GridHot.ID - Robohnya tembok SPBU milik Pertamina di Jalan Tebet Barat Dalam II, Jakarta Selatan, Minggu (21/1/2024) menjadi sorotan.
Pasalnya robohnya tembok SPBU itu mengakibatkan tiga orang dalam satu keluarga meninggal dunia.
Melansie Kompas.com, tiga orang yang meninggal dunia itu antara lain, S (80) selaku kepala keluarga, T (74) selaku istri S, dan D (35) anak perempuan mereka.
Ketiganya tewas di tempat saat sedang kumpul bersama.
Komandan Regu Rescue Sudin Damkar Jakarta Selatan, Yoki menuturkan, tembok sebuah SPBU roboh dan menimpa lapak milik S dan T, yang posisinya menempel dengan tembok itu.
Sehari-hari, lapak itu juga dijadikan sebagai warung makan.
"Tiga orang, satu keluarga meninggal dunia di tempat," ujar Yoki selaku Komandan Regu Rescue Sudin Damkar Jakarta Selatan sektor Tebet di lokasi, Minggu.
Dalam peristiwa itu, terdapat satu korban yang selamat. Ia adalah MF (9) yang merupakan cucu S dan T, serta anak D.
Yoki mengatakan, MF mengalami luka-luka pada bagian wajah dan tangan saat ditemukan.
Luka-luka yang dialami tidak cukup parah, dan kondisi kesehatannya stabil, karena MF dilindungi oleh D.
"(Saat tembok roboh), ibunya kayaknya melindungi dia. Karena si anak ini kami temukan tertutupi badan ibunya. Jadi si ibu yang ketiban (tembok) langsung," ujar Yoki.
Pekikan Allahuakbar
Melansir TribunJakarta.com, pekikan "Allahuakbar.. Allahuakbar.." menggema saat proses evakuasi korban robohnya tembok SPBU Pertamina di Jalan Tebet Barat Dalam II, Jakarta Selatan, Minggu (21/1/2024) siang.
Petugas Damkar Jakarta Selatan dibantu warga bahu-membahu mengevakuasi korban dari rentuhan dinding tembok yang terbuat dari bata merah tersebut.
Tak sedikit warga merekam proses evakuasi tembok roboh itu dan videonya beredar di media sosial.
Robohnya tembok SPBU Pertamina tersebut terjadi pukul 11.55 WIB, mengutip informasi warga ke petugas Damkar yang kemudian turun ke lokasi.
Tim Light Rescue dari Sudin Gulkarmart Jakarta Selatan yang beranggotakan lima orang diterjunkan ke lokasi.
Mereka langsung melakukan evakuasi para korban yang tertimpa puing tembok.
"Korban meninggal dunia terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki. Korban selamat adalah seorang anak-anak berjenis kelamin laki-laki dan sudah dibawa ke RSUD Tebet,” kata Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Selatan, Syamsul Huda.
Ketiga jenazah dievakuasi ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Bertemu anggota keluarga lainnya
Kembali melansir Kompas.com, para korban sempat bertemu dengan anggota keluarga lainnya beberapa saat sebelum tertimpa tembok.
Salah satunya adalah saudara dekat mereka, Doni (74), yang berkunjung pada Minggu pagi.
"Saya tadi dari jam 08.00 WIB ngobrol di sini. Saya pulang sebelum jam 12.00 WIB," ujar Doni di lokasi.
Entah apa yang dibicarakan, kemudian Doni memutuskan untuk pulang. Tidak lama kemudian salah satu anak S dan T, yaitu Amry (41), tiba di lokasi.
"Saya ketemu untuk beri makan ke ibu saya, tapi saya izin keluar pas adik saya datang. Dia memang sudah janji untuk datang," kata Amry di lokasi, Minggu.
Tidak lama, D datang bersama MF karena sudah janji akan mengunjungi S dan T.
