GridHot.ID - Salah satu warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, kaget karena tiba-tiba mendapat tagihan listrik susulan sebesar Rp41 juta dari PT PLN (Persero).
Unggahan mengenai tagihan listrik Rp41 juta itu pun dimuat di akun X @brosalind pada Kamis (11/1/2024) lalu menjadi viral.
Dalam unggahan itu, terdapat foto yang menampilkan total nominal tagihan pada sebuah kertas sebesar Rp41.826.297.
Melansir Kompas.com, pengunggah sekaligus pemilik akun yang merupakan korban tagihan tersebut diketahui bernama Benedicta Rosalind atau Rosa (28).
Namun, saat itu, ia mengungkapkan bahwa meteran listrik bermasalah tersebut berada di rumah sepupunya, Chatarina di Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Kronologi
Saat dihubungi Kompas.com pada Sabtu (13/1/2024), Rosa menjelaskan kronologi terbitnya tagihan listrik susulan PLN tersebut.
Menurutnya, kejadian itu menimpa rumah yang dihuni sepupunya, Catharina, di Kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Rosa menjelaskan, kejadian tersebut berawal ketika petugas PLN mengecek meteran listrik rumah saudaranya, Rabu (10/1/2024).
Petugas tersebut menemukan meteran di rumah warga tersebut tidak disegel. Kemudian meteran tersebut dibongkar untuk dicek di lab.
Petugas PLN kemudian mengganti dengan meteran baru.
"Ditemukan tidak ada segelnya," jelas Rosa.
"Kemudian meteran tersebut dibongkar dan diganti yang baru oleh petugas PLN atas persetujuan sepupu saya sebagai pemilik rumah," imbuhnya.
Setelah dilakukan pengecekan, ternyata mesin pada meteran listrik tersebut sudah lama, yakni keluaran 1992.
Meteran listrik tersebut lalu disimpan dan dijadikan barang bukti oleh pihak PLN untuk diuji laboratorium.
Rosa pun diminta untuk datang ke PLN pada Kamis (11/1/2024), sebagai saksi pengetesan listrik meteran tersebut.
"Kemudian dites, ada penyimpangan error -29,15 persen. Setelah itu, ditetapkan ada pelanggaran golongan 2," ungkap dia.
Pelanggaran tersebut kemudian menyebabkan keluarga Rosa diharuskan membayar denda sekitar Rp41 juta.
Rosa pun diminta untuk membayar uang muka atau DP tagihan minimal 31 persen dari total nominal tagihan listrik yang sudah ditentukan.
"Itu awalnya harus hari itu banget (Kamis). Saya telepon sepupu saya (Catharina) selaku pemilik rumah untuk berbicara dengan petugas PLN," ucap Rosa.
"Akhirnya, setelah telepon langsung (dengan petugas PLN), dikasih keringanan maksimal tanggal 12 Januari (Jumat), pukul 17.00 WIB. Kalau tidak (dibayar), akan diputus listriknya," ucap dia.
Untuk sisa tagihan yang belum dibayarkan, Rosa mengaku bisa membayarnya dengan cara dicicil selama satu tahun pada saat itu.
Kemudian pada Jumat (12/1/2024), Catharina segera membayar DP tagihan tersebut sebesar Rp12,8 juta.
Rosa dan Catharina kemudian mendatangi kantor PLN Kebon Jeruk untuk melakukan mediasi.
Mediasi antara pihak Rosa dan PLN menghasilkan putusan, mereka diberikan izin untuk mengirimkan surat permohonan keringanan periode waktu cicilan untuk sisa tagihan Rp29 juta.
Ia juga sempat menyanggah dan menyayangkan, mengapa selama ini meteran listriknya tidak pernah dicek oleh petugas PLN.
Padahal, kata Rosa, petugas PLN mengaku bahwa setiap bulan datang untuk mengecek meteran listrik tersebut.
"Untuk meteran tidak tersegelnya itu, kita tidak tahu kenapa. Kita tidak ngapa-ngapain sama sekali. Kita selalu bayar setiap bulan dan tidak pernah telat," jelas dia.
Selain itu PLN juga mengaku sudah melakukan sosialisasi untuk mengganti meteran listrik setiap 15 tahun sekali.
"Kita ini sedang ingin membuat surat sanggahan, 32 tahun kemana saja (petugas PLN)? Kenapa baru dicek sekarang? Kita sebagai orang awam tidak tahu apa-apa," ujar Rosa.
