Utang Pemerintah Naik Hingga Rp 7.236,61 Triliun, Kemenkeu Peringatkan Ancaman Krisis Pangan dan Energi yang Sudah Nampak di Depan Mata

Selasa, 04 Oktober 2022 | 06:13
Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden

Jokowi saat menyampaikan sambutan Presiden RI pada United Overseas Bank (UOB) Economic Outlook 2023, Kamis (29/09/2022).

Gridhot.ID - Indonesia memang sedang berusaha menekan inflasi.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diketahui telah memuji Menteri Keudangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia karena telah sukses menjaga inflasi.

Keduanya telah mengatur strategi sedemikian rupa hingga akhirnya Indonesia bisa menjaga inflasi di angka 4,6 persen.

Meski sukses menjaga inflasi, Indonesia harus waspada terkait krisis yang bisa terjadi di masa depan.

Tak heran jika Pemerintah memutuskan menaikkan utang Indonesia.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah kembali naik.

Berdasarkan dokumen APBN Kita, pada akhir Agustus 2022, utang pemerintah tercatat sebesar Rp 7.236,61 triliun.

Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut naik Rp 73 triliun dibandingkan dengan posisi utang pada akhir Juli 2022 yang senilai Rp 7.163 triliun.

Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,30%. Angka tersebut sedikit meningkat dengan rasio utang pada akhir Juli 2022 yang sebesar 37,91%.

“Meskipun terdapat peningkatan nominal dan rasio utang pada akhir Agustus 2022, peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal” tulis Kemenkeu dalam APBN KITA Edisi September yang dikutip, Senin (3/10).

Adapun peningkatan terjadi terutama disebabkan meningkatnya kebutuhan belanja selama tiga tahun masa reklasasi akibat Covid-19.

Baca Juga: Konon Miliki Energi Sakral Kuat dan Pekat, Beberapa Weton Ini Miliki Khodam Leluhur Penjaga Berumur Ribuan Tahun, Anda Termasuk?

Namun demikian, disiplin fiskal tetap dijalankan pemerintah dan komposisi utang tetap dijaga di bawah batas maksimal 60% terhadap PDB, dengan demikian keadaan akan terus membaik seiring perbaikan ekonomi Indonesia.

Secara rinci, utang pemerintah didominasi instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 88,79%.

Hingga akhir Agustus 2022, penerbitan SBN yang tercatat sebesar Rp 6.425,55 triliun. Penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).

Dalam rilis tersebut, SBN domestik tercatat sebanyak Rp 5.126,54 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.195,39 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 931,15 triliun.

Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.299,02 triliun dengan rincian sebagai berikut, yaitu SUN sebesar Rp 972,25 triliun dan SBSN senilai Rp 326,77 triliun.

Kemenkeu juga memaparkan, utang pemerintah tersebut ada kontribusi 11,21% dari utang pinjaman pemerintah hingga akhir Agustus 2022 yang sebesar Rp 811,05 triliun. Pinjaman ini dirincikan dalam dua kategori yakni pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 15,92 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 795,13 triliun.

Untuk pinjaman luar negeri juga telah dijabarkan oleh Kemenkeu sebagai berikut yakni pinjaman bilateral sebesar Rp 264,39 triliun, pinjaman multilateral sebesar 487,95 triliun, dan pinjaman commercial bank sebesar Rp 42,80 triliun.

Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi mata uang domestik (rupiah), yaitu 71,06%.

Selain itu, saat ini kepemilikan oleh investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05%, dan per 22 September 2022 mencapai 14,70%.

"Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. Meski demikian, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai," tulis Kemenkeu.

Kemenkeu menyebut, pengelolaan utang yang prudent, didukung dengan peningkatan pendapatan negara yang signifikan dan kualitas belanja yang lebih baik adalah bentuk komitmen dan tanggungjawab pemerintah dalam menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca Juga: Kerongkongan Bergeser Usai Dicekik dan Dibanting, Lesti Kejora Dapat Pesan Penting dari Soimah, Istri Rizky Billar Makin Banjir Dukungan

Tantangan ke depan akan semakin berat karena krisis pangan dan energi menjadi batu sandungan lain yang perlu diwaspadai setelah pandemi berlalu sehingga disiplin fiskal terutama pengelolaan utang akan terus dijaga agar ekonomi terus berjalan.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, kontan