Teka-teki Sarung Tangan Hitam, Rekaman CCTV Tunjukkan Ferdy Sambo Tak Memakainya, Pengacara Bharada E hingga Pakar Hukum Beri Tanggapan Begini

Kamis, 22 Desember 2022 | 14:13
Dok. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tokopedia, KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO

Misteri sarung tangan hitam dalam kasus pembunuhan Brigadir J menjadi sorotan.

GridHot.ID - Teka-teki perihalsarung tangan hitam dalam kasus pembunuhan Brigadir J menjadi sorotan.

Richard Eliezer atau Bharada E memberikan kesaksian bahwa Ferdy Sambo mengenakan sarung tangan hitam saat menembak Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu.

Namun pihak Ferdy Sambo menyebut kesaksian Bharada E mengada-ada.

Akhirnya, dilansir dari Kompas TV, pada sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/12/2022), diputar potongan rekaman CCTV di rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling dan di bekas rumah dinasnya di Jalan Duren Tiga No 46, Jakarta.

Potongan rekaman CCTV tersebut diperlihatkan ketika sesi mendengarkan keterangan dari Ahli Digital Forensik Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, Heri Priyanto.

Dalam potongan rekaman CCTV itu, Ferdy Sambo tidak tampak menggunakan sarung tangan hitam saat keluar dari rumah pribadinya di Jalan Saguling.

Ferdy Sambo juga tak terlihat mengenakannya saat hendak masuk rumah di Jalan Duren Tiga.

Respons Pengacara Ferdy Sambo

Melansir Kompas TV, penasihat hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah menilai keteranganBharada E dengan status justice collaboratornya sudah rontok soal sarung tangan hitam.

Sebab berdasarkan tayangan CCTV yang diputar di persidangan tidak terlihat Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan hitam.

Pernyataan itu disampaikan Febri Diansyah seusai sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana yang menghadirkan Ahli Digital Forensik Heri Priyanto selesai.

Baca Juga: DNA Ferdy Sambo di Senjata Glock-17 dan HS Hilang, Ahli Hanya Temukan Jejak Sidik Jari 3 Polisi Ini, Ronny Talapessy: Dia Pakai Sarung Tangan

"Anasir-anasir, asumsi dan kebohongan-kebohongan yang selama ini berkembang terkait dengan penggunaan sarung tangan itu runtuh, bisa disebut tuduhan Pak Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan rontok dengan CCTV," ucap Febri Diansyah.

"Bukan hanya satu CCTV tapi tiga CCTV, jadi dua CCTV di rumah Saguling, di depan lift, di garasi dan satu di Duren Tiga," ujarnya.

Bagi Febri, Bharada E mengatakan Ferdy Sambo memakai sarung tangan hitam sudah dinilai pihaknya sejak awal sebagai keterangan yang mengada-ada.

"Sejak awal itu kami lihat itu bagian yang mengada-ada," ujar Febri Diansyah.

Respons Pengacara Bharada E

Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy, membantah kliennya pernah menyebut Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan hitam saat pergi dari rumah Saguling ataupun turun dari mobil di Duren Tiga.

Menurutnya, Bharada E hanya menyebut Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan hitam saat penembakan Brigadir J.

"Sarung tangan, kliennya saya tidak pernah menyampaikan Ferdy Sambo itu memakai sarung tangan dari rumah Jl Saguling," kata Ronny Talapessy, Selasa, dilansir Kompas TV.

"Keterangan klien saya adalah Ferdy Sambo memakai sarung tangan di rumah Duren Tiga, di dalam rumah Duren Tiga," tegasnya.

Ronny lalu merasa CCTV yang menunjukkan Ferdy Sambo turun dari mobil dan berjalan ke arah pintu masuk rumah Duren Tiga tidak jelas.

"Kalau dikuatkan dengan kesaksian saudara Romer, bahwa dia melihat saudara Ferdy Sambo turun dari mobil, senjata HS jatuh, sudah memakai sarung tangan," ujarnya.

Baca Juga: Kubu Ferdy Sambo Ngerasa di Atas Angin, Pakar IT Bongkar Analisa Berbeda Soal Suami Putri Candrawathi yang Tak Terekam CCTV Pakai Sarung Tangan, Singgung Satu Hal yang Harus Dibuktikan

"Tapi kan CCTV-nya hari ini (Selasa) yang ditunjukkan tidak jelas," imbuh Ronny Talapessy.

Kata Pakar Hukum

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Ahmad Suparji, menyebut Ferdy Sambo yang tidak mengenakan sarung tangan hitam bukan berarti bisa mengeliminasi pasal pembunuhan berencana dalam kasus tewasnya Brigadir J.

"Seandainya memang benar bahwa dia tidak menggunakan sarung tangan bukan kemudian berarti langsung mengeliminasi atau menghilangkan keterlibatan yang bersangkutan dalam konteks terjadinya pembunuhan berencana tadi itu," jelasnya, Selasa, seperti diberitakan Kompas TV.

"Meskipun tentunya menjadi pertimbangan bahwa sekiranya pakai sarung tangan akan semakin kelihatan perencanaan itu."

"Tapi sekali lagi, bukan menghapuskan pertanggungjawaban pidana seadainya ada pembunuhan berencana itu," lanjut Ahmad Suparji.

Ia melanjutkan, pembunuhan berencana yang diduga dilakukan Ferdy Sambo cs itu sudah relatif mendekati kebenaran materiil.

"Tinggal bagaimana mencari peran masing-masing dari lima terdakwa tadi itu."

"Namun demikian perbedaan keterangan atau kemudian apa yang disampaikan ahli forensik itu tidak secara otomatis kemudian menghapuskan pertanggungjawaban dari Ferdy Sambo," terang Ahmad Suparji.

Sebagai informasi, Bharada E pernah menyebut Ferdy Sambo mengenakan sarung tangan berwarna hitam saat dirinya mengantar Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi ke rumah dinas di Duren Tiga pada 8 Juli 2022 pukul 17.00 WIB.

Setelah tiba di rumah dinas Ferdy Sambo, Bharada E naik ke lantai dua dan masuk ke kamar untuk berdoa.

Saat berdoa, Bharada E mendengar Ferdy Sambo berteriak hingga membuatnya memutuskan untuk turun ke lantai satu.

Baca Juga: Mantan Jenderal Salahkan Polri, Ferdy Sambo Tak Terima Pelecehan yang Diakui Putri Candrawati Diragukan, Pakar: Wajar, Ingin Keringanan Hukuman

Ketika sampai di lantai satu, Bharada E mengaku melihat Ferdy Sambo mengenakan sarung tangan karet berwarna hitam.

"Saya turun ke bawah sudah ada pak FS. Di situ dia sudah pakai sarung tangan Yang Mulia. Sarung tangan karet warna hitam," kata Bharada E dalam persidangan pada Rabu (30/11/2022).

Diketahui, Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

Mereka didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (*)

Tag

Editor : Siti Nur Qasanah