Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan alasannya membongkar dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Direktorat Jenderal Pajak, dan Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 30 Maret 2023, Mahfud MD mengaku hal itu dipicu oleh sikap Presiden Joko Widodo yang mempertanyakan tentang turunnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia.
“Sebulan lalu ketika ada acara Satu Abad NU di Sidoarjo tuh saya diajak pulang bersama oleh Presiden, satu pesawat di Surabaya, karena apa? Membahas IPK,” ujar Mahfud dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
“Presiden pada waktu itu agak marah, kenapa IPK kita turun dari 38 menjadi 34?” sebut dia.
Lantas, Mahfud mengumpulkan berbagai lembaga, termasuk Transparency International Indonesia (TII) untuk melihat apa penyebab IPK mengalami penurunan.
Ia menuturkan, penyebab utama penurunan IPK karena korupsi di Bea Cukai, dan Pajak.
“Itulah sebabnya, sejak itu saya lalu (berpikir) ini Pajak, dan Bea Cukai ini masalah,” ucap dia.
Maka dari itu, Mahfud cukup kaget ketika harta kekayaan mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo tak wajar, mencapai Rp 56,1 miliar.
Ditambah, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi janggal senilai Rp 500 miliar.
Baca Juga: 5 Weton Wanita Pembawa Cuan Melimpah untuk Suami, Berani Berdebat Demi Rumah Tangga Penuh Rezeki
Setelah itu, Mahfud meminta rekap data lengkap di Direktorat Jenderal Pajak, dan Bea Cukai Kemenkeu pada PPATK.
Maka, ditemukanlah kejanggalan transaksi senilai Rp 349 triliun itu. “Dari situ saya minta rekap.
Inilah rekap yang saya sampaikan tadi, saudara, data ini clear, valid,” imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, Mahfud dicecar begitu banyak pertanyaan dari anggota Komisi III DPR RI karena menyebut kejanggalan transaksi senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu.
Salah satu penyebab banyaknya pertanyaan karena perbedaan data yang disampaikan Mahfud dan Sri Mulyani pada anggota dewan.
Mahfud mengeklaim, Sri Mulyani salah memberikan data soal dugaan kejanggalan transaksi yang melibatkan oknum Kemenkeu ketika rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (27/3/2023).
Sri Mulyani mengatakan, jumlah dana mencurigakan Rp 3 triliun, sedangkan bagi Mahfud yang benar jumlahnya adalah Rp 35 triliun.
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 30 Maret 2023, dalam rapat itu, anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman mengaku sempat berprasangka jelek atas apa yang dikatakan Mahfud MD tentang transaksi janggal senilai Rp 349 triliun.
Karena tak menjelaskan secara lengkap, Benny menengarai Mahfud memiliki motif politik.
"Saya termasuk yang punya prasangka jelek atas apa yang disampaikan oleh Pak Mahfud."
"Sehingga secara terbuka saya mengatakan, apabila Pak Mahfud tidak menjelaskan ini (transaksi janggal) secara lengkap, maka saya menengarai Pak Mahfud punya motif politik," kata Benny K Harman.
Lebih lanjut, Benny K Harman menyatakan, dirinya siap menantang balik Mahfud MD.
Benny K Harman menjelaskan, maksud tantangannya ke Mahfud MD untuk membuka transaksi Rp 349 triliun yang pernah dikatakannya.
"Saya menantang supaya Pak Mahfud buka sejelas-jelasnya apa yang bapak sampaikan itu tidak menjadi pertanyaan, spekulasi, dan analisa di publik," ujar Benny.
Menurut Benny, pejabat publik tidak boleh menyampaikan isu yang tidak jelas asal-usulnya kepada publik.
Sebagai pejabat pemerintahan, kata Benny, Mahfud MD seharusnya memberikan informasi yang sudah digodok dan matang untuk disampaikan kepada publik.
Apalagi, Mahfud MD adalah Ketua Pencegahan Komite TPPU.
"Bapak kan pejabat publik, wajib menyampaikan informasi publik sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)," jelas Benny.
(*)