GridHot.ID -Kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J terus menuai banyak perhatian.
Dilansir drai Kompas TV, Psikolog Forensik Reza Indragiri menilai penanganan kasus Brigadir J yang berkepanjangan terkendala oleh faktor-faktor nonteknis.
"Tegasnya, faktor-faktor organisasi dari dalam tubuh polri sendiri yang berusaha membiarkan ke sana, yang berusaha menyimpangkan ke sini," kata Reza di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (5/8/2022).
Ia mengaku sepakat dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa ada unsur psiko-hierarki dan psiko-politik dalam penanganan kasus penembakan polisi yang terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo itu.
"Psiko-hierarki dan psiko-politik yang diungkapkan oleh Pak Menko Polhukam mengingatkan saya pada istilah code of silence, atau kode senyap," ujarnya.
Di sisi lain, melansir Intisari Online, Serda Ucok Tigor Simbolon melalui video yang diunggah di akun Facebook milik Rohani Simanjuntak pada 3 Agustus 2022, siap mencari pembunuh Brigadir J.
"Komando, kami alumni pasukan cebongan 2013 Serda Ucok Simbolon dan kawan-kawan, merasa terpanggil melihat ketidakadilan atas kematian Brigadir Josua secara mengenaskan di rumah bosnya."
"Sebagai putra batak dan prajurit Kopassus kami merasa terpanggil untuk membantu ibu pertiwi demi membela keadilan dengan menangkap dan mengungkap pembunuh Josua secara terang benderang."
"Sungguh kami tidak tega melihat negara sepertinya kesulitan dan kehabisan energi untuk menangkap pembunuh Josua."
"Mohon beri kami ruang untuk menangkap pembunuh Josua hidup atau mati secepat-cepatnya. Kami pasti bisa, berani, benar, berhasil, komando,"kata Serda Ucok dalam video tersebut.
Serda Ucok merupakan mantan anggota Kopassus yang dulu pernah melakukan aksi balas dendam pada preman yang mengeroyok temannya hingga tewas.
Peristiwa tersebut berawal dari kejadian pengeroyokan yang menimpa Serka Heru Santoso hingga tewas dengan luka bacok.
Pelakunya adalah sindikat preman yang meresahkan masyarakat Yogyakarta saat itu.
Sehari setelah kejadian tersebut, seorang anggota Kodim yang juga mantan anggota Kopassus bernama Sertu Sriyono ditemukan tewas dibacok.
Setelah mendengar berita tersebut, Serda Ucok dan temannya segera mengunjungi Lapas Cebongan di tengah malam bersenjatakan AK-47, dua pucuk replika AK-47, dan sebuah pistol.
Mereka masuk ke lapas dan mengaku sebagai Polda DIY.
Serda Ucok masuk ke dalam blok A5, sedangkan dua temannya yaitu Serda Sugeng dan Koptu Kodik berjaga di luar.
Di sini Ucok memberikan tembakan pada pelaku pembunuhan Serka Heru dan Sertu Sriyono itu.
Keempat korban ini bernama Yohanes Juan Manbait, Gamaliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, dan Hendrik Benyamin Sahetapy Engel alias Deki.
Serda Ucok divonis 11 tahun penjara karena terbukti melakukan pembunuhan tersebut.
Setelah menjalani masa 2/3 tahanan yang terhitung dari tahun 2013, yang berarti sudah 8 tahun menjalani kurungan dari total 11 tahun, Serda Ucok berhak untuk bebas.
Kini, Serda Ucok juga mengaku sebagai sesama putra Batak dan prajurit Kopassus merasa terpanggil atas ketidakadilan yang dirasanya terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. (*)