Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Pemerintah China sejauh ini masih mengeklaim Taiwan sebagai provinsi China, dengan tidak mengesampingkan untuk mengambilnya secara paksa.
Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 7 Agustus 2022, lalu, ada apa di balik hubungan China-Taiwan hingga bisa berada di titik seperti itu, dan seberapa besarkah potensi konfliknya?
Sejarah Taiwan
Dilansir Guardian, pada akhir perang saudara China tahun 1949, pemerintah Kuomintang yang kalah melarikan diri ke pulau Taiwan.
Mereka mendirikan pemerintahan Republik China (ROC) di pengasingan.
Di daratan, Partai Komunis China (PKC) mendirikan Republik Rakyat China.
Sejak tahun 1970-an dan seterusnya banyak negara mulai mengalihkan hubungan formal mereka dari ROC ke Beijing, dan saat ini kurang dari 15 pemerintah dunia mengakui ROC (Taiwan) sebagai sebuah negara.
PKC tidak pernah memerintah Taiwan dan sejak akhir perang saudara Taiwan telah menikmati kemerdekaan de facto.
Sejak periode darurat militer selama beberapa dekade berakhir pada 1980-an, Taiwan juga telah tumbuh menjadi negara demokrasi yang dinamis dengan pemilihan umum dan media yang bebas.
Hubungan China dan Taiwan
Penyatuan adalah tujuan utama pemimpin China, Xi Jinping.
Presiden pulau itu, Tsai Ing Wen, mengatakan Taiwan sudah menjadi negara berdaulat tanpa perlu mendeklarasikan kemerdekaan.
Tetapi Beijing menganggap pemerintah Taiwan yang terpilih secara demokratis sebagai separatis.
Risiko Perang China versus Taiwan
Di bawah pemerintahan Xi, agresi terhadap Taiwan telah meningkat dan para analis percaya bahwa ancaman invasi adalah yang tertinggi dalam beberapa dekade.
Dalam beberapa tahun terakhir, Tentara Pembebasan Rakyat telah mengirim ratusan pesawat perang ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan.
Ini sebagai bagian dari aktivitas "zona abu-abu" yang sangat meningkat, yang berdekatan dengan pertempuran tetapi tidak memenuhi ambang perang.
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kontan.co.id, 2 September 2022, diberitakan sebelumnya militer Taiwan menembak jatuh sebuah pesawat tak berawak sipil tak dikenal atau drone yang memasuki wilayah udaranya di dekat sebuah pulau kecil di lepas pantai China pada Kamis (1/9/2022).
Hal tersebut terjadi setelah pemerintah berjanji untuk mengambil langkah-langkah baru yang keras untuk menangani peningkatan penyusupan semacam itu.
Mengutip Reuters, Beijing telah mengadakan latihan militer di sekitar pulau itu sejak awal bulan lalu sebagai reaksi atas kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taipei.
Pemerintah Taiwan telah bersumpah untuk tidak memprovokasi atau meningkatkan ketegangan.
Akan tetapi baru-baru ini, Taiwan sangat marah dengan kasus-kasus berulang drone China yang berdengung di pulau-pulau yang dikendalikan oleh Taiwan di dekat pantai China.
Komando pertahanan untuk Kinmen, sekelompok pulau yang dikendalikan Taiwan di seberang kota Xiamen dan Quanzhou di China, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kementerian pertahanan Taiwan bahwa pesawat tak berawak itu memasuki ruang udara terbatas di atas Lion Islet tepat setelah tengah hari.
Pasukan di pulau itu mencoba memperingatkan China, tetapi tidak berhasil.
Alhasil, pasukan Taiwan menembak jatuh drone tersebut, dengan sisa-sisanya mendarat di laut.
Taiwan menembakkan tembakan peringatan ke pesawat tak berawak untuk pertama kalinya pada hari Selasa tak lama setelah Presiden Tsai Ing-wen memerintahkan militer untuk mengambil "tindakan balasan yang kuat" terhadap apa yang disebutnya provokasi China.Berbicara kepada angkatan bersenjata sebelumnya pada hari Kamis, Tsai mengatakan China terus menggunakan intrusi pesawat tak berawak dan taktik "zona abu-abu" lainnya untuk mencoba mengintimidasi Taiwan, kantornya mengutipnya dalam sebuah pernyataan.
Tsai sekali lagi menekankan bahwa Taiwan tidak akan memprovokasi perselisihan tetapi itu tidak berarti bahwa Taiwan tidak akan mengambil tindakan balasan.
"Saya juga telah memerintahkan Kementerian Pertahanan Nasional untuk mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan dan kuat pada waktu yang tepat untuk mempertahankan keamanan nasional," katanya.
"Biarkan militer menjaga negara tanpa rasa takut dan dengan keyakinan yang kuat," tegasnya.
(*)