Hotel Suni Jadi Lokasi, Pertemuan Lukas Enembe dan 2 Menteri Jokowi Dibongkar Pengacaranya Sendiri: untuk Merebut Kekuasaan Gubernur Papua!

Selasa, 27 September 2022 | 11:25
Kompas.com

Gubernur Papua Lukas Enembe saat memberikan keterangan dengan Mendagri Tito Karnavian beberapa waktu lalu.

Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar

Gridhot.ID -Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening mengungkap, ada dua menteri Presiden Joko Widodo yang bertemu dengan Lukas pada akhir tahun lalu, yakni Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

Kedatangan keduanya menemui Lukas Enembe untuk menyodorkan nama Paulus Waterpauw sebagai wakil gubernur menggantikan Klemen Tinal yang meninggal dunia.

Merespons hal ini, Lukas Enembe meminta Tito menyampaikan kepada Paulus agar mengumpulkan rekomendasi dari partai pengusung.

Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 26 September 2022, Stefanus dalam keterangan resminya, Minggu (25/9/2022) menyebut bahwa ada upayamemaksakan agar Komjen Pol Paulus Waterpauw menjadi pengganti.

“Ada upaya Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian (Mendagri) untuk memaksakan agar Komjen Pol Paulus Waterpauw (menjadi pengganti),”.

Menurut dia, peristiwa itu terjadi pada 10 Desember 2021 di Hotel Suni, Abepura, Jayapura, Papua.

Saat itu, ia mengklaim, keduanya memiliki permintaan kepada Lukas agar menerima Paulus menggantikan Klemen Tinal.

Namun, hingga batas waktu pengisian Wakil Gubernur Papua habis, Paulus gagal meraup dukungan dari partai koalisi.

“Menjadi pertanyaan bagi publik, mengapa Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Bahlil terlibat langsung dalam mengisi jabatan Wakil Gubernur Papua,” tuturnya.

Baca Juga: HP 5G Paling Bertenaga untuk Gaming di Kelasnya Turun Harga, Intip Mahar yang Diperlukan untuk Bawa Pulang Realme Narzo 50 5G

Stefanus menduga, kedatangan Tito dan Bahlil merupakan bentuk intervensi kepada Lukas.

Ia pun menyebut bahwa sejumlah oknum di pemerintahan Jokowi memiliki agenda politik sendiri, termasuk dalam hal ini partai yang tengah berkuasa.

Di sisi lain, ia menduga, penetapan Lukas sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga merupakan upaya intervensi yang dilakukan untuk menggeser kursi orang nomor satu di Papua itu.

Ia menduga para elite itu bergerak secara sistematis untuk menguasai kekayaan sumber daya alam di Papua.

“Untuk merebut kekuasaan Gubernur Papua tanpa melalui proses demokrasi melainkan dengan mempergunakan institusi penegak hukum (KPK) sebagai alat untuk mencapai kekuasaan politik tanpa melalui Pemilu,” ujarnya.

Terkait hal ini, Kompas.com telah mencoba menghubungi Bahlil melalui pesan singkat. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari Bahlil.

Demikian halnya pesan singkat yang dilayangkan kepada Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan.

Hingga kini belum ada respons Kemendagri mengenai dugaan yang dilontarkan Stefanus.

Sebagai informasi, Lukas ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi setelah diduga menerima gratifikasi Rp 1 miliar terkait APBD di Papua pada awal September lalu.

Baca Juga: Rumor Presiden China Xi Jinping Dikudeta Mencuat dan Jadi Tren di Media Sosial, Ada Apa?

Namun, Stefanus membantah uang tersebut merupakan gratifikasi. Kliennya disebut menerima transfer Rp 1 miliar dari orang kepercayaannya sendiri dan uang itu berasal dari kantongnya sendiri.

"Menurut pengakuan Gubernur Lukas Enembe kepada Tim Hukum, dana tersebut adalah dana pribadi Gubernur Lukas Enembe sendiri,” kata dia.

Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 26 September 2022, diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar semua pihak menghormati proses hukum yang ada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pernyataan Presiden tersebut terkait dengan penetapan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe dalam kasus dugaan gratifikasi APBD Papua.

“Saya kira proses hukum di KPK semua harus hormati,” kata Jokowi di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin, (29/9/2022).

Menurut Presiden semua orang sama di mata hukum.

Oleh karenanya sipapun yang berperkara harus menghormati panggilan KPK.

Untuk diketahui Lukas Enembe tidak menghadiri panggilan pertama KPK untuk diperiksa pada Senin lalu (12/9/2022).

KPK telah melayangkan surat panggilan kedua pada Lukas Enembe untuk diperiksa pada hari ini.

Baca Juga: Selalu Diguyur Rezeki, Ini Ciri-ciri Orang yang Didampingi Khodam Dewi Sri, Keberuntungan Tak Akan Lepas Menurut Primbon Jawa

“Semua sama di mata hukum. Dan saya sudah sampaikan agar semuanya menghormati panggilan KPK dan hormati proses hukum yang ada di KPK, semuanya,” pungkas Jokowi.

Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan upaya jemput paksa jika Gubernur Papua Lukas Enembe mangkir dari panggilan tim penyidik pada hari ini.

"ICW mendesak KPK agar segera memberikan pesan ultimatum terkait penjemputan paksa kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe, jika hari ini ia tidak hadir memenuhi panggilan penyidik," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Senin (26/9/2022).

Diketahui KPK memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa pada Senin ini.

Lukas akan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi Rp1 miliar.

Sebelumnya, Lukas Enembe sudah dipanggil untuk diperiksa di Mako Brimob Polda Papua pada 12 September 2022.

Saat itu, Lukas dipanggil sebagai saksi. Lukas tidak hadir dengan alasan sakit.

Kuasa hukum Lukas Enembe sudah memberi sinyal bahwa kliennya kembali tidak dapat menghadiri pemeriksaan KPK yang terjadwal hari ini. Dalihnya, kondisi kesehatan Lukas yang masih buruk.

Pihak kuasa hukum kemudian meminta izin ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Lukas Enembe bisa berobat ke Singapura.

Baca Juga: Bank Soal PPPK 2022, Ini Contoh Soal P3K Akuntansi Lengkap dengan Pembahasannya, Rincian Formasi Telah Diumumkan

ICW menilai permohonan izin berobat ke luar negeri yang dilayangkan kuasa hukum Lukas kepada Presiden Jokowi tidak masuk akal.

"Penting untuk disampaikan bahwa Pak Jokowi hingga saat ini menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, bukan penyidik KPK. Jadi, tidak tepat jika permohonan itu disampaikan kepada presiden," kata Kurnia.

Agar polemik kesehatan Lukas dan pemanggilannya oleh KPK dapat segera terpecahkan, ICW meminta KPK segera berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) guna mendapatkan second opinion atas kondisi kesehatan Lukas.

"Jika kemudian pendapat IDI berbeda dengan tim kesehatan Saudara Lukas, maka tidak ada pilihan lain, proses hukum terhadap Gubernur Papua itu demi hukum harus dilanjutkan," ujar Kurnia.

(*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber Kompas.com, tribunnews