GridHot.ID - Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sumbawa dilaporkan ke polisi gara-gara menghukum muridnya yang tak salat. Ia juga dituntut membayar ganti rugi Rp50 juta.
Melansir Tribunnews.com, kisah guru bernama Akbar Sarosa (26) itu viral usai diunggah penggunak TikTok @deni_ali28.
"Pak Akbar dilaporkan oleh orang tua murid karena anaknya dihukum lantaran tidak mau disuruh salat. Semoga Pak Akbar mendapatkan keadilan," tulis akun TikTok @deni_ali28 dalam videonya.
Melansir Kompas.com, Akbar Sarosa merupakan guru PAI di SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat (NTB).
Akbar yang baru dua tahun mengabdi sebagai guru menceritakan kasus yang dia alami.
Mulanya, pada Selasa (26/9/2023), sekolah menerima bantuan mesin buku.
Namun karena mesin buku tidak bisa masuk ke halaman sekolah maka salah satu gerbang dibongkar.
Saat itu, menurut dia, ada beberapa siswa yang duduk nongkrong di samping gerbang serta ada pula beberapa anak yang pulang tanpa izin atau membolos.
"Saya bertanya pada siswa di situ, siapa yang kabur (bolos) itu? Tapi mereka tidak mau menjawab. Lalu saya minta anak-anak itu untuk jangan pulang dulu, sampai bel pulang berbunyi," kata Akbar.
Selang beberapa menit, azan zuhur berkumandang. Akbar kemudian mengajak siswa yang tengah nongkrong di gerbang untuk sembahyang di mushala, tetapi tidak ada yang mau bergerak dan mengikuti ajakannya.
"Mereka hanya diam dan lanjut ngobrol gitu," cerita Akbar.
Setelah tiga kali mendapat penolakan, ia masih berusaha mengajak siswa-siswa salat, tapi menurutnya, tidak ada yang beranjak.
"Anak yang tidak mau ini, salah satunya korban. Korban kemudian menatap saya dengan tajam," ujar Akbar.
Ia lalu mengambil beberapa tindakan untuk mendisiplinkan muridnya.
"Awalnya saya ambil sebilah bambu untuk menakuti saja, agar siswa segera bangun melaksanakan salat. Hingga mereka berdiri. Bambu mengenai tas tas ransel korban," akunya.
Karena mereka masih diam, Akbar kemudian mengaku mencolek siswa dengan tangan.
Saat itu, A masih menatap Akbar dengan sorotan tajam.
"Saya lalu colek bagian lengan dan pundak A dengan tangan, seperti cubit sedikit. Dua sampai 3 kali saya colek gitu," ujarnya.
Kemudian para siswa segera menuju musala untuk menunaikan salat.
Setelah selesai salat, Akbar terpikir untuk mengecek keadaan anak-anak yang dia tegur tadi.
"Saya lalu tanya di mana siswa yang terkena pukul tadi? Temannya bilang sudah pulang," ujar Akbar.
Dia mengaku sempat menanyakan apakah ada siswa yang terluka. Siswa lainnya menjawab tidak ada.
"Tapi saya sampaikan salam permohonan maaf termasuk ke A lewat temannya. Saat itu siswa pulang sekolah pada pukul 14.15 Wita," imbuh dia.
Setelah pulang, Akbar mendapatkan telepon dari Kepsek yang mengabarkan bahwa ayah A datang ke sekolah.
"Saya sudah minta maaf kepada orang tua siswa. Bahkan mediasi dilakukan oleh pihak sekolah sampai tiga kali," sebutnya.
Akbar juga pergi ke rumah orang tua A untuk meminta maaf tapi tak kunjung dimaafkan.
Hingga Akbar meminta bantuan kepada pihak keluarga dan kerabat terdekat A untuk meminta maaf, tapi dia mengaku dimintai uang Rp50 juta agar proses damai bisa disetujui orang tua korban.
