GridHot.ID - Richard Eliezer alias Bharada E menjadi salah satu terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dilansir dari TribunWow.com, pengacara Bharada E, Ronny Talapessy, meyakini ada peluang kliennya untuk bebas dari penjara.
Hal itu dilihat dari persidangan yang dilakukan pada Rabu (21/12/2022).
"Ini ada peluang untuk Richard Eliezer terkait dengan penghapusan pidana, pasal 48," terang Ronny yang dijumpai seusai persidangan di PN Jakarta Selatan.
"Nanti kami juga akan gali di persidangan berikutnya terkait perintah jabatan, ini akan kita gali," lanjutnya.
Dalam sidang pada Rabu kemarin, dihadirkan ahli pidana dan ahli psikologi forensik yang memberikan profiling mengenai korban dan para terdakwa.
Disebutkan bahwa Bharada E adalah junior yang memiliki pangkat terendah di rumah terdakwa Ferdy Sambo.
Bharada E juga memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap otoritas sehingga tak mampu menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak.
Sehingga, muncul peluang besar agar Bharada E bisa bebas dari jerat hukum, apalagi mengingat ia adalah sosok whistle blower yang membongkar skenario sang jenderal.
"Tetapi fakta persidangan hari ini adalah menjelaskan mengenai keadaan terpaksa, keadaan memaksa, itu kan ada di pasal 48, dan diatur tentang penghapusan pidana," terang Ronny.
"Ini sesuai semua dengan fakta-fakta persidangan yang sudah ada," tandasnya.
Kata Ahli Psikologi Forensik
Dilansir dari Kompas.com, saksi ahli psikologi forensik dari Asosiasi Psikolog Forensik Indonesia (Apsifor) Reni Kusumowardhani mengungkapkan, Richard Eliezer atau Bharada E memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dan emosi yang tidak stabil.
Hal tersebut diungkap Reni dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan lima terdakwa, yaitu Ferdy Sambo, Ricky Rizal, Kuat Maruf, Richard Eliezer, dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/12/2022).
"Pada dasarnya ia memiliki kemampuan untuk dapat bertahan menghadapi tekanan dari lingkungan. Meskipun, terhadap figur otoritas, ia memiliki kecenderungan kepatuhan yang tinggi," ujar Reni dalam persidangan.
Sikap kepatuhan tersebut dinilai Reni sebagai destructive opinion atau sifat yang bisa merusak apabila perintah yang diterima bisa merusak.
Jaksa kemudian bertanya, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, seperti apa bentuk destructive opinion itu.
Reni menyampaikan, saat menerima perintah, Richard akan melihat perbedaan status antara dirinya sebagai bharada dan Ferdy Sambo sebagai jenderal polisi bintang dua.
"Dengan latar belakang kepirbadian (Richard) yang menurut hasil pemeriksaan ini memang masih memiliki emosi yang kurang stabil di situ yang mengakibatkan memiliki satu kepatuhan dan ketidakberanian untuk melakukan menolakan meski sebetulnya perintahnya merupakan suatu untuk merusak," tutur dia.
Jaksa kemudian menanyakan, apakah artinya Richard saat itu kehilangan kehendak untuk menolak perintah Sambo atau tidak. Reni menjawab, tidak sepenuhnya menghilangkan kehendak bebas Richard untuk menolak Sambo.
"Tidak menghilangkan, jadi free will (kehendak bebas) itu menjadi terungkap dalam satu kepatuhan opini yang destruktif," ucap Reni.
Terkait kasus ini, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf didakwa secara bersama-sama telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dalam dakwaan jaksa, Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah mantan Kepala Divisi (Kadiv) Propam kala itu, Ferdy Sambo.
Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi setelah cerita Putri Candrawathi yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang.
Kemudian, Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Akhirnya, Brigadir J tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Atas perbuatannya, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa eks Kadiv Propam itu terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Ia dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP. (*)