Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Keluarga korban kasus mutilasi KKB Papua di Mimika, Papua, melayangkan sejumlah tuntutan.
Salah satunya adalah mereka menolak pelabelan korban sebagai simpatisan atau anggota KKB Papua.
Beka awalnya menjelaskan temuan sementara proses pemantauan dan penyelidikan kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga oleh KKB Papua di Kabupaten Mimika Papua yang melibatkan oknum prajurit TNI dan masyarakat sipil.
Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Surya.co.id, 22 September 2022, hal ini diungkapkan oleh Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara.
Berikut rangkuman faktanya melansir dari Tribunnews.com dalam artikel 'Komnas HAM: Keluarga Korban Tuntut Para Pelaku Mutilasi 4 Warga di Mimika Dihukum Mati'.
1. Keluarga menuntut hukuman mati
Beka mengungkap keluarga korban kasus mutilasi di Mimika, Papua meminta para pelaku dihukum mati.
"Adanya tuntutan dari pihak keluarga tentang proses hukum dan keluarga juga menuntut hukuman mati dan proses peradilannya dilakukan di Mimika," kata Beka Ulung Hapsara saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Selasa (20/9/2022).
2. Ogah korban dicap anggota KKB Papua
Selain itu, kata dia, pihak keluarga juga menolak adanya pelabelan para korban sebagai simpatisan atau anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Dan keluarga menolak adanya pelabelan korban sebagai simpatisan atau anggota KKB," kata Beka.
3. Komunikasi terkhir
Keluarga korban, kata dia, juga menerangkan, terkait komunikasi terakhir keempat korban dengan keluarga dan latar belakang keempat korban.
Mereka, kata Beka, juga menerangkan informasi terkait proses rekonstruksi dan bagaimana mereka mencari korban dan mengdentifikasi korban.
"Kemudian informasi soal tujuan keempat korban pergi ke Kabupaten Mimika. Korban ini dari Nduga asalnya. Kemudian dia pergi ke Kabupaten Mimika.
Saya kira ini juga jaraknya cukup jauh. Kemudian menginformasikan kepada tim Komnas apa maksud dan tujuan mereka," kata Beka.
4. Telah periksa 19 saksi
Komnas HAM, kata dia, sejauh ini telah memeriksa 19 orang saksi.
Mereka di antaranya Penyidik Polres Mimika, Satgas Polda Papua, Penyidik Puspomad, Penyidik Pomdam XVII/Cenderawasih, Penyidik Subdenpom Mimika, Penyidik Satgasus Polda Papua, dan Penyidik Polres Mimika.
"Selain itu juga keluarga keempat korban, enam orang pelaku Anggota TNI dan tiga orang pelaku sipil," kata Beka.
Otak Mutilasi di Papua Ternyata Bukan Oknum Perwira TNI
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 23 September 2022, sebelumnya, otak mutilasi di Mimika, Papua ternyata bukan perwira TNI yang kini menjadi tersangka kasus tersebut.
Otak mutilasi di Mimika, Papua itu adalah warga sipil berinisial RMH yang kini menjadi buronan polisi.
Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa mengatakan, RMH lah yang merencanakan dan mengenal para korban sebelum akhirnya memutilasi tubuhnya setelah dibunuh.
"Ada satu yang masih buron yaitu si RMH, itu otaknya, yang mengatur, yang menghubungi sampai mendesain keempat (korban) orang ini datang, sampai melakukan pembunuhan, diduga otaknya RMH. Keenam (anggota TNI) tersangka itu terlibat," ujarnya Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa di Jayapura, Selasa (6/9/2022).
Lalu, bagaimana peran dua perwira TNI dan empat prajurit lain yang sudah ditetapkan tersangka?
Saleh menjelaskan, anggotanya secara sadar ikut merencanakan dan melakukan pembunuhan serta memutilasi keempat korban.
Enam anggota TNI yang terlibat kasus mutilasi ini, dua diantaranya perwira TNI, yakni perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK.
Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R.
Dua perwira yang diketahui salah satunya seorang wakil komandan juga berperan di kasus ini.
Kedua perwira ini tahu tapi ada pembiaran, makanya ini diduga beberapa kali sebelumnya pernah melakukan hal yang sama," kata dia.
Saleh mamastikan para tersangka dikenakan Pasal 340 UU KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati, seumur hidup atau paling rendah 20 tahun penjara.
Sedangkan dua oknum TNI masih diperiksa karena ikut menikmati uang hasil rampokan.
Kasus itu bermula ketika para pelaku berpura-pura menjual senjata api kepada korban.
Para korban tertarik dan mendatangi para pelaku dengan membawa uang Rp 250 juta, Senin (22/8/2022).
Namun sesampainya di lokasi, para pelaku membunuh, memutilasi korban dan merampas uang ratusan juta rupiah tersebut.
Mayat-mayat korban mutilasi diletakkan dalam enam karung dan dibuang di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, Papua.
Korban pertama dan kedua ditemukan pada Jumat (26/8/2022) dan Sabtu (27/8/2022). Sedangkan korban ketiga dan keempat ditemukan Senin (29/8/2022) dan Rabu (31/8/2022).
(*)