"Saya jujur katakan tidak punya uang sampai segitu. Saya masih honorer. Gaji sebulan Rp800.000. Untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja masih pas-pasan. Apalagi harus bayar Rp50 juta, uang dari mana," akunya.
Ternyata keesokan harinya, orang tua A melaporkan kasus dugaan pemukulan yang dilakukan Akbar ke Polres Sumbawa Barat.
Setelah pengaduan di kepolisian, sudah dilakukan upaya mediasi, tetapi tak kunjung ada jalan damai.
Orang tua tak kunjung membuka pintu maaf sampai kasus ini bergulir ke persidangan.
"Saya berharap hakim bisa mengambil keputan yang adil. Saya berharap bisa restoratif justice mendapatkan keadilan sesuai fakta persidangan," harap Akbar.
Kompas.com sudah berupaya menghubungi orang tua siswa yang menjadi korban. Namun mereka menolak memberikan komentar.
Penjelasan polisi
Sementara itu, Kasat Reskrim Iptu Adi Satyia membenarkan adanya laporan kasus tersebut.
"Kami sudah upayakan dua kali mediasi atas kasus tersebut. Pengaduan pada tanggal 26 Oktober 2022 disampaikan pelapor orang tua siswa. Kami lakukan penyelidikan, sembari memberi waktu proses restoratif justice. Sekolah juga upayakan mediasi sebanyak tiga kali tapi tetap tidak ada kata sepakat," kata Adi saat dikonfirmasi.
"Kami pernah sarankan pada tersangka jika berupaya lagi mediasi dengan pelapor, tapi tetap tidak ada kata sepakat saat mediasi," terang Adi.
Sebelum Mei, pelapor kembali mempertanyakan perkembangan kasus dan hasil penyidikan. Perkara dinyatakan P21 oleh Kejaksaan pada Agustus 2023.
Versi penyidik, awalnya korban ini diajak salat oleh guru Akbar tapi siswa tidak mau.
Justru anak ini seperti menantang gurunya dengan tatapan mata. Agar anak-anak ini mau bersembahyang, Akbar berupaya menakuti dengan bambu dan terkena tas korban.
Guru selanjutnya memukul ringan hingga terkena bagian leher korban.
Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Sumbawa Barat, AA Putu Juniartana Putra saat ditemui Rabu (4/10/2023) mengatakan agenda pembacaan tuntutan dari JPU ditunda atas permintaan penasihat hukum terdakwa.
Menurutnya, saat proses mediasi yang alot dan panjang sempat ada informasi perdamaian dan permintaan ganti rugi sebesar Rp50 juta yang diajukan oleh pelapor kepada terdakwa tetapi dari kedua belah pihak tidak ada kata sepakat.
Bli Agung sapaan akrabnya, menambahkan terdakwa melanggar pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Bli agung melanjutkan bahwa terdakwa pada sidang sebelumnya mengakui melakukan pemukulan pada anak didiknya karena tidak mau sembahyang dan melawan gurunya.
"Terdakwa mengakui melakukan pemukulan dengan kepalan tangannya. Dan ada memar di leher siswa dari hasil visum et repertum," ungkap Agung.
Ketua PN Sumbawa, Karsena mengatakan proses persidangan ini masih berjalan.
"Proses masih berjalan dan sekarang masih tahap tuntutan, tentunya masih ada tuntutan kemudian pembelaan-pembelaan. Setelah itu masih ada tanggapan lagi dari penuntut umum kemudian ada tanggapan lagi dari terdakwah. Dari tahapan-tahapan itu setelah selesai semua barulah kami putuskan," kata Karsena.
Dalam putusan tentu majelis hakim akan mempertimbangkan semua antara tuntutan dengan pembelaan dan tanggapan dari Penuntut umum.
"Insya Allah putusan yang terbaik dan sesuai dengan fakta hukumnya nanti akan diberikan majelis hakim," ujar Karsena.
(*)