GridHot.ID - BMKG mencatat ada sebanyak 300 gempa susulan pascagempa bumi 5.6 Skala Magnitudo, Senin (21/11/2022) lalu.
Gempa susulan dari gempa Cianjur masih terjadi di wilayah Cianjur dengan magnitudo terbesar 4.2 dan terkecil 1.0.
Dikutip Gridhot.id dari Tribunnews, Kepala BMKG Jabar Teguh Rahayu mengatakan, sejumlah awal sampai pukul 11.00 WIB ini tercatat sudah ada sebanyak 300 kali gempa bumi susulan.
Sejumlah gempa susulan yang terjadi itu, kata dia, dalam setiap arinya tidak sama, bahkan cenderung melemah.
"Ketika gempa magnitudo 5.6 satu sampai dua hari itu tercatat mencapai 30 hingga 40 kali gempa susulan. Sedangkan pekan ini hanya 2-5 kali gempa susulan," ucapnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan pantaun gempa bumi susulan tersebut kekuatan gempa sudah melemah, dan frekuesinya terus mengalami penurunan.
Dibalik gempa yang menewaskan ratusan warga, ada kisah miris yang memilukan.
Seorang anak korban gempa Cianjur berusia 3 tahun tak mendapatkan perawatan maksimal dari sebuah rumah sakit swasta di kawasan Citeureup, Jawa Barat.
Dilansir TribunWow.com, pihak RS menolak melakukan tindakan perawatan lebih lanjut pada bocah bernama Ibriz Muttaqi tersebut.
Alasannya, sang anak yang menderita luka di bagian kepala tersebut tidak ditanggung oleh BPJS.
Sang ibu, Rufaidah, mengaku tengah berada di Jakarta saat gempa bumi melanda kampung halamannya.
Mendengar anaknya menjadi korban, Rufaidah langsung pulang dan mendapati Ibriz sudah mendapatkan penangangan pertama di RSUD Sayang.
"Saya dan suami di Jakarta, anak dan abah saya di Cianjur. Saat saya mendengar anak jadi korban saya langsung ke Cianjur," kata Rufaidah dikutip TribunJakarta.com, Minggu (27/11/2022).
"Anak saya sudah ditangani, sudah dijahit dan diperban RSUD Sayang Cianjur."
Karena mengkhawatirkan kondisi anaknya, Rufaidah berniat untuk melakukan pemeriksaan secara keseluruhan.
"Saat di sana saya tanya, anak saya sudah ditangani kepalanya kemudian apakah aman 3-4 jam perjalanan menuju Citereup. Kata dokter RSUD aman," tutur Rufaidah.
"Yang saya pikirkan, saya minta rujukan ke faskes 1. Walau pertolongan pertama sudah dilakukan, hanya saja kami ingin adanya tindakan lanjutan, semisal rontgen dan CT scan. Karena ini kepala dan ini anak kecil."
Saat hendak membawa anaknya ke rumah sakit yang lebih lengkap, luka sang bayi kembali terbuka di tengah jalan.
Bajunya pun basah karena darah sehingga dilakukan tindakan cepat dengan meminta surat rujukan di sebuah klinik.
"Nah dari Cianjur kita lewat jonggol, jahitan kepala anak saya yang belum kering itu rembes. Darah membasahi bajunya," kata Rufaidah.
"Pikiran saya adalah saya harus minta rujukan ke faskes 1 di Klinik Insani Citeureup. Karena melihat kondisi anak saya penuh dengan darah, akhirnya dirujuk ke sebuah rumah sakit swasta yang berada di dekat Klinik Insani."
Meski langsung memberikan penangangan, pihak rumah sakit menolak memberi tindakan lebih lanjut.
Pasalnya menurut mereka, korban bencana alam tidak dicover BPJS kesehatan.
"Kami dilayani ditangani diperban ulang dirapikan dibersihkan, namun untuk tindak lanjut keperatawan kami ditolak dengan alasan korban bencana tidak dicover BPJS," beber Rufaidah dikutip Tribunnews.com.
"Dari situ kami pulang, di rumah sakit tersebut tidak ditolak mentah-mentah, tetap dilayani. Jadi memang yang ditolak untuk tindakan lanjutnya, seperti di CT Scan, rontgen dan lain-lain."
"Yang kami harapkan proses selanjutnya karena kami sendiri tidak tahu kalau anak seperti ini harus gimana tindakannya. Tapi dapat jawaban seperti itu, kalau korban bencana tidak bisa di-cover BPJS."
Keesokan harinya, Rufaidah kembali menghubungi faskes 1 Klinik Insani Citeureup dan dialihkan rujukannya ke RSUD Ciawi.
"Di sana kami dilayani selayaknya tanpa ada penolakan," ungkap Rufaidah.
"Kami masih menunggu hasil rongsen dan CT scan, kondisi Ibriz naik turun, qodarullah hari ini HBnya rendah dan sedang proses tranfusi darah. Mohon doa untuk kelancaran tiap prosesnya."
Lantaran adanya pengalaman tak mengenakkan tersebut, Rufaidah berharap adanya koordinasi lebih baik antara pemerintah provinsi dengan pihak rumah sakit.
Apalagi mengingat bahwa korban bencana alam telah dinyatakan mendapat pengobatan gratis lantaran ditanggung pemerintah.
"Harapan saya komunikasi semua pihak lebih baik lagi," ucap Rufaidah.
"Kalau pun memang korban bencana tidak ter-cover BPJS karena ada dana khusus untuk itu baiknya ada alur yang baik juga dari pemerintah ke semua RS agar tidak terkesan penolakan karena aturan atau hal sebagainya yang berhubungan dengan komunikasi," imbuhnya.
(*)