Gridhot.ID - Geger kasus penyiksaan terhadap lima Asisten Rumah Tangga (ART) yang terjadi di Jakarta Timur.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Tetangga yang menjadi saksi mata bernama Vina mengungkapkan melihat lima ART tiba-tiba menangsi dan ketakutan saat berusaha memanjat keluar dari rumah majikannya.
Bahkan menurut Vina (39) saat kejadian tersebut ada beberapa yang masih berada di pagar dan genteng karena berusaha kabur dari rumah majikannya tersebut.
Pagar rumah memiliki tinggi dua meter dengan dipasangi kawat berduri.
Kelima perempuan tersebut langsung diselamatkan warga dan dimintai keterangan.
Vina menyebutkan kalau kelima ART tersebut mengaku mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh sang majikan.
"Kata dia, 'Saya kerja, mau kabur. Di dalam ada penyiksaan' begitu," kata Vina.
Dua ART mengalami luka karena pagar rumah dipasangi kawat berduri dengan pecahan kaca.
Warga yang mengevakuasi langsung membawa para ART tersebut ke rumah sakit.
Dikutip Gridhot dari Tribun Medan, warga sekitar menyebut kalau majikan yang diduga menyiksa kelima ART tersebut merupakan seorang wanita.
Meski belum terbongkar identitasnya, diketahui sang majikan merupakan pemilik sebuah klinik dokter gigi.
Kerap disiksa
Menurut Vina, kelima korban dalam keadaan ketakutan dan menangis saat berupaya memanjat pagar dengan tinggi sekitar dua meter yang dipasangi kawat berduri.
Selama bekerja di rumah majikannya, kata Vina, salah satu tubuh korban ada yang sampai disetrika. Bahkan ada yang dipaksa memukul kepala mereka sendiri bila dianggap majikan berbuat salah.
"Satu anak itu di pinggangnya ada bekas setrika. Terus dia bilang, 'saya disuruh getok kepala saya sampai bunyi. Kalau enggak bunyi enggak boleh berhenti.' Begitu," kata Vina.
Vina menuturkan majikan di tempat kerja yang melakukan penganiayaan tersebut merupakan seorang perempuan.
"Kata dia (korban), 'kalau misalnya saya salah pas disuruh mencet air panas, enggak tahunya air dingin, saya dihukum.' Saya memang melihat di pinggang ada bekas (luka bakar) seterika," lanjut Vina.
Namun, Vina tidak mengetahui pasti secara detail bentuk penganiayaan dialami masing-masing korban karena saat kejadian bergegas membawa mereka ke Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Timur.
Dipaksa kerja tanpa henti
Menurut Vina, para korban mengaku dipaksa bekerja tiada henti dan melebihi waktu pada jam kerja umumnya.
Vina yang saat kejadian menolong para korban mengatakan, kelima ART itu mengaku dipaksa bekerja hingga dini hari di rumah majikan mereka setiap hari.
"Saya tanya sistem kerja seperti apa, kata dia (korban) kerja dari pagi kadang sampai jam 22.00 WIB, kadang sampai jam 02.00 WIB, bahkan sampai jam 04.00 WIB," kata Vina menjelaskan di Jakarta Timur, Senin (12/2/2024).
Dengan jam kerja yang jauh melebihi aturan umumnya itu, para korban juga tidak diperlakukan dengan baik. Mereka mengaku kerap telat diberi makan oleh majikannya.
Selama bekerja, para korban juga menyebut belum pernah mendapat bayaran Rp 1,8 juta yang dijanjikan pihak penyalur kerja dan majikan.
"Saya tanya, katanya dijanjikan gaji Rp 1,8 juta. Tapi praktiknya sampai hari ini mereka belum pernah terima gaji. Ada yang sudah kerja dua bulan, satu bulan. Mereka dibawa penyalur," ujarnya.
Masih merujuk keterangan korban, Vina mengatakan para PRT itu sempat berupaya menghubungi yayasan penyalur yang membawa mereka bekerja sebelum melarikan diri.
Tapi nomor penyalur yang bersangkutan tidak pernah dapat dihubungi.
Sementara kondisi rumah tempat korban bekerja, selalu dalam keadaan terkunci dan diawasi secara ketat menggunakan kamera pengawas.
Keberadaan anjing peliharaan majikan korban yang selalu menyalak ketika para korban hendak melarikan diri dari rumah, membuat korban tidak dapat berbuat banyak.
(*)