Siswi SMK Juara Lomba Tapi Tak Dapat Duit Rp10 Juta yang Dijanjikan, Kepala Sekolah Ngaku Dibagi-bagi ke Sosok-sosok Ini

Senin, 15 Januari 2024 | 18:42
Arsip Istimewa

Siswi SMK ini curhat tidak dapat hadiah padahal sudah menang lomba

Gridhot.ID - Viral kisah seorang siswi SMK yang sudah berjuang ikut lomba Sayyang Pattuduq tapi tak mendapatkan hadiahnya.

Diketahui siswi tersebut kini sedang kebingungan tentang janji hadiah yang seharusnya ia dapatkan.

Siswi tersebut berasal dari SMKN 2 Majene Sulawesi Barat.

Padahal saat memenangkan lomba tersebut, sang siswi sudah naik panggung dan menerima piagam simbolis terkait hadiah Rp10 juta dari panitia.

Namun kenyataannya, uang Rp10 juta tersebut tidak ia dapatkan.

Padahal pihak panitia acara mengaku sudah mengirimkan uang hadiah tersebut ke pihak sekolah.

Dikutip Gridhot dari Tribun Jatim, cerita ini viral di media sosial Facebook setelah akun Nhurul Mutmainnah mengaku jika juara satu belum mendapatkan haknya.

"Masih tentang juara 1 lomba Sayyang pattudu dan uang 10 juta," kata Nhurul Mutmainnah di akun Facebook-nya, Jumat (12/1/2024) sore.

Dalam posting-annya, disebutkan adik Nhurul Mutmainah yang mewakili sekolahnya tak kunjung menerima hadiah tersebut.

Melainkan adiknya hanya mendapat tulisan Rp10 juta secara simbolis saja.

"Tidak tau ka bagaimana sistem pembagiannya hadiah, apakah memang 100 persen masuk sekolah atau ada apresiasi untuk siswa yang dipilih untuk ikut lomba."

Baca Juga: Pengemis Viral Aa Kasihan Aa di Gunung Bunder Bawa Pulang Rp100 Ribu Tiap Hari, Baliah Berjuang Keras Hidupi Anak Semata Wayangnya

Kasus ini pun ramai di media sosial Facebook dan menuai sorotan warga setempat.

Hingga akhirnya pihak yang berwenang buka suara menjelaskan duduk permasalahan.

Dikonfirmasi, Kepala UPTD Taman Budaya dan Museum Sulawesi Barat, Ika Lisrayani mengatakan, pihaknya sudah transfer hadiah ke bendahara sekolah SMKN 2 Majene.

"Sesuai arahan kepala sekolahnya," kata Ika kepada Tribun Sulbar, Jumat malam.

Ika menyebut sudah transfer uang Rp10 juta dan potong pajak lima persen.

Ika Lisrayani menegaskan bahwa lomba sayyang pattudu tanpa rekayasa, real pendaftaran dan hadiahnya.

Ditemui terpisah, Kepala SMKN 2 Majene, Nurdin Sanuddin merespons viralnya polemik hadiah lomba sayyang pattudu pada event Celebes Heritage Festival di Stadion Prasamya Majene, Sulawesi Barat.

Diketahui SMKN 2 Majene menjadi juara satu pada event budaya tersebut.

Nurdin mengatakan, hadiah lomba sayyang pattudu sebesar Rp10 juta dan dipotong pajak lima persen.

Facebook/ Nhurul Mutmainnah
Facebook/ Nhurul Mutmainnah

SIswi SMK yang curhat tidak dapat hadiah uang dari lomba yang ia menangkan

"Sisa Rp9,5 juta di Pembina Kesenian, Iqdar," kata Nurdin kepada Tribun Sulbar saat ditemui di ruangan kerjanya, Sabtu (13/1/2024).

Nurdin membeberkan apa saja biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan lomba sayyang pattudu pada waktu itu.

Baca Juga: Gara-gara Lampu Jauh Motor yang Mengganggu, Carok di Bangkalan Tewaskan 4 Orang, Begini Kronologi Lengkapnya

Mulai dari sewa kuda Rp350 ribu, sewa rebana Rp150 ribu, makeup dua orang Rp400 ribu, sewa baju parrawana 10 orang kali Rp50 ribu maka total Rp500 ribu.

Lalu sewa pembawa payung Rp50 ribu, sewa pakkalindadaq Rp50 ribu, dan sewa pawang kuda sebesar Rp50 ribu.

Kemudian sewa boko pessawe depan Rp350 ribu, sewa totamma belakang Rp150 ribu, konsumsi latihan Rp300 ribu, konsumsi hari-H Rp500 ribu, dan kaos tangan enam lembar Rp100 ribu.

