Pro Kontra Pemberian Gelar Jenderal Kehormatan Prabowo Subianto, Analis Militer Pertanyakan Dasar Hukum yang Digunakan Presiden

Kamis, 29 Februari 2024 | 16:00
Dok. Sekretariat Presiden

Presiden Joko Widodo saat memasangkan tanda pangkat bintang empat untuk Prabowo Subianto saat rapat pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024).

GridHot.ID - Presiden RI Joko Wododo (Jokowi) memberikan kenaikan pangkat istimewa kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Melansir Antara News, Presiden Jokowi menganugerahkan kenaikan pangkat istimewa kepada Prabowo Subianto, dari purnawirawan jenderal bintang tiga menjadi jenderal bintang empat kehormatan.

"Saya ingin menyampaikan penganugerahan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI kehormatan kepada Bapak Prabowo Subianto," ucap Presiden Jokowi saat Rapat Pimpinan (Rapim) TNI Tahun 2024 di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu (28/2/2024).

"Penganugerahan ini adalah bentuk penghargaan sekaligus peneguhan untuk berbakti sepenuhnya kepada rakyat, kepada bangsa, dan kepada negara," lanjut Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi juga mengucapkan selamat kepada Prabowo Subianto atas kenaikan pangkat istimewa itu.

"Saya ucapkan selamat kepada Bapak Jenderal Prabowo Subianto," kata Presiden Jokowi.

Prabowo Subianto diketahui menerima kenaikan pangkat istimewa berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13/TNI/Tahun 2024 yang diteken oleh Presiden Jokowi pada 21 Februari 2024.

Melansir Tribunnews.com, pemberian pangkat jenderal kehormatan untuk Prabowo Subianto rupanya menuai pro dan kontra.

Analis militer Connie Rahakundini Bakrie mempertanyakan dasar hukum pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo.

"Pertama tama saya ingin memberikan selamat pada Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto atas kenaikan pangkatnya," ujarnya.

Baca Juga: Punya Circle Artis Dunia, Ini 5 Fakta Sosok Didiet Hediprasetyo, Anak Tunggal Prabowo yang Punya Karier Mentereng di Luar Negeri

"Namun, setahu saya, UU 34/2024 belum pernah diubah atau diperbaharui, di mana UU tersebut menyatakan antara lain, tidak ada kenaikan pangkat untuk purnawirawan," lanjutnya.

Connie juga mengatakan, sepengetahuannya, juga belum ada perubahan/pembaharuan pada UU no 20/2009, dimana di dalamnya dinyatakan kenaikan pangkat kehormatan hanya dapat diberikan hanya kepada prajurit dan perwira aktif.

"Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan adalah dasar hukum apa yang digunakan Presiden dan juga segenap jajaran TNI, dari Panglima dan Kastaff AD untuk keputusan ini?" ujarnya.

Ia mengaku sejauh ini dirinya belum temukan apakah dalam beberapa hari terakhir ada semacam rapat estafet Dewan di atas Wanjakti, yang diciptakan RI1 khusus.

"Ya seperti saat pasal dalam MK hendak 'disulap' khusus bagi Gibran, sehingga 'Wanjakti' itu mengizinkan Panglima dan Kastaff untuk melanggar UU di atas. Patut dicatat, Wanjakti hanya berlaku untuk pergerakan pangkat perwira aktif," jelas Connie.

"Jadi yang kita harus pertanyakan adalah dasar dari keputusan RI1, di mana hanya beliau sendiri yang bisa menjawabnya," tandasnya.

Senada dengan Connie, Anggota Komisi I DPR RI fraksi PDIP, TB Hasanuddin mengatakan, pemberian pangkat jenderal kehormatan untuk Prabowo Subianto bertentangan dengan undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

TB Hasanuddin menegaskan, dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pemberian pangkat jenderal kehormatan hanya berlaku untuk perwira TNI yang masih aktif.

"Ada kenaikan pangkat sebagai bagian dari pemberian kehormatan ya, pemberian jasa, ya, tetapi itu hanya terbatas pada mereka yang masih aktif, saya ulangi lagi, pada mereka yang masih aktif," kata TB Hasanuddin dalam jumpa pers di Pelataran Menteng, Jakarta, Rabu (28/2/2024).

Sementara untuk anggota yang tidak aktif, kata dia, hanya diberikan bintang tanda jasa dan kehormatan.

Baca Juga: Mayor Teddy Dicap Arogan, Ajudan Prabowo Tuai Kritik Usai Tegur Dokter Berpangkat Kolonel hingga Bersandar ke Dinding, Netizen: Tuan Rumah Disuruh Mundur

"Bagaimana yang tidak aktif? Ada pangkat bintang. Tapi bukan bintang yang di pundak, tolong dicatat, pembuat keputusan di pemerintah bukan bintang di pundak," ujar TB Hasanuddin.

(*)

Tag

Editor : Siti Nur Qasanah

Sumber Tribunnews.com, ANTARA News