GridHot.ID - Bukan berita baru bahwa China telah berusaha membangun kontrol dan otoritas atas politik global.
China juga telah berusaha keras untuk mengembangkan dan memenuhi kepentingan hagemoninya di Asia Tenggara.
Dilansir dari Eurasian Times, China akan mendirikan pos terdepan guna mewujudkan mimpi mengendalikan Asia Tenggara.
Pos terdepan China itu dibangun di negara tetangga Indonesia yaitu Kamboja.
Disebutkan bahwa pangkalan angkatan laut China menjadi contoh dari pos terdepan itu.
Rupanya ada faktor kunci yang membuat China membangun pos terdepan di Kamboja.
Faktor kunci itu antara lain, latar belakang politik dengan rezim Hun Sen yang non-demokratis di Kamboja, latar belakang ekonomi sebagai negara di mana investasi China terkonsentrasi dan banyak bisnis/perusahaan China beroperasi, serta belum terselesaikannya masalah demarkasi perbatasan darat dengan Vietnam dalam konflik Laut China Selatan.
Tidak berkembangnya hubungan antara Kamboja dan Amerika Serikat (AS) juga turut berkontribusi.
Hubungan Kamboja-AS melembek, dipengaruhi oleh pembatalan sepihak latihan militer gabungan “Angkor Sentinel” pada Januari 2017.
Kemudian diikuti dengan pembubaran Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) pada akhir 2017.
Amerika Serikat mengkritik pembatasan demokrasi, mengesahkan Undang-Undang Demokrasi Kamboja, dan menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan pengusaha Kamboja.
Ketegangan juga terjadi dalam hubungan Kamboja-Vietnam atas demarkasi yang belum selesai dari perbatasan darat mereka, imigran etnis Vietnam di Kamboja, dan persepsi sosial tentang peran Vietnam selama pembebasan Kamboja dari Khmer Merah.
Oleh karena itu, China telah berusaha untuk memperkuat telah berusaha untuk memperkuat kekuatan militer Kamboja untuk pendekatan “perimbangan lepas pantai” terhadap “perang proksi” daripada secara langsung mengerahkan atau melibatkan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) atau Angkatan Lautnya (PLAN) di negara itu.
Kamboja – Proxy China
Dalam kepemimpinannya di ASEAN pada tahun 2012, Kamboja disebut sebagai “proksi China” karena sikap pro-China yang terang-terangan.
China pun ingin memecah ASEAN dan menyabotase persatuannya.
Mendirikan pangkalan angkatan laut di Kamboja juga menimbulkan risiko keamanan yang signifikan bagi negara-negara di Asia Selatan.
Modernisasi dan perluasan Pangkalan Angkatan Laut Ream akan memungkinkan Angkatan Laut Kerajaan Kamboja (RCN) untuk mengoperasikan kapal pengangkut rudal anti-kapal dan pertahanan udara seperti kapal rudal Tipe 22 (kelas Houbei) China, korvet Tipe 056, dan fregat Tipe 054A.
Itu berbeda dengan kemampuan RCN saat ini yang hanya mampu mengoperasikan kapal patroli tanpa rudal anti kapal.
Sebuah perjanjian rahasia antara Kamboja dan RRC kemungkinan ada.
Dan itu memungkinkan China untuk menggunakan beberapa fasilitas untuk tujuan militer; akan ada penempatan reguler dan panggilan pelabuhan oleh kapal angkatan laut China, terutama Angkatan Laut kedua: kapal patroli Penjaga Pantai China, dan Angkatan Laut ketiga: kapal penangkap ikan Milisi Maritim.
Ini akan menambah basis pasokan vital bagi China, yang ingin mencegah aktivitas ekonomi asing dalam “sembilan garis putus-putus", yang sedang diperluas dan digunakan oleh China tanpa definisi yang jelas.
Dalam konteks ini, ada kemungkinan bahwa Beijing akan berusaha untuk memperluas “sembilan garis putus-putus” sejauh barat Teluk Thailand.
Masalah yang lebih besar, bagaimanapun, adalah bahwa banyak proyek pembangunan infrastruktur skala besar sedang dilakukan di Kamboja oleh Cina.
Misalnya, proyek Bandara Internasional Dara Sakor (landasan 3.900 meter) oleh Union Development Group China, dan pelabuhan air sedalam 15 meter sedang dibangun di Kampot; pelabuhan tersebut akan memungkinkan kapal induk China serta kapal serbu amfibi Tipe 075, kapal pendarat Tipe 072A, dan kapal pasokan armada untuk berlayar.
Ini dapat berkontribusi untuk memperluas cakupan kegiatan angkatan laut China di Laut China Selatan dan sekitarnya. (*)