Vladimir Putin Adem Ayem Meski Diburu Pengadilan Internasional, Ini Potret Presiden Rusia Kepergok Santai Kunjungi Krimea

Minggu, 19 Maret 2023 | 16:25
HANDOUT / Russian Presidential Press Office / AFP

Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan), berbicara dengan Gubernur Sevastopol Mikhail Razvozhayev (kiri), saat mengunjungi taman bersejarah dan arkeologi Chersonesos Taurica di peringatan 9 tahun referendum tentang status negara Krimea dan Sevastopol dan reunifikasinya dengan Rusia, 18 Maret 2023.

GridHot.ID - Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) menerbitkan surat penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

Pengadilan menuduhnya bertanggung jawab atas kejahatan perang.

Namun, tampaknya Putin masih adem ayem tak ambil pusing hingga ia bisa melakukan kunjungan ke Krimea.

Melansir Wartakotalive.com, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) bikin heboh dunia karena mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin, Jumat (17/3/2023).

Berdasarkan ulasan AFP, Jaksa ICC Karim Khan menyatakan, Presiden Putin sekarang dapat ditangkap jika dia menginjakkan kaki di salah satu dari 120 negara anggota ICC.

Berarti mulai saat ini Putin tak bisa melakukan kunjungan kerja ke 120 lebih negara yang menjadi anggota ICC, hal ini membuatnya terjepit.

Putin dituduh melakukan kejahatan perang dan mendeportasi anak-anak Ukraina secara tidak sah.

ICC juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Maria Lvova-Belova, komisaris kepresidenan Rusia untuk tuduhan serupa.

Menurut Khan, surat perintah penangkapan dikeluarkan berdasarkan bukti forensik, pemeriksaan, dan apa yang disampaikan oleh Putin dan Maria Lvova-Belova.

"Bukti yang kami sajikan berfokus pada kejahatan terhadap anak. Anak-anak adalah bagian paling rentan dari masyarakat kita," kata Khan.

Presiden ICC Piotr Hofmanski mengatakan, pelaksanaan surat perintah itu bergantung pada kerja sama internasional. Rusia bagaimanapun bukan anggota ICC.

Baca Juga: Perang Ukraina Masih Berkobar Hebat, India Justru Untung Besar dari Invasi Putin, Benda Berharga Ini Jadi Alasan Utamanya

Rusia sendiri telah menolak perintah penangkapan Putin tersebut.

Menyikapi surat perintah itu, Kremlin menyatakan keputusan ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin secara hukum batal.

Moskwa tidak mengakui yurisdiksi pengadilan yang berbasis di Den Haag itu.

"Rusia, seperti sejumlah negara lain, tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini dan dari sudut pandang hukum, keputusan pengadilan ini batal," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan, dikutip AFP.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, keputusan ICC tidak ada artinya bagi Rusia.

"Rusia bukan pihak Statuta Roma Pengadilan Kriminal Internasional dan tidak memiliki kewajiban di bawahnya," katanya di Telegram.

Sementara itu, Ukraina menyambut baik pengumuman ICC. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji perintah penangkapan itu sebagai keputusan bersejarah.

Menurut Ukraina, lebih dari 16.000 anak Ukraina telah dideportasi ke Rusia sejak invasi pada 24 Februari 2022.

Banyak anak-anak diduga ditempatkan di institusi dan panti asuhan di sana.

Pemberitahuan mengejutkan dari ICC ini nyatanya datang hanya beberapa jam setelah berita lain yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perang Rusia di Ukraina.

Ini termasuk kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Moskwa dan lebih banyak jet tempur untuk pasukan Kyiv.

Baca Juga: Gara-gara Ponsel Ilegal, 89 Pasukan Rusia Meregang Nyawa Usai Diserang Roket Ukraina, Ini Balasan Tentara Vladimir Putin ke Rivalnya

Dilansir dari tribunnews.com, Presiden Rusia Vladimir Putin diam-diam melakukan perjalanan ke pusat anak-anak di Krimea pada hari peringatan aneksasi Kremlin atas wilayah tersebut.

Dilansir Independent, Putin mengunjungi sekolah seni dan pusat anak-anak pada hari Sabtu (18/3/2023), sehari setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuknya atas tuduhan kejahatan perang.

HANDOUT / Russian Presidential Press Office / AFP

Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan), berbicara dengan Gubernur Sevastopol Mikhail Razvozhayev (kiri), saat mengunjungi taman bersejarah dan arkeologi Chersonesos Taurica di peringatan 9 tahun referendum tentang status negara Krimea dan Sevastopol dan reunifikasinya dengan Rusia, 18 Maret 2023.

