GridHot.ID - Ketegangan antara China dan Taiwan sedang meningkat sekarang ini.
Di tengah ketegangan itu, sebuah laporan mengatakan pada hari Minggu (21/8/2022), Jepang sedang mempertimbangkan untuk menimbun lebih dari 1000 rudal jelajah jarak jauh.
Jepang melakukan itu dengan tujuan untuk mempersempit 'kesenjangan rudal' yang besar dengan China.
Dilansir dari japantimes.co.jp, Kementerian Pertahanan Jepang sedang mencari cara untuk menyebarkan rudal standoff Type-12 yang diluncurkan dari darat – dan memperluas jangkauannya dari sekitar 200 kilometer (124 mil) hingga lebih dari 1.000 km – terutama ke pulau-pulau barat daya yang jauh dan wilayah Kyushu.
Hal itu sebagaimana yang dilaporan surat kabar Yomiuri yang mengutip sumber-sumber pemerintah yang tidak disebutkan namanya.
"Senjata yang dibayangkan, yang juga akan mampu diluncurkan dari kapal dan udara, akan menempatkan pantai China dan Korea Utara dalam jarak serang," tambah laporan surat kabar Yomiuri.
Untuk menyebarkan rudal jarak jauh itu, Kementerian Pertahanan Jepang dapat memasukkan permintaan mereka ketika meluncurkan proposal anggaran awal untuk tahun fiskal 2023, yang diharapkan akan dirilis pada akhir bulan ini.
Keinginan Jepang untuk menyebarkan 1000 rudal jarak jauh makin mantap manakala China untuk pertama kalinya meluncurkan lima rudal balistik ke perairan dekat Prefektur Okinawa awal bulan Agustus 2022.
Peluncuran itu adalah bagian dari latihan militer besar-besaran China di sekitar Taiwan, yang menurut Beijing sebagai tanggapan atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu.
China menganggap Taiwan yang demokratis sebagai bagian integral dari wilayahnya yang harus dibawa kembali, dengan kekerasan jika perlu.
Jepang jelas saja mengutuk langkah itu, yang menurut para ahli kemungkinan dimaksudkan untuk menghalangi intervensi AS dan Jepang dalam krisis apa pun atas Taiwan yang dijalankan secara demokratis.
Tetapi peluncuran itu juga menyoroti kesenjangan rudal antara Amerika Serikat dan China.
China memiliki sekitar 300 rudal jelajah berbasis darat dan 1.900 rudal balistik yang dapat menyerang Jepang.
AS, terikat hingga 2019 oleh Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah, yang melarang semua rudal berbasis darat dengan jangkauan 500 km hingga 5.500 km, saat ini tidak memiliki senjata semacam itu di gudang senjatanya, meskipun telah mulai mengembangkan rudal tersebut,
Korea Utara yang memiliki senjata nuklir memiliki ratusan rudal balistik yang mampu menghantam Jepang, dan terobosan baru-baru ini – termasuk klaim pengujian senjata hipersonik yang dirancang untuk menghindari pertahanan – juga telah memicu kekhawatiran di Tokyo.
Jepang tidak memiliki rudal jarak jauh, tetapi senjata yang dibayangkan kemungkinan akan menjadi inti pembicaraan pemerintah untuk memperoleh apa yang disebut kemampuan serangan balik yang akan memungkinkannya untuk menyerang pangkalan musuh dan pusat komando dan kendali.
Pembicaraan itu diperkirakan akan memanas dalam beberapa bulan mendatang, dan keputusan diharapkan akan dimasukkan dalam Strategi Keamanan Nasional yang direvisi negara itu, yang akan selesai pada akhir tahun.
Para kritikus mengatakan setiap langkah untuk memperoleh kemampuan serangan balik akan menyimpang dari interpretasi tradisional Jepang tentang Konstitusi pasifisnya dan kebijakan berorientasi pertahanan eksklusif negara itu.
Perdana Menteri Fumio Kishida, bagaimanapun, telah berulang kali menyatakan bahwa Jepang "akan secara drastis memperkuat kemampuan pertahanannya dalam lima tahun, tanpa mengesampingkan opsi apa pun, termasuk kepemilikan kemampuan serangan balik". (*)