Saat ini pihaknya pun masih harus menanggung sisa tagihan yang belum terbayarkan, yaitu sekitar Rp29 juta.
"Sisa sekitar Rp29 juta, kemarin sebenarnya waktu pertemuan itu, ada pembicaraan meski belum ada surat resmi. Kalau sisa cicilan satu tahun jadi tiga tahun. Diperpanjang durasi cicilannya," tuturnya.
Tanggapan PLN
PT PLN (Persero) menanggapi tagihan listrik susulan fantastis senilai Rp41 juta yang dialamatkan pada salah satu warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan viral di media sosial.
Manajer PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Kebon Jeruk, Elpis J Sinambela, membenarkan kejadian tersebut.
"Menanggapi cuitan dari akun X @brosalind pada Rabu (11/1), PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Kebon Jeruk menyampaikan telah dilaksanakan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) di rumah yang ditempati pemilik akun tersebut pada tanggal 10 Januari 2023," jelas dia, melalui siaran pers yang diterima Kompas.com.
Menurut penjelasannya, di rumah tersebut terdapat dua meteran listrik.
Salah satunya dalam kondisi segel tidak utuh saat diperiksa petugas.
Pihaknya pun membawa meteran tersebut untuk diuji laboratorium di kantor PLN Kebon Jeruk dan sementara meteran di rumah Catharina diganti dengan yang baru.
"Berdasarkan hasil uji lab yang juga dihadiri pelanggan, ditemukan eror pada kWh meter sebesar 29,15 persen," ungkapnya.
"Selain itu, di dalam komponen angka register bagian dalam kWh meter terdapat bekas jari tangan. Di mana dalam kondisi normal komponen tersebut tidak dapat dijangkau tangan," ujar dia.
Dari hasil pengujian tersebut, ditetapkan bahwa kasus P2TL tersebut masuk ke pelanggaran golongan II (P2).
Pelanggaran ini memengaruhi pengukuran energi, tetapi tidak mempengaruhi batas daya.
Pada Jumat (12/1/2024) siang, pihaknya dengan pelanggan telah melakukan pertemuan lanjutan untuk membahas persoalan tersebut.
"Dalam pertemuan tersebut, pelanggan telah memahami duduk perkara dan bersedia membayar tagihan susulan sebesar Rp41 juta dengan skema angsuran," jelas dia.
"Sebelumnya pelanggan juga telah membayar 30 persen dari total tagihan susulan pada Kamis malam," lanjut dia.
Saat ditanya lebih lanjut mengenai adakah ruang investigasi lanjutan pasca-putusan tagihan dan terkait sistem verifikasi meteran listrik, pihak PLN tidak membeberkannnya lebih lanjut.
"Pelanggan sudah menerima (hasil putusan tagihan), sepertinya tidak perlu diperlebar," ujar Manajer Humas PLN Disjaya, Pandu Prastyani, kepada Kompas.com, Sabtu malam.
Ia menambahkan, pihak PLN juga telah menyampaikan kepada pelanggan bahwa sesuai mekanisme yang berlaku, pelanggan dapat menyampaikan keberatan secara tertulis kepada Tim Keberatan P2TL.
Tim tersebut terdiri dari PLN dan pihak independen dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.
Tim ini bertugas untuk melakukan evaluasi dan mengkaji pengajuan keberatan pelanggan atas temuan P2TL.
Baca Juga: Viral Dua ABG Perempuan Duel Pakai Celurit, Ditonton Sekelompok Remaja, Begini Kata Polisi
Elpis menegaskan, kWh meter merupakan bagian dari aset yang dimiliki PLN.
Pemeriksaan rutin pun dilakukan oleh tim P2TL yang bertujuan untuk melakukan pemeriksaan teknis terhadap jaringan dan meteran listrik yang menjadi kewenangan PLN.
Menurutnya, P2TL merupakan upaya preventif untuk memastikan keselamatan pelanggan.
"Mempengaruhi kWh meter atau pun menggunakan listrik secara ilegal dapat merugikan diri sendiri dan orang lain," papar Elpis.
"Di antaranya bisa menyebabkan kecelakaan tersengat aliran listrik, tegangan listrik di satu wilayah tidak stabil karena listrik overload dan tidak terukur, serta bahaya kebakaran," lanjutnya.
(*)