GridHot.ID - Kasus penganiayaan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bernama Defianus Kogoya oleh 13 prajurit TNI sedang menjadi perhatian banyak pihak.
Video yang menunjukkan penganiayaan itu beredar luas di media sosial pada Kamis (21/3/2024).
Dalam video yang diunggah di media sosial X, tampak seorang pria dimasukkan ke dalam drum air dan disayat.
Penganiayaan itu disebut terjadi di Yahukimo, Papua Pegunungan, yang merupakan wilayah di bawah Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cendrawasih.
"Terkait video penyiksaan di bawah terjadi di Yahukimo, bahwa sejumlah anggota TNI menyiksa warga sipil yang diduga jaringan TPNPB," tulis akun @jefry_wnd, Kamis (21/3/2024).
Melansir Kompas.com, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Izak Pangemanan mengungkapkan sosok Defianus Kogoya yang dianiaya oleh prajurit TNI.
Izak mengatakan bahwa Defianus Kogoya merupakan salah satu pelaku pembakaran puskesmas di Distrik Omukima, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, pada 3 Februari 2024.
Defianus Kogoya ditangkap bersama dua orang lain yakni Warinus Kogoya dan Alianus Murip.
Ketiga pelaku yang ditangkap itu kemudian dibawa ke kepolisian resor (Polres) setempat.
Namun, di tengah jalan, Warinus Kogoya lompat dari mobil hingga tewas.
"Tetapi, di jalan satu orang loncat dari mobil yaitu Warinus Kogoya. Warinus ini DPO Polres Puncak yang beberapa kali melakukan penyerangan di daerah Puncak Ilaga," kata Izak.
Sementara itu, lanjut Izak, Defianus Kogoya sempat mencoba melarikan diri ketika dibawa ke polres.
"Tetapi ada pasukan yang menutup di Gome yang menangkap dia, dia (Defianus) ini juga satu kelompok (dengan Warianus). Di sinilah mereka (prajurit TNI) melakukan penganiayaan," ujar Izak.
Di sisi lain, 13 prajurit TNI yang melakukan penganiayaan terhadap Defianus Kogoya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Tiga belas prajurit TNI itu berasal dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 300/Braja Wijaya.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen Kristomei mengatakan, penganiayaan terhadap Defianus Kogoya dilakukan di Pos Gome Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas), Puncak, Papua Tengah, pada 3 Februari silam.
"Sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 42 orang prajurit TNI, dan dari 42 prajurit tadi sudah ditemukan indikasi 13 prajurit yang benar-benar melakukan tindakan kekerasan," kata Kristomei saat konferensi pers di Subden Denma Mabes TNI, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).
Kristomei mengatakan, 13 prajurit tersebut juga telah ditahan di Instalansi Tahanan Militer Maximum Security Polisi Militer Kodam (Pomdam) III/Siliwangi.
Kristomei mengatakan bahwa tindakan penganiayaan itu tidak dibenarkan di TNI.
Sebab, prajurit, terlebih Satgas Pamtas seperti Yonif Raider 300/Braja Wijaya telah dibekali Standar Operasional Prosedur (SOP), Rules of Engagement (ROE) hingga hukum humaniter.
"Inilah yang kami sayangkan, bahwa TNI atau TNI AD tidak pernah mengajarkan, tidak pernah mengiyakan tindakan kekerasan dalam memintai keterangan, ini adalah pelanggaran hukum dan kita akan tindak sesuai aturan perundangan yang berlaku," ujar Kristomei.
Senada dengan Kadispenad, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen R Nugraha Gumilar mengatakan bahwa tindakan penganiayaan itu tidak dibenarkan.
"Jadi perlu ditegaskan lagi, saya tegaskan dan kami tegaskan, kami tidak pernah ada SOP untuk tindakan kekerasan," kata Gumilar.
Sementara itu, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen Izak Pangemanan mengatakan bahwa 13 prajurit itu terdiri dari bintara dan tamtama.
(*)