Gridhot.ID - Pemerintah akhir-akhir ini terus membahas skema kenaikan harga bahan bakar bersubsidi seperti Pertalite dan Solar.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Sri Mulyani mengakui sudah ada tiga pilihan terkati permasalahan BBM subsidi ini namun tak ada yang enak sama sekali.
Diisukan Pertalite bisa naik hingga Rp 10.000 per liternya.
Hal ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat yang baru saja pulih dari wabah covid-19.
Kini keputusan pemerintah untuk tidak memilih opsi pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi, tapi lebih memilih menaikkan harga dipertanyakan.
Dikutip Gridhot dari Tribun Bisnis, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menduga ada mafia oligarki di balik rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, terutama Solar.
"Jangan-jangan industri Besar selama ini peminum BBM bersubsdi melalui oligarki ikut bermain dalam pengambilan keputusan, agar tetap bisa minum Solar dengan harga Rp 5.150, bukan Rp 21.000 per liter," ujar Fahmy dalam keterangannya, Senin (29/8/2022).
Menurutnya, jika pemerintah menaikkan harga Solar subsidi menjadi Rp 8.500 pun, masih lebih menguntungkan bagi industri sekira Rp 13.000.
"Kalau benar oligarki di balik keputusan menaikkan harga BBM Subsidi, hanya satu kata, lawan," katanya.
Diketahui, klaim Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tentang kenaikan BBM subsidi ternyata hingga akhir pekan kemarin tidak terbukti.
"Hanya, pernyataan itu menimbulkan gonjang-ganjing yang menyulut kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sebelum harga BBM subsidi dinaikkan. Kehebohan juga menyulut panic buying yang menyebabkan kelangkaan Pertalite dan Solar di beberapa SPBU," tutur Fahmy.