GridHot.ID - Bulan puasa Ramadhan 2023 sebentar lagi tiba.
Hari Raya Idul Fitri pun akan segera datang.
Hari Raya Idul Fitri memang sering kali identik dengan THR alias tunjangan hari raya yang diberikan kepada saudara atau kerabat yang masih kecil.
Sering kali, THR diberikan dalam bentuk uang baru.
Ternyata, begini hukumnya menukarkan uang dengan uang baru menurut pandangan Islam.
Mengutip Serambinews.com, umat Muslim akan segera sibuk melakukan persiapan menyambut hari lebaran
Mulai dari persiapan kebutuhan pokok, pakaian, hingga tak ketinggalan menyiapkan uang pecahan.
Ya, menyiapkan uang pecahan juga menjadi salah satu persiapan yang sering dilakukan umat muslim menjelang Lebaran.
Kebiasaan ini dilakukan lantaran ada tradisi bagi-bagi uang pada sanak saudara atau kerabatnya ketika bersilaturrahmi.
Karena tradisi itu, masyarakat biasanya akan menukar uang pecahan besar menjadi pecahan nilai kecil yang baru.
Penukaran ini dilakukan di berbagai tempat yang menyediakan jasa penukaran uang, baik melalui perbankan, maupun jasa yang ditemukan di pinggir jalan, terminal hingga pelabuhan.
Untuk melakukan transaksi tukar uang pecahan, beberapa penyedia jasa ada yang mengenakan biasa administrasi.
Biaya administrasi yang dikenakan berbagai cara.
Ada yang dibayarkan terpisah alias tidak dipotong dari jumlah uang yang akan ditukar, dan ada pula yang langsung dipotong dari jumlah uang yang ditukarkan.
Berkaitan dengan hal ini, mungkin di antara umat muslim ada yang ragu soal hukumnya.
Sebagaimana diketahui, dalam pandangan Islam, menukar barang harus memenuhi dua syarat, yaitu sejenis dan harus sama jumlahnya.
Jika tidak, maka termasuk dalam kategori riba.
Lantas, bagaimanakah hukum menukar uang yang sebenarnya menurut pandangan Islam?
Adakah cara lain untuk menukar uang agar sah dan halal sesuai dengan ajaran islam?
Simak dalam penjelasan UAS dan Buya Yahya yang telah kami rangkum dari berbagai sumber berikut ini.
Hukum menukar uang saat lebaran
Pembahasan mengenai hukum menukar uang saat lebaran pernah dijelaskan oleh Dai Kondang Ustadz Abdul Somad.
Baca Juga: Amalan Doa Agar Bayi Tidak Rewel Saat Mau Tidur Malam, Anak Nyenyak Dijauhkan dari Gangguan Setan
Khususnya jasa penukaran uang dengan sistem selisih pada saat melakukan transaksi.
Misalnya jika ingin menukar Rp 10.000 dengan pecahan Rp 1.000, si penukar hanya memperoleh pecahan Rp 1.000 sebanyak sembilan lembar atau totalnya menjadi Rp 9.000.
Itu artinya ada selisih saat melakukan transaksi penukaran uang, yang kemudian banyak diperdebatkan soal hukumnya dalam pandangan islam.
Praktik bisnis penukaran uang yang seperti itu, kata Ustad Abdul Somad, adalah riba.
Hal itu seperti dikutip dari penjelasan Ustad Abdul Somad dalam sebuah video pendek ceramahnya yang diunggah oleh kanal YouTube Islami Post Official.
"Seorang memberikan jasa penukaran uang. Uang Rp 10 ribu ditukar dengan uang Rp 1 ribu sebanyak sembilan lembar.
Apakah ini termasuk riba? ujar pria yang akrab disapa UAS tersebut membacakan pertanyaan dari salah satu jamaah.
"Riba," jawabnya.
Ustad Abdul Somad mengatakan, setiap barang yang sama jenisnya jika ditukar bertambah jumlahnya, maka termasuk riba.
"Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam.
Kalau bertambah, maka dia riba. Maka jangan lakukan" jelas dai kondang asal Riau tersebut.
Sejalan dengan pandangan UAS, Buya Yahya dalam video penjelasannya yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV juga memaparkan hal yang sama.
"Jika dalam serah terimanya adalah, memberikan uang lama Rp 1 Juta, kemudian memberikan uang baru Rp 900 ribu, maka ini adalah riba.
Karena ada selisih Rp 100 ribu," jelas Buya Yahya seperti dikutip Serambinews.com dalam video YouTube Al-Bahjah TV, Minggu (9/5/2021).
Buya Yahya menegaskan, jika menukar uang ada selisihnya, maka perbuatan itu adalah riba.
Jika itu dilakukan, maka baik penukar maupun yang menyediakan jasa berdosa di hadapan Allah Swt.
Meskipun pihak penukar rela jika ada selisih harga nilai tukarnya.
"Kalau sudah riba ya riba. Dan dosa dihadapan Allah. Biarpun rela," kata Buya Yahya.
Cara menukar uang sesuai ajaran Islam
Lantas, bagaimana cara agar menukar uang untuk Lebaran menjadi sah dan tidak terjerumus ke dalam riba?
Untuk hal ini, Buya Yahya dalam video penjelasannya yang sama memberikan solusinya.
Disampaikan Buya Yahya, saat bertransaksi, banyak uang yang ditukarkan tetap diberikan dengan jumlah nilai yang sama.
Misalnya jika seseorang ingin menukar Rp 1.000.000 dengan pecahan uang yang dia inginkan, maka totalnya tetap Rp 1.000.000.
Lalu untuk uang jasa penukaran, diberikan dengan transaksi lain, di luar dari transaksi penukaran uang.
"Jadi selesai serah terima ok. Baru ada transaksi lain,"
"Atau, ini ada uang Rp 1 juta tolong ditukar dengan Rp 1 juta. Nanti baru kita memberikan lebih. Lebihnya adalah uang jasanya, jasa yang sesungguhnya," terangnya.
Buya Yahya mengingatkan untuk berhati-hati ketika melakukan transaksi penukaran uang agar tidak terjerumus ke dalam riba.
Sebab transaksi penukaran yang uang jasanya dipotong langsung dari nominal yang ditukarkan, maka itu juga masuk dalam wilayah riba.
"Kalau dalam penukaran langsung dikurangi, maka itu termasuk wilayah riba,"
"Hati-hati, waspada. Kalau masalah jasa ya ada akad jasanya sendiri," sebutnya.
Buya Yahya juga menambahkan, saat melakukan penukaran, bukan hanya nilainya yang sama, tapi serah terimanya juga harus sama.
Misalnya uang ditukarkan secara tunai, maka harus dikembalikan dengan tunai pula.
Jika tidak sama, maka itu tetap masuk ke dalam wilayah riba.
"Nilainya harus sama. Bahkan buakn nilainya saja harus sama, serah terima pun harus sama waktunya. Engkau menyerahkan aku memberikan. Kalau tidak nanti masuk ribanya riba yadd," tambah Buya Yahya.
"Atau transaksinya harus kontan. Kontan dengan kontan. Kalau ga masuk ke wilayah nasiah, riba nasi'ah," pungkasnya.(*)