GridHot.ID - Sejak awal, kubu Ferdy Sambo terus-terusan menudingNofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J melakukan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi.
Dilansir dari Sripoku.com, kubu Ferdy Sambo menuding Brigadir J melakukan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi di Magelang pada 7 Juli 2022.
Tudingan tersebut jelas saja membuat pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak murka.
Kamaruddin Simanjuntak lantas meminta bukti visum yang menunjukkan adanya pemerkosaan terhadap Putri Candrawathi.
Kamaruddin Simanjuntak juga mempertanyakan keberadaan celana dalam milik Putri Candrawathi.
Pertanyaan Kamaruddin soal keberadaan celana dalam itu tak dijawab oleh Febri Diansyah selaku kuasa hukum Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo.
Di sisi lain, dilansir dari Kompas TV, pengacara keluarga almarhum Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak, juga turut menantang pihak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi membuktikan bahwa terjadi kekerasan seksual yang dituduhkan kepada pihak kliennya.
"Saya tantang Ferdy Sambo dan Putri kalau ada visum, saya mundur dari penasihat hukumnya keluarga kalau mereka bisa buktikan ada visum yang bisa menentukan bahwa Yosua itu melakukan kekerasan seksual terhadap Putri," ujar Martin di Sapa Indonesia Pagi, KOMPAS TV, Senin (12/12/2022).
"Saya mundur, detik itu juga saya mundur," ujarnya.
Menurut Martin, di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), kekerasan seksual maupun pemerkosaan merupakan delik materiil.
"Pemerkosaan itu delik materiil, di UU TPKS yang baru itu memang keterangan satu saksi cukup apabila disesuaikan dengan alat bukti yang lain, yaitu visum," kata Martin.
Menurut dia, kekerasan seksual atau pemerkosaan sengaja digulirkan oleh pihak keluarga Sambo untuk mendapat simpati publik supaya mereka dianggap korban.
Sehingga, kata dia, Brigadir J dianggap sebagai pelaku yang layak untuk dibunuh karena melakukan pemerkosaan.
Ia mengungkapkan, noodweer atau noodwear-exces, yakni pembelaan terpaksa, hanya berlaku apabila keadaan darurat masih terjadi.
"Mereka lupa, sesuai amanat UU, noodweer atau noodweer-exces itu hanya berlaku mana kala keadaan darurat masih terjadi," ucapnya.
Kalau keadaan darurat sudah hilang atau pun sudah tidak ada ancaman yang nyata, lanjut dia, maka pasal 49 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pembelaan darurat itu tidak berlaku.
"Sehingga apa pun yang mereka (pihak Sambo) katakan itu hanya omong kosong," ucap Martin.
Sebagaimana telah diberitakan KOMPAS.TV, hari ini Senin (12/12/2022) Putri Candrawathi, akan bersaksi dalam sidang terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J lainnya, yakni Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Pada sidang Bharada E, Ricky, dan Kuat pekan lalu, Ferdy Sambo, mengaku emosi mendengar cerita istrinya terkait peristiwa kekerasan seksual yang disebut terjadi di rumah pribadi di Magelang pada tanggal 7 Juli 2022.
"Saya tidak bisa berpikir bahwa ini terjadi pada istri saya, Yang Mulia. Saya tidak bisa berkata-kata apa mendengar penjelasan istri saya itu," kata Ferdy Sambo kepada majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12).
Ia pun mengaku memerintahkan Bharada E untuk menghajar Brigadir J pada tanggal 8 Juli 2022.
Kesaksian Sambo itu dibantah Bharada E dengan menegaskan bahwa mantan Kadiv Propam Polri itu memerintahkannya untuk menembak Brigadir J di rumah dinasnya di komplek Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
(*)