Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Menko Polhukam, Mahfud MD, menanggapi isu soal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang dikaitkan dengan vonis terdakwa Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh majelis hakim dalam kasus pembunuhan berencana Nofrianyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 16 Februari 2023, dengan disahkannya KUHP baru dinilai bisa berpengaruh pada hukuman pidana mati Ferdy Sambo.
Pasal 100 pada KUHP baru memungkinkan seorang terpidana mati berubah status hukumannya menjadi seumur hidup setelah 10 tahun menjalani masa percobaan asalkan berkelakuan baik dan syarat lainnya.
Sebagai informasi, KUHP baru atau KUHP nasional telah disahkan oleh DPR RI pada 6 Desember 2022 lalu.
Hal tersebut membuat masyarakat berspekulasi seolah-olah KUHP nasional disahkan untuk mempersiapkan vonis Sambo.
Mahfud membantah tudingan tersebut, melalui akun Twitter pribadinya @mohammadmahfudmd pada Kamis (16/2/2023).
Mahfud menuturkan, hukuman mati bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup sudah dirancang jauh sebelum adanya kasus Ferdy Sambo.
Hal tersebut, ditegaskan Mahfud MD menanggapi video potongan tentang penjelasan hukuman mati di KUHP baru oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Baca Juga: Mimpi Basah di Siang Hari Apakah Membatalkan Puasa? Berikut Jawaban Ustaz Abdul Somad
Video lama Wamenkumham tersebut, dikaitkan dengan vonis mati Ferdy Sambo.
Video itu, diberi keterangan 'ketika Sambo mau dihukum mati, mereka gerak cepat merevisi undang-undang hukuman mati proses kilat'.
"Ini seperti fitnah kepada Mendagri dan Wamenkum-HAM."
"Nyatanya draf isi RKUHP bahwa hukuman mati bisa diubah seumur hidup sudah disepakati bertahun-tahun sebelum ada kasus Sambo," tulis Mahfud dalam akun Twitter pribadinya.
Lebih lanjut, Mahfud menegaskan, KUHP yang baru akan berlaku pada tahun 2026 atau tiga tahun lagi.
Mahfud juga mengatakan, ketika peraturan baru akan diterapkan dalam sebuah vonis, maka harus dicantumkan dalam amar putusan majelis hakim.
"Lagi pula RKUHP baru berlaku 3 tahun lagi. Dan menurut RKUHP itu perubahan hukuman harus ada dalam vonis hakim. Di vonis tidak ada kok."
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 13 Februari 2023, seperti diketahui sebelumnya, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," ucapnya melanjutkan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut agar Sambo dijatuhi pidana penjara seumur hidup.
Dalam kasus ini, eks Kadiv Propam Polri itu menjadi terdakwa bersama istrinya, Putri Candrawathi, serta dua ajudannya, yaitu Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR.
Selain itu, seorang asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, juga turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Ferdy Sambo juga terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.
(*)