Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Sebanyak 194.000 warga Rusia dikabarkan kabur sementara ke negara tetangga untuk menghindari kemungkinan mobilisasi parsial bergabung dengan militer Rusia untuk bertempur melawan pasukan Ukraina.
Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 28 September 2022, kebijakan mobilisasi parsial yang diumumkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, sejak awal memang tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari rakyatnya.
Mengutip dari AP News, sebagian besar warga Rusia memilih eksodus ke Georgia, Kazakhstan, dan Finlandia sebagai tempat pelarian.
Mayoritas dari mereka kabur menggunakan mobil, sepeda, bahkan berjalan kaki. Eksodus massal ini tidak hanya dilakukan para pria.
Banyak dari mereka juga mengajak keluarga dan kerabatnya agar tidak merasakan dampak perang yang mungkin akan segera merambat ke Rusia.
Jalur darat akhirnya dipilih setelah banyak maskapai menaikkan harga di tengah tingginya permintaan rute internasional. Antrian panjang di wilayah perbatasan kini mulai mengular, begitu pula di stasiun pengisian bahan bakar.
Menurut data Yandex Maps, kemacetan lalu lintas menuju Verkhny Lars, perbatasan yang melintasi Georgia dari wilayah Ossetia Utara Rusia, membentang sekitar 15 km pada hari Selasa (27/9/2022).
Banyak laporan di media sosial juga menunjukkan ratusan pejalan kaki berbaris di pos pemeriksaan.
Saat ini penjaga perbatasan Rusia melonggarkan peraturan dan mengizinkan orang untuk menyeberang dengan berjalan kaki.
Kementerian Dalam Negeri Georgia mengatakan lebih dari 53.000 orang Rusia telah memasuki negaranya sejak pekan lalu. Sementara pejabat Kementerian Dalam Negeri di Kazakhstan mengatakan 98.000 masuk ke negaranya.
Di Finlandia, badan penjaga perbatasannya melaporkan sudah ada lebih dari 43.000 warga negara Rusia yang masuk. Sekitar 3.000 orang lainnya memilih Mongolia.
Kazakhstan dan Georgia menjadi tujuan paling populer bagi mereka yang bepergian melalui darat karena keduanya menawarkan masuk bebas visa oleh warga negara Rusia.
Pemerintah Rusia kabarnya sedang berusaha membendung arus migrasi tersebut dengan mengutip undang-undang mobilisasi.
Moskow bahkan dikabarkan akan segera menutup perbatasan bagi semua pria yang sudah cukup umur untuk berperang. Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, mengatakan bahwa hanya sekitar 300.000 orang yang akan dikerahkan sebagai pasukan tambahan.Mereka adalah orang yang memiliki pengalaman perang atau dinas militer lainnya.
Namun, laporan telah muncul dari berbagai wilayah Rusia bahwa perekrut sedang mengumpulkan orang-orang di luar deskripsi itu.
Isu tersebut yang pada akhirnya memicu ketakutan di kalangan para pria, sehingga mereka berbondong-bondong melarikan diri dari Rusia.
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 23 September 2022,Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov membela serangan negaranya di Ukraina di hadapan Dewan Keamanan PBB pada Kamis (22/9/2022).
Dilansir Reuters, hal ini disampaikan Lavrov ketika PBB memperingatkan Rusia agar tidak mencaplok wilayah Ukraina dan para menteri Barat menyerukan pertanggungjawaban atas kekejaman.
Lavrov hanya berada di ruang dewan untuk menyampaikan pidatonya pada pertemuan 15 anggota badan tersebut.
Pertemuan hanya dihadiri oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
Lavrov dilaporkan tidak mendengarkan orang lain berbicara.
"Saya melihat hari ini bahwa diplomat Rusia melarikan diri dengan tepat seperti pasukan Rusia," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada pertemuan Dewan Keamanan tentang akuntabilitas di Ukraina.
Dewan, yang bertemu di Ukraina setidaknya untuk ke-20 kalinya tahun ini, tidak dapat mengambil tindakan yang berarti. PBB loyo tak berkutik.
Rusia adalah anggota tetap pemegang hak veto bersama dengan Amerika Serikat, Perancis, Inggris, dan China.
Lavrov menuduh Kyiv mengancam keamanan Rusia dan "dengan berani menginjak-injak" hak-hak orang Rusia dan penutur bahasa Rusia di Ukraina.
Dia menambahkan bahwa serangan itu "hanya menegaskan keputusan untuk melakukan operasi militer khusus yang tidak dapat dihindari."
"Jumlah kebohongan yang datang dari diplomat Rusia sangat luar biasa," ujar Kuleba.
Lavrov mengatakan negara-negara yang memasok senjata ke Ukraina dan melatih tentaranya adalah pihak-pihak dalam konflik.
Blinken lantas berjanji bahwa AS akan terus mendukung Ukraina untuk mempertahankan diri.
"Tatanan internasional yang kami kumpulkan di sini untuk ditegakkan sedang dicabik-cabik di depan mata kami. Kami tidak bisa membiarkan Presiden Putin lolos begitu saja," katanya kepada dewan, yang bertemu selama pertemuan tahunan para pemimpin dunia untuk Jenderal PBB.
Ribuan orang tewas dan kota-kota Ukraina menjadi puing-puing sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari.
(*)