Gridhot.ID - Indonesia kini memang sedang bersiaga menghadapi ancaman pergolakan ekonomi yang diprediksi akan terjadi di tahun 2023 ini.
Dikutip Gridhot dari Tribun Pekanbaru, Indonesia diketahui memiliki utang sebanyak Rp7.554,25 triliun per 30 November 2022.
Utang ini mengalami kenaikan dibandingkan pada akhir Oktober lalu yang berada di level 7.496,70 triliun. Artinya dalam sebulan saja, utang pemerintah sudah bertambah Rp 57,55 triliun atau hampir Rp 2 triliun per harinya.
Utang tersebut bertambah cukup signifikan. Sejak awal tahun 2022, utang pemerintah di era Presiden Jokowi terus mencatat rekor, dengan menembus Rp 7.000 triliun dan terus mengalami kenaikan signifikan dari waktu ke waktu.
Melihat angkat tersebut banyak orang kemudian berpikiran tentang kondisi ekonomi Indonesia di masa-masa resesi ini.
Memasuki tahun 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali mengingatkan kondisi ekonomi global yang akan sulit di tahun ini. Ia menyebut, 63 negara saat ini sedang terlilit utang hingga membahayakan kondisi negara tersebut.
Dikutip Gridhot dari Kompas TV, adapun tiga dari puluhan negara tersebut berada di Asia Selatan dan kini sudah menjadi pasien IMF. Yakni Bangladesh, Sri Lanka, dan Pakistan. Selain tiga negara itu, negara lainnya yang masuk Asia Selatan adalah Afghanistan, Bhutan, India, Maldives, dan Nepal.
"Diakui di dalam statistik, lebih dari 63 negara di dunia yang dalam utangnya mendekati atau sudah tidak sustainability," kata Sri Mulyani dalam acara CEO Banking Forum yang disiarkan secara virtual, Senin (9/1/2023).
"Kalau membaca wawancara bank sentral India, dia mengatakan negara-negara di sekitar Asia Selatan semuanya dalam kondisi stress debt," tambahnya.
Begitu juga yang terjadi di Mesir dan negara di Timur Tengah lainnya yang merupakan importir minyak. Mereka kesulitan keuangan di tengah tingginya harga minyak dan gas, yang berakibat inflasi atau naiknya biaya hidup masyarakat.
Sri Mulyani menyampaikan, jika IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini hanya 2,3%. Turun dari proyeksi tahun lalu yang sebesar 3,2%. Lebih buruk lagi, IMF memprediksi 30-40% ekonomi dunia akan mengalami resesi.
"Jadi hal ini menjadi satu kewaspadaan, 2023 memang prediksi dari lembaga global, mengenai dunia kurang menggembirakan. Tidak hanya inflasi dan kemungkinan resesi, kemungkinan juga ada masalah dengan di berbagai negara," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Namun kabar baiknya, Indonesia tidak termasuk sepertiga ekonomi dunia yang mengalami resesi.
"Kita tidak termasuk yang sepertiga, Insya Allah kita jaga terus," ucap Bendahara Negara dalam Acara Apresiasi Media, pada Jumat (6/1) dikutip dari YouTube Kemenkeu.
Optimisme itu terlihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III yang mencapai 5,72 persen secara tahunan dan berlanjut hingga periode tiga bulan terakhir tahun 2022. Angka itu jauh di atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global versi IMF.
Apalagi, Indonesia mendapat momen libur Natal dan Tahun Baru tanpa ada pembatasan kegiatan. Sehingga perputaran uang di masyarakat lebih besar dari akhir 2022.
Tapi, Indonesia juga punya ancaman yang bisa mengganggu perekonomian jika tidak ditangani dengan baik. Yakni kontelasi politik dalam negeri jelang Pemilu 2024 yang sudah terasa sejak tahun lalu.
"Dalam situasi agenda politik dalam negeri, situasi geopolitok dunia yang sangat dinamis dan tidak pasti, dan kita harus menjaga seluruh kemajuan dan momentum pemulihan," sebutnya.
(*)