Maka biaya total perlengkapan untuk lomba sayyang pattudu adalah Rp3.150.000.

"Sisa Rp6.350.000 dari hadiah," jelas Nurdin.

Oleh karena itu, untuk masing-masing yang ikut dari 18 orang akan diberikan amplop Rp350 ribu.

Sebanyak 18 orang dikali 350 ribu, maka total Rp6.300.000.

"Sisa Rp50 ribu untuk pembeli minuman saat selesai upacara pemberian hadiah pada Senin, 15 Januari 2024, nanti," kata Nurdin.

"Upacara nanti akan diberikan uang pembinaan Rp350 ribu bersama piagam," sambung Nurdin.

Nurdin pun akan melakukan pemanggilan orang tua murid bersama siswa yang ikut dalam perlombaan.

Hal itu untuk klarifikasi polemik hadiah lomba sayyang pattudu.

Baca Juga: Sosok Penjual Gorengan yang Kini Jadi Crazy Rich Karawang, Cuma Anak Petani Bertaruh Nasib dan Kini Berani Dekati Para Artis

Dikutip Gridhot dari laman resmi Kemendikbud, Sayyang Pattuduq sendiri merupakan sebuah tradisi unik di tanah Mandar.

Sayyang sendiri artinya adalah kuda sementara Pattuduq artinya menari.

Sayyang Patuduq diketahui merupakan sebuah tradisi kuda menari yang sudah sangat khas di tanah Mandar, Sulawesi Barat.

Dalam perkembangannya, Sayyang Pattudduq menjadi tradisi untuk merayakan penamatan Al Qur’an.

Seorang anak yang telah khatam bacaan Qur’an akan diupacarakan dengan menunggangi Sayyang Pattudduq dan diarak keliling kampung untuk disaksikan oleh masyarakat.

Sayyang Pattudduq pun menjadi motivasi bagi anak-anak untuk segera menamatkan Al Qur’an.

Pada masa sekarang, fungsi Sayyang Pattudduq mengalami pergeseran mengikuti zaman.

Sayyang Pattudduq tidak hanya digelar pada penamatan Quran, namun juga digelar untuk penyambutan tamu kehormatan dan untuk kepentingan atraksi wisata.

Dalam atraksi Sayyang Pattudduq, kuda akan bergoyang dan bergerak mengikuti tabuhan rebana.

Di atas punggungnya duduk seorang gadis dengan posisi khusus; salah satu lutut kaki agak ditegakkan dan tangan ditopangkan di atasnya sambil memegang kipas.

Kaki lainnya ditekuk ke belakang dengan lutut menghadap ke depan.

Baca Juga: Majikan Meninggal, Pembantu Langsung Berusaha Kuasai Rumah, Ahli Waris: Mereka Pernah Niat Meracun!

Selayaknya seorang penari, sang kuda dihias dengan berbagai aksesoris.

Demikian pula gadis penunggangnya yang disebut dengan Pesaweang, berhias dengan pakaian adat khas mandar yaitu Baju Pokko dan dinaungi dengan payung kehormatan.

Pembawa payung disebut dengan Palla’lang.

Untuk penamatan Qur’an, dalam bahasa setempat disebut mappatamma Qur’an, anak yang diupacarakan akan berada di belakang penunggang atau Pesaweang dengan memakai pakaian haji, atau pakaian khas yang dikenakan seseorang yang telah bergelar haji.

Untuk laki-laki memakai sorban dan perempuan mengenakan selendang penutup kepala.

Saat tetabuhan rebana mulai berbunyi sang kuda akan mengehentak-hentakkan kaki dan mengangguk-anggukkan kepala, dan sesekali mengangkat setengah badannya di udara.

Suara gemerincing dari hiasan kuda berpadu dengan hentakan kaki kuda dan tabuhan rebana, semakin menambah semangat sang kuda dan penonton yang menyaksikan.

Untuk menjaga kestabilan gerakan kuda, seorang laki-laki bertugas sebagai penuntun kuda sekaligus memberi instruksi kepada kuda, dan disebut Sawi.

Empat orang sebagai pendamping yang disebut Passarung, masing-masing dua orang di samping kanan dan kiri kuda bertugas menjaga kestabilan gadis penunggang.

Pengiring musik yaitu kelompok rebana disebut Parrawana, berada di bagian depan bersama seorang Pangkalindaqdaq atau pelantun syair Mandar.

Sesekali suara tabuhan akan diselingi dengan syair-syair yang dilantunkan Pangkalindaqdaq yang berisikan nasehat-nasehat agama, pendidikan dan pantun pergaulan muda-mudi.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber kemdikbud.go.id, Tribun Jatim