tidak bisa," tegasnya.
Dia menegaskan perundingan Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua Barat adalah jalan keluar menuju pengakuan Negara Republik West Papua.
Apabila Indonesia tidak menanggapi, lanjut Damianus Magai Yogi, pihaknya akan mengirim pasukan mengancam beberapa daerah.
Pihaknya tidak berhenti perang sampai Papua Barat merdeka.
Damianus Magai Yogi juga menyinggung peristiwa pembantaian sejumlah warga di Kampung Nogolait Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Sabtu 16 Juli 2022.
"Peristiwa 10 orang tewas itu sebagai akibat dari ulah pemerintah yang tidak mengedepankan dialog terkait penyelesaian konflik di Bumi Cendrawasih," ujarnya.
Aksi Teror KKB Papua Makin Brutal dan Tak Kunjung Padam
Dikutip dari Surya.co.id pada 27 Juli 2022, sebelumnya, Wakil Ketua MPR Arsul Sani membeberkan analisisnya terkait aksi teror KKB Papua yang semakin brutal dan tak kunjung padam.
Hal ini diungkapkan Arsul dalam acara diskusi bertajuk ‘Dialektika Demokrasi dengan tema KKB Papua Kembali Berulah, Dimana Kehadiran Negara?’, Rabu (20/7/2022).
Arsul Sani mengungkapkan pandangannya bahwa konflik di Papua harus dilihat dari sisi demografi dan sosial Papua dengan daerah lain yang pernah konflik, yaitu Aceh.
Dengan perbandingan ini, Arsul melihat bahwa memang persoalan Papua ini jauh lebih kompleks.
Penyelesaiannya jauh lebih rumit dari konflik di Aceh.
Pertama, Papua terdiri dari banyak suku.
Keberagamannya jauh lebih banyak daripada Aceh.
Kedua, di Aceh ada tokoh yang disebut Wali Nangroe yang menjadi ‘primus inter pares’ atau tokoh pemersatu.
Sedangkan di Papua tidak ada.
Para kepala suku di Papua, memiliki otonomi sendiri untuk mengendalikan sukunya masing-masing.
"Hal ini yang saya lihat ada di dalam KKB Papua.
Para anggota KKB Papua hanya memiliki hubungan koordinatif, tapi tidak ada yang memiliki kewenangan otoritatif, dimana satu kelompok memiliki pengaruh besar dan bisa menguasai kelompok lainnya," kata Arsul.
Padahal, lanjutnya, keberadaan tokoh pemersatu ini dalam penyelesaian konflik di Papua menjadi faktor yang sangat penting.
Selain kiprah tokoh pemersatu, penyelesaian konflik juga harus dilakukan dengan melakukan pendekatan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dan dibantu TNI, yang didalam ilmu tentang keamanan di sebut sebagai Military Aid to the Civil Authorities (MACA) atau konsep perbantuan, bukan penegakan militer atau perang.
"Sebab, saya khawatir jika aksi yang dilakukan KKB direspon pendekatan penegakan militer, maka isu pemisahan Papua dari NKRI akan semakin menguat di level internasional.
Selain penegakkan hukum, yang juga harus dilakukan dan ditingkatkan juga oleh pemerintah adalah operasi non penindakan atau pendekatan sosial kepada masyarakat," tegasnya.
Sementara itu, Yorrys Raweyai sebagai Ketua MPR for Papua merespon aksi keji yang dilakukan KKB Papua dan menyampaikan beberapa pandangan resmi.
Pertama, menyampaikan duka mendalam kepada para korban KKB Papua.
Kedua, diduga aksi KKB Papua akhir-akhir ini terfokus pada wilayah-wilayah konflik tidak hanya menyasar orang asli Papua, tapi juga masyarakat umum yang selama ini mencari nafkah sebagai pekerja maupun sebagai pemukim.
Ketiga, aksi kekerasan KKB Pimpinan Egianus Kogoya sudah sangat meresahkan dan mengancam keutuhan NKRI, ditengah upaya pemerintah dan rakyat Papua dalam membangun Papua melaui kebijakan Otonomi Khusus jilid II demi tatanan baru tanah damai Papua masa depan.
Keempat, peristiwa kekerasan di Nduga bukan pertama kali. Banyak aksi sporadis lainnya yang meresahkan rakyat Papua yang pada gilirannya menebar teror.
Ia meminta pemerintah melalui aparat berwenang secara serius dan konsisten memberangus KKB, hingga ke akar-akarnya.
Hal itu mendesak dilakukan dalam rangka menjaga situasi kondusif di tanah Papua.
Kelima, Ia menduga KKB sedang memecah belah kehidupan harmonis masyarakat yang berangsur harmonis di Papua.
Sinergi sosial kemasyarakatan antara orang asli Papua dan umum hendak dicabik-cabik dengan tujuan membangun suasana kebencian dan permusuhan antar anak bangsa.
Keenam, meminta kepada masyarakat untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan konflik dan kekerasan di tanah Papua melalui aksi-aksi teror KKB, kepada pihak yang berwenang.
Hilangkan segala bentuk prasangka dan praduga yang justru semakin membuat situasi makin tidak kondusif.
Yorrys menegaskan bahwa rakyat Papua, pemerintah dan rakyat Indonesia mesti bersatu untuk melawan aksi separatis yang dilakukan KKB itu.
Dikatakannya, persoalan Papua bukan masalah baru. Sejak berintegrasi ke dalam NKRI, sejak itu ada muncul ketidakpuasan kemudian terjadi berbagai macam pergolakan, yang menjadi satu akumulasi hingga hadirnya OPM dan KKB sekarang ini.
Yorrys setuju bahwa persoalan Papua harus ditelisik dari dasar dan dipahami akar persoalannya secara utuh, antara lain soal pemerataan pembangunan dan ekonomi.
"Papua itu secara geografis sangat luas, pemekaran wilayah menurut saya harus dilakukan demi mempercepat proses pembangunan. Saya banyak berdialog dengan rakyat dan adik-adik mahasiswa Papua, dan semuanya memahami bahwa pemekaran wilayah adalah solusi untuk lebih mendekatkan Papua kepada kesejahteraan bersama," tandasnya.
(*)