GridHot.ID - Devara Putri Prananda merupakan otak pembunuhan wanita di Bogor bernama Indriana Dewi Eka Saputri.
Wanita kelahiran 28 Maret 1999 itu diketahui mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI dari Partai Garuda.
Melansir TribunnewsBogor.com, ketika daftar menjadi caleg DPR RI, Devara masih terdata sebagai warga Johar Baru, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.
Ia merupakan lulusan SMK Ksatrya.
Dalam kartu identitasnya, Devara tertulis berprofesi sebagai karyawan swasta.
Namun Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan mengungkap profesi asli otak pembunuhan wanita di Bogor ini.
Menurut Kombes Surawan, Devara bukan berasal dari keluarga orang kaya.
"Bisa dibilang bukan orang berada," kata Kombes Surawan.
Kombes Surawan mengungkap bahwa sehari-harinya Devara membantu ibunya jualan nasi kuning.
"Sehari-hari bekerja membantu menjual nasi kuning orang tuanya," ungkap Kombes Surawan.
Untuk diketahui, pembunuhan terhadap Indriana berlandaskan pada cinta segitiga.
Melansir Kompas TV, pembunuhan Indriana bermula saat Devara mengetahui kekasihnya, Didot Alfiansyah, menjalin hubungan dengan korban.
Devara yang sudah menjalin asmara selama lima tahun dengan Didot meminta kekasihnya itu untuk memilih. Jika memilihnya, Didot diminta membunuh Indriana.
Didot pun memilih untuk membunuh Indriana. Pembunuhan itu dilakukan dengan mengajak temannya, Muhammad Reza, untuk menjadi eksekutor. Reza diiming-imingi uang senilai Rp50 juta.
Pada 20 Februari 2024, Reza melakukan aksinya di sebuah mobil Avanza hitam di Jalan Bukit Pelangi, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Ia menjerat leher korban dengan ikat pinggang selama 15 menit hingga tewas.
Setelahnya, jasad korban dibawa ke Pangandaran, Jawa Barat.
Pada 23 Februari, para pelaku yakni Devara, Didot, dan Reza membuang jasad Indriana ke jurang di belakang Tugu Gajah Kota Banjar, Jawa Barat.
Pada 25 Februari 2024 siang, mayat Indriana yang telah membusuk ditemukan warga sekitar.
Para pelaku dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 365 KUHP ayat 4, dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati.
(*)