ICC secara khusus menuduh Putin melakukan penculikan anak-anak Ukraina selama invasi yang dimulai hampir 13 bulan lalu.

Menanggapi langkah ICC, Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa Putin "jelas melakukan kejahatan perang".

Biden menambahkan, “Saya pikir itu dibenarkan."

"Tapi pertanyaannya adalah – surat perintah penangkapan itu tidak diakui secara internasional bahkan oleh kami."

"Tapi saya pikir tindakan itu membuat poin yang sangat kuat."

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia tidak mengakui ICC dan menganggap keputusannya "tidak sah secara hukum".

Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014.

Pencaplokan itu dianggap ilegal oleh sebagian besar dunia.

Bisakah Putin ditahan di luar negeri karena surat perintah penangkapan ICC?

Baca Juga: 4 Orang Tewas dan Puluhan Terluka, Rusia Serang Ukraina Gunakan Rudal dan Drone Bertuliskan Selamat Tahun Baru, Penasihat Zelensky: Mereka Ingin Bunuh Warga Sipil Sebanyak Mugkin

Masih mengutip Independent, 123 negara anggota ICC wajib menahan dan memindahkan Putin jika dia menginjakkan kaki di wilayah mereka.

Rusia bukan anggota ICC dan begitu pula China, Amerika Serikat atau India, yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak akhir tahun ini dari para pemimpin kelompok ekonomi besar G20, termasuk Rusia.

Pengadilan kejahatan perang permanen dunia diciptakan oleh Statuta Roma, sebuah perjanjian yang diratifikasi oleh semua negara Uni Eropa, serta Australia, Brasil, Inggris, Kanada, Jepang, Meksiko, Swiss, 33 negara Afrika, dan 19 negara di Pasifik Selatan.

Rusia menandatangani Statuta Roma pada tahun 2000, tetapi menarik dukungannya pada tahun 2016 setelah ICC mengklasifikasikan pencaplokan Semenanjung Krimea Ukraina oleh Moskow sebagai konflik bersenjata.

“Putin tidak bodoh. Dia tidak akan bepergian ke luar negeri ke negara di mana dia mungkin ditangkap,” kata asisten profesor sejarah di Universitas Utrecht Iva Vukusic.

“Dia tidak akan dapat melakukan perjalanan cukup banyak ke tempat lain di luar negara-negara yang jelas-jelas bersekutu atau setidaknya bersekutu (dengan) Rusia,” kata Vukusic.

Akankah Putin diadili setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuknya?

Surat perintah penangkapan ICC adalah surat pertama dikeluarkan terhadap pemimpin salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

ICC juga mengeluarkan surat perintah penangkapan Maria Lvova-Belova, komisaris Hak Anak di Kantor Presiden Federasi Rusia.

Langkah tersebut dikecam oleh Moskow tetapi disambut baik oleh Ukraina sebagai terobosan besar.

Tapi, kemungkinan Putin diadili di ICC sangat kecil karena Moskow tidak mengakui yurisdiksi ICC atau mengekstradisi warga negaranya.

Baca Juga: Amerika Serikat Rela Buang Lebih dari Rp1,5 Biliun Demi Persenjatai Ukraina, Rusia Curiga Rakyat Zelensky Jadi Alat Perang Proksi AS Melawan Putin

Pernahkah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk kepala negara lain?

Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir dan Muammar Gaddafi dari Libya adalah satu-satunya pemimpin negara yang didakwa oleh ICC saat menjabat sebagai kepala negara.

Tuduhan terhadap Gaddafi dihentikan setelah dia digulingkan dan dibunuh pada tahun 2011.

Bashir, yang didakwa pada 2009 atas genosida di Darfur, tetap menjabat selama satu dekade lagi sampai dia digulingkan dalam kudeta.

Dia telah diadili di Sudan untuk kejahatan lain tetapi belum diserahkan ke ICC.

Saat menjabat, dia melakukan perjalanan ke sejumlah negara Arab dan Afrika, termasuk negara anggota ICC Chad, Djibouti, Yordania, Kenya, Malawi, Afrika Selatan, dan Uganda, yang menolak untuk menahannya.

Pengadilan menegur negara-negara tersebut atau mengadukan mereka ke Dewan Keamanan PBB karena ketidakpatuhan.

ICC telah mengadili seorang mantan kepala negara setelah dia meninggalkan jabatannya, yakni mantan Presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo, yang dibebaskan dari semua tuduhan pada 2019 setelah menjalani persidangan selama tiga tahun.(*)

Tag

Editor : Desy Kurniasari

Sumber Tribunnews.com, Wartakotalive.com