Gridhot.ID - Petinggi KKB Papua, Benny Wenda menjadi salah satu sosok yang bergerak secara internasional untuk berusaha memisahkan Papua dari Indonesia.
Benny Wenda telah puluhan tahun menentang bergabungnya Papua ke Indonesia dan berupaya menjadikan Papua merdeka.
Benny Wenda juga membentuk United Liberation for West Papua (ULMWP) atau Serikat Pembebasan Papua Barat dan mengklaim sebagai presiden sementara ULMWP.
Mengutip Pos-Kupang.com, deretan manuver BennyWenda di luar negeri, di antaranya mengadakan pertemuan Parlemen Internasional untuk PapuaBarat di ParlemenInggris, ParlemenSpanyol dan ParlemenBelanda.
Benny Wenda menjelaskan bahwa pihaknya telah meluncurkan ULMWP Uni Eropa.
Dengan setiap pertemuan, kata Benny, momentum untuk kunjungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ke Papua Barat telah berkembang.
Terlepas dari manuver itu, kiniBenny mendesak Presiden Jokowi untuk membebaskan 7 mahasiswa PapuaBarat yang ditangkap karena protes damai.
Melansir TribunPekanbaru.com, Benny juga menyoroti kebebasan berekspresi di Indonesia atas penangkapan mahasiswa PapuaBarat tersebut.
Menurut Benny, sekali lagi Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa kebebasan berekspresi dan berkumpul tidak ada untuk orang PapuaBarat.
"Tujuh mahasiswa PapuaBarat ditangkap sewenang-wenang karena mengibarkan bendera Bintang Kejora," ungkap Benny.
Lebih lanjut, Bennymenegaskan, kelompok yang bermarkas di kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) di Abepura itu, beranggotakan tiga dari8 mahasiswa PapuaBarat yang ditangkap dan didakwa makar karena terlibat dalam pengibaran bendera pada 1 Desember 2021.
"Nama ketiga mahasiswa tersebut, yang didakwa makar dan baru dibebaskan 2 bulan lalu, adalah Yosep Ernesto Matuan, Devio Tekege, dan Ambrosius Elopere."
"Mereka ditangkap bersama Eko Ukago, Nobertus Dogopia, Matius Mabel dan Andy You," rinci BennyWenda.
Menurut Benny, pada saat yang sama dengan penangkapan ini, Indonesia menghadapi pemeriksaan catatan hak asasi manusia mereka di PBB, dengan 8 negara termasuk Amerika Serikat, Kanada dan Australia.
"Sebagai tanggapan, Indonesia bersikeras bahwa demokrasi dan hak asasi manusia dihormati di PapuaBarat - inilah kesempatan untuk menunjukkan rasa hormat yang seharusnya," sebut Benny.
Tetapi, ulas Benny, bahkan dengan mata dunia tertuju pada mereka, dengan KTT G20 diadakan di Bali, Indonesia tidak dapat mengizinkan orang PapuaBarat mengibarkan bendera nasional mereka.
"Para mahasiswa berkumpul untuk memperingati pembunuhan Theys Eluay, seorang pemimpin besar dan pemersatu PapuaBarat, yang dibunuh di dalam mobilnya oleh Pasukan Khusus Indonesia pada 10 November 2001," kata Benny.
Seperti halnya demonstrasi 1 Desember 2021, tambah Benny, protes tersebut sepenuhnya damai, dengan para siswa memegang bendera Bintang Kejora dan membacakan pidato tentang Eluays dan warisannya.
"Untuk bagian mereka dalam protes damai, mereka dapat didakwa dengan pengkhianatan dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara," tutur Benny.
Benny mendesak agar 7 mahasiswa yang ditangkap di Jayapura harus segera dibebaskan.
"Ini tuntutan saya kepada Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) - bukan Kapolri, bukan Panglima TNI."
"Kebebasan berkumpul bukanlah kejahatan: Presiden Indonesia harus segera turun tangan untuk menjamin pembebasan mereka," tegas Benny.
Diterangkan Benny, sekelompok terpisah mahasiswa PapuaBarat juga disiksa dan dikriminalisasi karena memprotes G20 di Bali.
"Saat berbaris di luar Universitas mereka dipukuli, disiram dengan meriam air, ditembaki, dilempari batu dan menjadi sasaran pelecehan rasis," jelas Benny.
Kemudian, lanjut Benny, mereka dibarikade di dalam asrama mereka oleh polisi Indonesia, yang melepaskan tembakan ke arah kelompok tersebut.
"Indonesia harus berhenti mengkriminalisasi protes, berhenti menyalahgunakan hak-hak dasar, dan berhenti menghukum pemuda PapuaBarat ketika mereka berani menggunakan suaranya."
"Tindakan ini melanggar hukum internasional," tegas Bennylagi.
Inilah tuntutan Pemerintah Sementara ULMWP tambah BennyWenda lagi:
"Indonesia akhirnya harus mulai menghormati hak kebebasan berekspresi dan berkumpul yang diakui secara global."
"Mereka harus memperhatikan seruan mendesak dari lebih dari delapan puluh negara untuk mengizinkan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia masuk ke West Papua."
"Larangan media internasional, kelompok hak asasi manusia dan lembaga bantuan memasuki PapuaBarat harus segera dicabut."
"Dan terakhir, Presiden Widodo tidak boleh mengabaikan seruan saya untuk membahas solusi damai yang baik bagi rakyat kita berdua."
"Seperti yang dinyatakan Kepulauan Marshall minggu ini di PBB, hanya melalui hak penentuan nasib sendiri hak asasi manusia Papua akan dilindungi."
"Hanya referendum yang dimediasi secara internasional yang akan mengakhiri konflik ini," papar Benny.