Gridhot.ID - Peperangan Rusia dengan Ukraina masih terus memanas.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, Ukraina kini geram akibat menemukan kuburan massal misterius yang diisi jenazah dengan kondisi diduga disiksa terlebih dahulu.
Kuburan massal ini ditemukan di wilayah Izium.
Hingga kini Ukraina masih menyelidiki dengan pasti asal-usul kuburan mengerikan ini.
Kini, pertarungan sengit masih terjadi di beberapa wilayah Ukraina.
Namun dikabarkan karena Rusia yang masih ngebet untuk meluluh lantahkan Ukraina malah bertindak sembrono sendiri.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Rusia disebut salah sasaran dengan menembak jatuh jet tempur Su-35 miliknya sendiri dengan sistem rudal S-400.
Setidaknya ada tiga kasus jet tempur Su-35 Rusia terdokumentasi jatuh di atas Ukraina sejak Juli 2022.
Saat itu pertempuran sengit terjadi di sekitar dan di atas kota Nova Kakhovka, Ukraina selatan.
Angkatan Udara Ukraina mengeklaim yang menembak jatuh ketiga Su-35 Rusia tersebut, tetapi David Hambling yang rutin menulis untuk Forbes dan mengikuti perang di Ukraina mengungkapkan keraguannya.
Menurutnya, sangat mungkin Rusia sendiri yang menembak jatuh pesawat tempur mereka. Dikutip dari Bulgarian Military pada Kamis (15/9/2022), keraguan yang diungkapkan Hambling berasal dari waktu dan lokasi pesawat jatuh.
Menurut Hambling, Rusia memiliki masalah serius dengan sistem pengenalan terhadap senjata mana yang menjadi milik Rusia dan yang bukan. Sistem ini disebut Friend-or-Foe (IFF) yang artinya kawan atau lawan.
Sistem senjata modern memiliki IFF, terlepas apakah mereka dikembangkan dari barat atau timur.
Hambling menunjukkan, pada saat yang sama operator S-400 berusaha menembak jatuh rudal yang diluncurkan dari sistem HIMARS.
Namun, mereka secara tidak sengaja menembak pesawat tempur Rusia sendiri karena pembacaan yang salah oleh sistem IFF. Dengan demikian, sebuah rudal yang ditembakkan dari S-400 diduga menembak jatuh pesawat tempur Rusia Su-35.
BulgarianMilitary.com juga melaporkan bahwa sebelum dimulainya perang Rusia berniat menjual Su-35 ke Indonesia dan Aljazair.
Kedua negara itu pada akhirnya membatalkan pembelian (kemungkinan karena sanksi ekonomi dari AS), dan masalah IFF mungkin akan menjadi alasan yang cukup untuk mendukung keputusan Indonesia dan Aljazair.
(*)