Amry pun berpamitan pergi sebelum pukul 12.00 WIB untuk menemui teman-temannya.
Kendati demikian, beberapa saat kemudian, Amry diberi kabar bahwa empat anggota keluarganya tertimpa tembok roboh.
Ia pun langsung mengontak Doni. Doni mengaku, ia marah ketika dihubungi oleh Amry karena merasa dibohongi.
"Saya ditelepon keponakan saya si Amry. Dia bilang, mereka bertiga ketiban tembok. Saya marah. Gimana sih perasaan saya, baru dari situ langsung ditelepon mereka ketiban tembok?" ucap Doni.
Namun, ia lekas meredam amarahnya dan bergegas ke tempat S dan T.
Doni melihat, tembok sudah roboh dan nyawa tiga keluarganya tidak terselamatkan.
"Enggak tahunya benar. Mereka ketiban tembok. Yang meninggal S, T, dan D. Yang selamat cuma anaknya D, MF," ungkap Doni.
S, T, dan D, dievakuasi ke RSCM sebelum dimakamkan oleh pihak keluarga.
Sementara MF dibawa ke RSUD Tebet untuk dirawat.
Angin tidak kencang
Doni masih dibalut perasaan campur aduk. Ia masih tidak percaya akan nasib tragis yang menimpa keluarganya.
Sebab, Doni tidak mengetahui penyebab tembok itu roboh menimpa lapak S dan T.
"Siang itu angin enggak kencang," ucap dia.
Saat Doni berkunjung pukul 08.00 WIB dan pulang sebelum pukul 12.00 WIB, tembok masih berdiri kokoh.
Angin pun tidak berembus dengan kencang.
Doni menuturkan, ia tidak paham mengapa tembok itu roboh karena kondisi angin tersebut.
"Tiba-tiba ambruk saja, namanya juga sudah takdir," kata dia.
Tembok Miring
Namun, Amry berkata lain. Ia menuturkan, tembok SPBU itu sudah rawan roboh sejak lama.
Sebab, posisinya miring. Warga setempat pun telah melayangkan teguran kepada pihak SPBU.
"Ada retak-retak juga, tapi dari pihak SPBU diam saja. Enggak ada penanganan. Sudah banyak warga yang komplain," ucap dia.
Polisi Lakukan Penyelidikan
Sementara itu, jajaran Polres Metro Jakarta Selatan akan menyelidiki penyebab tembok itu roboh.
"Untuk mengetahui penyebabnya, kami akan dalami terus. Berkoordinasi dengan Puslabfor Polri," ujar Wakasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Kompol Henrikus Yossi di lokasi, Minggu.
Yossi melanjutkan, penyelidikan dilakukan untuk mendalami informasi yang disampaikan warga setempat.
Mereka menuturkan, tembok SPBU itu sudah dalam kondisi miring. Namun, polisi perlu memastikan infromasi tersebut.
"Info itu harus didalami. Pemeriksaan dimulai sore hari, dam akan terus menggali informasi seputar fakta peristiwa atau situasi sebelum peristiwa terjadi," ucap dia.
Sebelum tewas, S dan T sudah menempati lapak itu sekitar tiga tahun terakhir.
"Mereka tinggal di situ sudah sekitar tiga tahun, di tenda," ungkap Doni.
Sehari-hari, S dan T menggunakan lapak itu untuk membuka warung makan.
Sebelumnya, S dan T memiliki rumah di sekitar lokasi. Mereka sudah menetap sejak 1970-an.
Doni tidak mengetahui alasannya, tetapi mereka berdua menjual rumah itu. Kemudian, S dan T kerap berpindah-pindah lokasi kontrakan sebelum akhirnya menetap di lapak dekat SPBU itu.
"Daripada tidur di situ, mau saya carikan kosan. Mau saya bawa, eh namanya sudah takdir, jadinya begitu (meninggal)," ujar Doni. (*)